Keadaan shila mulai memulih, hari demi hari lukanya menutup, bersamaan penyembuhannya ia meminta teman-temannya bergilir begadang di kosannya, itu juga sudah seizin ibu kosnya. Ia merasa kosnya harus ramai karena ia tak mau sendirian, takut jika ada hal-hal yang menghantuinya lagi.
"Udah kuat ngampus shil?" Gwen yang pertama kali menyambutnya.
"Iya, kuat dong. Luka kecil ini, sepeleh itu hahhaa.." tawanya mencoba mencairkan kekhawatiran di wajah gwen.
"Yeee, sempet bercanda lagi.."
"Haha, udahlah gwen. Santai."
Suasana kantin siang itu, seperti biasa shila dan gwen hanya bisa bertemu di kantin, mengingat mereka berbeda jurusan jadi tak mungkin bertemu dikelas.
"Shil, sepulang kampus datang ke taman merah, ajak gwen juga." -- sebuah pesan dari abra di ponsel shila.
Taman merah? Kenapa disana?-- tanda tanya besar bagi shila.
Taman merah adalah taman belakang kampus, disebut begitu karena semua perlengkapan disana di cat berwarna merah, seperti kursi, meja, bahkan ada sudut bunga yang dominan berwarna merah.
"Gwen, abra minta kita ke taman merah sepulang kampus." Shila menatap gwen, pikirannya kemelut.
"Taman merah? Abra? Kenapa?"
"Entahlah, kita datang aja."
"Okelah, terserah aja."
Hari itu kelas selesai cepat, shila dan gwen langsung sepakat pergi ketaman merah dan meninggalkan pesan untuk abra bahwa mereka telah berada dalam perjalanan.
"Abra.." shila berteriak.
Melihat abra yang duduk sendirian di kursi taman, ia asik mengotak-atik laptopnya dan tak menghiraukan panggilan shila.
"Woy bra." Shila memukul bahu abra.
"Diem dulu shil, ini penting."
Shila terdiam, bahkan saking bingungnya ia lupa untuk duduk dan masih tetap berdiri pada posisinya.
"Nah, kita harus ke rumah pak parno. Aku yakin dia bisa ngebantu kita shil, dia bisa ngehubungin kita sama salah satu arwah dirumah itu." Abra menutup laptopnya setelah sebelumnya memastikan laptopnya telah ia matikan dengan benar.
"Pak parno? Siapa itu bra?"
"Pak parno itu paranormal, dia bisa ngelihat hal-hal ghaib, dan berhubungan dengan hal-hal ghaib. Seenggaknya dia bisa ngehubungin kita sama salah satu penghuni rumah itu."
"Tapi bra, apa itu boleh? Itu artinya kita menghubungkan antara dunia kita dengan dunia lain, apa itu baik?"
"Baik atau enggaknya, kita tanyakan ke pak tarno, dia pasti lebih tau dibanding kita."
Suasanya hening senyap, shila dan gwen seakan masih menimang-nimang ide yang abra miliki.
"Kalian tenang aja, aku ada di dekat kalian dan bakal jaga kalian."
"Yaudah kita setuju." Jawab gwen tanpa menunggu perintah shila.
**
Terror yang telah menimpa keduanya memang membuat shila maupun gwen ingin cepat-cepat selesai dan tak berurusan lagi dengan makhluk seperti mereka.
"Ini rumahnya?"
Shila memandangi halaman depan rumah itu, rumahnya luas tapi dengan gaya yang amat kuno, terdapat relief di bagian depan rumah, dengan rerumputan yang amat luas, dan gerbang yang tak seberapa tinggi, seluruh bagian rumah juga seolah terbuat dari papan berwarna cokelat yang ia tak tau persis apa namanya. Sepasang kursi rotan, dan meja kecil di teras rumah, juga sebuah gantungan pintu mirip replika keris di bagian atas pintunya.
"Waaah, kalian datang kok beramai-ramai?" Dari pintu utama, keluarlah seorang lelaki dengan gaya bicaranya yang ramah.
"Kami hanya bertiga pak." Jawab ibra menimpali kalimat pak parno.
"Itu yang dibelakangnya.."
Ketiganya spontan menghadap kebelakang, tapi mereka tak menemukan sesuatu disana, kecuali gwen yang memang merasa sedikit merinding dibanding yang lain.
"Udah-udah, ayo masuk.."
"Iya pak."
Melangkahkan kaki kedalam rumah pak parno, ada bau dupa yang khas, baunya menusuk hidung shila, membuatnya melirik dengan mata tajam kearah sumber bebauan.
"Gakpapa, itu dupa.. sudah biasa." Kata pak parno seakan mengetahui isi hati shila.
"Iya pak hehe" merasa tidak enak, shila mengalihkan pandangannya.
Kali ini ia melihat ke arah pot di mejanya, pot yang baru saja di keluarkan oleh pak parno. Di dalamnya ada bunga kuncup berwarna kuning, shila terus menatapnya tanpa memahami apa manfaatnya.
"Itu kembang kanthil.. buat makan." Kata pak parno lagi menjelaskan.
"Si-siapa yang makan pak?"
"Merekaaa.." bisik pak parno.
Shila tersentak, suara pak parno kali itu benar-benar mengerikan, pelan dan membuat bulu kuduknya seketika berdiri tegak.
"Yasudah, sekarang gimana? Kalian jadi mau di panggilkan roh?"
"Hah?" Kali ini abra yang terbelalak.
Ia merasa belum menceritakan apapun pada pak parno, mengapa pria berambut putih panjang itu telah bisa membaca fikirannya.
"Saya sudah tau, tidak perlu bercerita.."
Jantung ketiganya berdebar kencang, mereka saling melempar pandangab, apa selanjutnya? Apa mereka benar-benar akan berinteraksi dengan hal-hal ghaib?
"Mari kita mulai.." kata pak parno.
---------
Hallo, gimana? Lagi tegang-tegangnya baca ya? Wkwkwk..
Sabar sayang, setelah ini akan ada scene yang lebih horror lagi. Terror yang menyebabkan terjadi sesuatu sama gwen, dan salah seorang teman shila yang lain. Apa ya kira-kira?Jangan lupa vote dan comment ya.. biar semangat update nya :p
Oh ya, aku minta tolong dong ke kalian yang udah baca "mati tujuh" share link atau cover mati tujuh ke akun sosmed kalian yaaa♡♡
Biar makin banyak yang baca mati tujuh!
KAMU SEDANG MEMBACA
MATI TUJUH
Horror#21 in horror (mei & juni 2018) #2 in misteri (juni 2018) #3 in horror (agustus 2018) Shila Albartha, mahasiswi fakultas hukum yang sangat antusias ingin memiliki pengalaman melihat makhluk tak kasat mata, ternyata membuatnya nekat melakukan ritual...