Langkahnya terhenti di sebuah gedung abu-abu, tepat di depannya terdapat papan pertanda bahwa ia tidak salah memasuki wilayah, Sistem Informasi.
Menurut keterangan yang ia dapat dari audri dan lina sebelumnya, gwen adalah mahasiswa yang seangkatan dengan mereka, meski beda jurusan. Tapi sebenarnya itu tak terlalu penting, ketenaran gwen sudah cukup untuk membuat shila mengerti sosok gwen, sigadis blasteran indo-belanda itu.
"Halo.."
Nafasnya terengah-engah, ia memasuki sebuah ruang kelas yang baru saja mengakhiri jam mata kuliahnya, tersisa seorang murid dengan sorotan mata birunya yang cantik.
"Aku shila." Tambahnya mendekat pada gwen.
Gadis itu masih menatap shila penuh, mengamati siapa sosok tak dikenal yang menghampirinya itu.
"Untuk apa kesini?"
"U-untuk.."
Shila seperti digampar, ia tidak menyangka gwen sedetektif itu mengintrogasinya, tanpa berbasa-basi langsung saja memberikan pertanyaan yang hampir mengurungkan niatnya. Shila kembali menata nafasnya, ini adalah kesempatannya untuk mendapatkan teman pergi ke kuburan.
"Aku shila albartha, aku dari fakultas hukum....."
"Kalo kamu kesini cuma untuk menanyakan tentang ardio, mending kamu pergi."
Shila terdiam, ada tatapan kosong di mata gwen, seperti rasa kesal tapi bisa ia maklumi, mungkin karena desas-desus kisahnya, gwen jadi menjadi pusat perhatian.
"Eng-enggak gwen. Gini, gini." Shila mulai mendekatinya.
Dalam beberapa detik shila sudah duduk di hadapannya, tepat di bangku kosong yang ia tarik sedemikian rupa menghadap gwen.
"Aku pengen ajak kamu ke kuburan."
"Hah?" Gwen terpekik.
"Iya gwen, aku sering ngerasain adanya setan di sekitarku, aku percaya makhluk seperti mereka itu ada, tapi aku belum pernah ngelihat wujudnya, aku pengen ngelihatnya."
Eksperisi wajah yang ditampakkan gwen benar-benar seperti orang yang hampir tak percaya dengan kalimat shila. Disaat semua orang berfikir ia adalah orang gila yang terus berkutat dengan arwah mantan pacarnya, ia malah sebaliknya. Mengajak pergi ke kuburan, dan ingin bertemu setan.
"Kamu yakin?" Tanya gwen memastikan.
"Iya."
"Kita bisa bertemu banyak bentuk disana, bukan hanya pocong atau kuntilanak, kalo kita kurang beruntung kita bisa bertemu yang lebih menyeramkan lagi."
"Kurang beruntung? Itu keberuntungan! Aku ingin melihatnya."
Gwen mengusap kepalanya, rasanya nyut-nyutan mendengar semua luapan rasa penasaran shila.
"Yaudah tapi aku ga tanggung sama apa yang terjadi nanti ya. Ngelihat setan itu gak se-sepele itu"
"Deal."
Buru-buru shila mengiyakan, menjabat tangan gwen dengan wajah sumringah, benaknya berkecamuk, rasa senangnya bukan kepalang, ini mungkin cara untuk benar-benar melihat setan.
**
Sebenarnya gwen berharap, shila takkan menyesali keputusannya nanti, meski kemungkinan besarnya adalah ia akan menyesal.
Malam itu kabut tebal menyelimuti, udara dingin tak wajar cukup membuat gwen bergidik, sedang shila maju paling depan.
"Ayo gwen.." ia memberi isyarat pada gwen yang berdiri dibelakangnya.
Dipemakaman itu, hampir tak ada cahaya, hanya remak-remang sinar bulan dan bintang, sisanya adalah sinar ponsel gwen yang sesekali ia turunkan ke jalanan ketika melihat sesuatu.
Gwen menelan ludah, ingin membatalkan saja apa yang akan ia lakukan, ia tau ini tak baik baginya. Yang tak banyak orang tau, bahwa gwen adalah termasuk orang yang bisa melihat mereka.. meski pandangannya tak se intens orang indigo pada umumnya, tapi tetap saja lokasi seperti ini tak baik untuk gwen.
Krietttt.. suara pintu besi dibuka.
Pintu besi berwarna hitam, dengan sudut-sudut cat yang sedikit mengelupas itu adalah titiknya, titik pembatas antara dirinya dengan dunia lain di dalam sana.
Shila mengelus tengkuknya, atmosfer yang berbeda kala ia melangkahkan kaki memasuki tempat pemakaman ini. Pemandangan yang sangat umum di temui, petak-petak makam dan pepohonan besar, terutama pohon asem, yang mitosnya adalah tempat tinggal genderuwo dan semacamnya.
Shila menghela nafas panjang, ia meletakkan cermin itu di salah satu dinding pemakaman, dinding yang tingginya hanya se dada orang dewasa, sedangkan cermin itu memiliki tinggi lebih dari ukuran tubuhnya. Ia membawanya dengan mobil karena ukurannya yang ringan walau besar.
"Oke shil, kita mulai.."
Dari ponselnya, gwen telah siap memutar lagi lengser wengi, lagu yang amat sangat dipercaya untuk mengundang hal-hal mistis, shila bersiap di depan cerminnya, lengkap dengan baju putih panjang yang ia kenakan. Rambutnya terurai hitam, wajahnya tanpa polesan, jantungnya berdebar kencang, semangatnya yng dari siang telah membara, sekarang berkurang beberapa persen, sejujurny ini terlalu nekad bagi keduanya.
Perlahan-lahan sisir itu menyentuh kepalanya, membelai helai-helai lembut yang tumbuh disana. Dari pantulan cermin ia belum melihat apa-apa, hanya dedaunan yang bergoyang ringan, angin yang berhembus dan wajah gwen yang mulai berubah pucat.
KAMU SEDANG MEMBACA
MATI TUJUH
Terror#21 in horror (mei & juni 2018) #2 in misteri (juni 2018) #3 in horror (agustus 2018) Shila Albartha, mahasiswi fakultas hukum yang sangat antusias ingin memiliki pengalaman melihat makhluk tak kasat mata, ternyata membuatnya nekat melakukan ritual...