Bagian 7

521 31 0
                                    

Aku bingung melihat banyak tihang-tihang kecil untuk menyangga tenda. Sebelumnya aku memang belum pernah sama sekali mendirikan tenda. Dulu saja waktu masa-masa camping di pramuka, aku biasanya hanya diam saja. Saat sudah beres memasangnya barulah aku masuk dan memilih tempat yang paling nyaman untuk tidur.

Saat masih mengutak-atik tihang-tihang kecil, aku terkejut melihat Ghifari telah kembali. Dengan segera aku menyusun semuanya, takut dimarahi dan diejek karena belum mendirikan tenda. Ia menyimpan kayu-kayu bakar itu ditumpukan dengan teman-teman lainnya dan berlari menghampiriku. Aku semakin gugup. Aku lalu berdiri dan menghadap kepadanya. Kusimpan semuanya di atas rumput.

"Maaf kak, Arno gak bisa pasang tendanya"

"Terus dari tadi lo ngapain aja? Lo gigitin tendanya? Masa bikin tenda aja gak bisa si lo?"

"Arno belum pernah buat tenda sebelumnya kak. Jadi gak bisa"

"Bilang dong dari tadi. Udah biar sekalian gue aja yang ajarin. Supaya nanti lo bisa buat tenda sendiri kalau lagi camping."

Dia mulai mengambil alih, aku memberikan tihang-tihang penyangga kepadanya. Ia lalu menyusun semuanya. Aku berdiri tak jauh darinya. Memperhatikan Ghifari yang sibuk sendiri. Sambil menyusun, ia juga berbicara. Memberikan arahan kepadaku setiap langkah mendirikan tenda. Aku mengamatinya, tidak terlalu fokus sih. Aku malah memperhatikan wajahnya yang berpeluh. Tampan sekali.

Akhirnya tendaku telah berdiri. Cukup besar untuk kami berdua. Ghifari membereskan barang-barangnya ke dalam tenda. Aku malah diam di luar. Entah kenapa aku jadi gugup. Membayangkan akan tidur bersisian dengan Ghifari. Berkali-kali aku menelan ludah karenanya. Setelah beres dengan barang-barangnya ia menyuruhku untuk masuk ke dalam tenda.

"Udah masuk sini" katanya.

Saat itu diriku semakin gugup. Aku berjelan mendekati tenda lalu masuk dan menyimpan tasku sejauh mungkin darinya. Aku tidak mau ia melihat kegugupanku.

"Jangan di ujung, ngalangin jalan tau" katanya lagi sambil tidak melihat ke arahku.

"ya-iya maaf" Aku meminta maaf.

Aku berjalan dengan bertumpu pada lututku. Memposisikan tasku di samping tasnya. Aku sudah tidak tahu lagi seberapa merahnya wajahku.

"Gue mau rebahan dulu yak" Ia merebahkan tubuhnya lalu menutup mata. Berlaga seperti oang yang tidur.

Posisiku semakin kikuk jadinya. Aku duduk bertekuk lutut sambil menatap ke luar. Mengalihkan pandanganku yang akan liar jika tidak seperti itu.

"Lo daripada diem mendingan bantuin temen-temen gue yang lain ambil air gih"

Mendengar ia menyuruhku seperti itu, aku menjadi lega. Akhirnya aku bisa lepas dari kecanggungan yang kurasakan.

"Eh? Oh iya kak. Ya udah Arno keluar dulu kalau gitu ya"

"Iya sana gih, jangan ganggu gue tidur"

Buru-buru aku keluar tanpa menoleh lagi kepadanya. Aku bernafas lega, membuang semua kegugupan yang ada pada diriku.

Aku berjalan menuju tenda utama teman-temannya Ghifari. Ikut bergabung bersama mereka. Mereka cukup menerimaku dengan baik. Tak ada satupun orang yang jahil atau meledekku. Setelah sedikit bercengkrama, aku membantu mereka untuuk mengambil air di sungai. Kebetulan saat itu aku ditugaskan dengan Agam.

Berbicara mengenai Agam, saat di dalam bus tadi ia banyak berbicara kepadaku. Mulai dari kehidupan keluarga dan lain sebagainya. Bahkan dia juga berbicara kepadaku mengenai kehidupan cintanya. Agam itu anak sulung dari dua bersaudara. Ia memiliki adik kecil, namanya Linda. Usianya masih enam tahun dan baru saja masuk kelas satu SD.

Bunga CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang