Beberapa hari yang lalu gwen dipulangkan dari rumah sakit, kondisinya sangat baik, begitu juga keadaan shila dan abra, mereka menjalani hidup seperti sebelumnya.
Tapi tidak dengan pagi ini, shila bangun dengan kepalanya yang berat, perutnya yang terasa melilit, dan kakinya yang amat sulit di gerakkan.
"Hoeeeekkkk!!"
Shila muntah di wastafel kamar mandinya, dari bibirnya keluar kucuran darah segar, ia menyalakan kran wastafel untuk membersihkannya.
"Hoeeekkk!!"
Berulangkali ia melakukan hal yang sama, wajah shila memucat membuatnya harus berbaring lagi di ranjang.
"Aku kurang enak badan, aku gak kampus dulu." Dia memberi pesan singkat pada lisa, teman sekelasnya.
Kau akan mati.
Beberapa menit yang lalu, cermin di kamarnya bersih tanpa noda, dan sekarang tiba-tiba tulisan mengerikan itu hadir, dengan noda berwarna merah seperti darah.
Kepala gadis itu berdenyut, ia berusaha meminta pertolongan, tapi sia-sia, kakinya seperti di tarik oleh sesuatu yang tak bisa ia lihat.
Brakk!! Brakkk!!
Ia menggedor pintu kamar mandi yang tertutup sendiri, suaranya benar-benar hilang, ia tak bisa berteriak.
Bayangan hitam besar telah berdiri tepat dibelakangnya, membuatnya terbelalak hingga bergerak sebisanya, melempar apapun yang ada di wastafel itu guna melindungi dirinya
"To-toloooong!!" Akhirnya suaranya kembali.
Ia buru-buru membuka pintu kamar mandi dengan sekuat tenaganya, kembali ke kamar dan mencari-cari ponselnya.
Shila sadar bahwa kesadarannya mulai hilang, ia menekan nomor abra dan meletakkan ponselnya di saku.
"Halo shil.. shila..?"
"To-tolong aku bra"
Arghhhh! Ada sesuatu yang mencekik shila, tapi ia tak bisa melihat apapun.
Cengkraman dilehernya kuat, membuat tubuh shila terangkat sedikit, kakinya melayang dan semenit kemudian ia terlempar hingga kepalanya membentur pinggiran ranjang.
Perkelahian sengit itu bukan mimpi, shila benar-benar tersungkur tak berdaya, makhluk itu menghilang setelah ketukan di kamarnya.
"Shil.."
Kriettt.. suara pintu terbuka, shila tak menyahut, badannya lemah ditambah bibirnya yang jontor terkena pinggiran meja, lega menyelimuti hatinya, siapapun yang datang setidaknya telah menyelamatkannya dari kematian.
"Shila, kamu baik-baik aja?"
Wajah abra terlihat panik, dengan segera diangkatnya tubuh shila yang penuh lebam, bibirnya memerah darah, sedang pipinya biru kehitaman.
"Ka-kamu kok disini?" Kata shila agak terbata.
"Kan kamu tadi minta tolong, aku gak tau kamu dimana, tapi aku inisiatif kesini."
Shila mengingat kembali kejadian saat ia sempat menghubungi abra, langkah yang tepat karena kos an shila pun bebas sehingga abra bisa keluar masuk saat ia butuhkan.
Shila menarik kerah kemeja abra, tangannya bergetar bagai tak berdaya, apa yang baru saja di alaminya memang membuatnya shock, dan ia heran kenapa ia slalu di serang saat sendirian.
"Ssss.. sssss.." shila hendak mengatakan sesuatu, tapi nafasnya tersengal.
Ia menatap kesekitar, memastikan tak ada apapun yang tengah mengawasi keduanya.
"Sse-semuanya belum ss-selesai br-braa" ia melepas kera baju abra seusai berbisik.
"Apa maksudmu?"
Shila hampir kehilangan kesadaran, nyeri ia rasakan hampir disekujur tubuhnya, seperti ada yang menginginkan kematiannya, shila di serang sebegitu parahnya.
****
Abra dan yang lain sudah berkumpul di kamar shila, lengkap dengan semua teman kosnya, gwen tak ketinggalan, mengompres lebam dan mengobati jontor di bibir shila.
"Udah enakan?" Kata gwen ketika shila membuka matanya.
Shila mengangguk, matanya berkedip beberapa kali memastikan kesadarannya memang sudah ia dapatkan.
"Bagaimana kasus minimarket SS? Bagaimana kata polisi yang menangani?" Tanya shila tiba-tiba.
"Kenapa tanya itu?" Gwen menatap shila dalam.
Shila mengambil posisi duduk, menyandarkan tubuhnya pada sandaran ranjang, sedangkan yang lain melingkar menunggu ceritanya.
"Aku tau, makhluk seperti mereka memang ada, tapi tidak akan melukai." Shila memulai ceritanya.
Ia menceritakan seluruh kejadian yang baru saja menerpanya, ia yakin itu bukan perbuatan makhluk halus, ada seseorang yang menginginkan kematiannya, dan orang itu pasti berhubungan dengan semua kejadian belakangan.
"Jadi maksudmu?----" gwen menggantung ceritanya.
"Maksudnya adalah, ada seseorang yang marah karena shila telah mengungkap kasus pembunuhan ini." Tambah adhis yang tepat ada di sebelah kanan shila.
"Tapi siapa?"
"Mungkin keluarganya"
"Atau teman-temannya, yang tidak suka luka lama ini di ungkit lagi."
Mereka saling bersahutan, mengira-ngira siapa yang menjadi dalang perilaku ini.
"Gak mungkin. Kalo keluarga atau teman-temannya pasti malah seneng dong, karena misteri ini terungkap, arwah keluarga SS juga bisa tenang"
"Iya juga ya."
"Iya sih."
suara mereka saling bersahutan, berpendapat untuk mendapatkan jawaban yang paling tepat, sembilan orang dalam satu ruangan, kamar shila hari itu ramai, ramai dengan semua teman-temannya.
"Tunggu." Kata shila membuat suasana hening sesaat.
"Ini.."
shila mengeluarkan album foto yang ia temukan tempo hari di minimarket ghaib itu.
"Dihalaman belakang ini, ada delapan orang anggota keluarga, sedangkan jasad yang ditemukan hanya tujuh orang, berarti ada satu jasad yang belum ditemukan.."

KAMU SEDANG MEMBACA
MATI TUJUH
Horor#21 in horror (mei & juni 2018) #2 in misteri (juni 2018) #3 in horror (agustus 2018) Shila Albartha, mahasiswi fakultas hukum yang sangat antusias ingin memiliki pengalaman melihat makhluk tak kasat mata, ternyata membuatnya nekat melakukan ritual...