Bagian 14

425 33 3
                                    

Arno kembali bermimpi. Di dalam mimpinya ia berada di gubuk tempat kejadian itu berlangsung. Arno menjerit dan meringis. Mencoba melepaskan diri dari ikatan-ikatan yang telah menjerat dirinya terlentang bebas di atas meja. Tubuhnya terasa dingin, bulu kuduknya meremang ketika ia merasaka kembali jari-jari yang mengusap lembut paha bagian dalamnya. Ia menjerit keras ketika sesuatu menusuk di bagian inti belakangnya.

Tapi ternyata itu hanyalah sebuah mimpi. Ia terbangun di tengah ruangan yang tak ia kenali. Namun beberapa saat ia sadar bahwa dirinya sedang berada di rumah sakit. Arno merunduk lalu menangis. Ia menyembunyikan tangisnya di balik kedua telapak tangan yang ia tangkupkan di wajah.

Seseorang bergerak di sampingnya, Ghifari terbangun dengan mata yang masih menyipit. Ketika melihat Arno sudah terbangun ia terbelalak.

"Arno, lo gak apa-apa kan?"

Mendengar pertanyaan itu Arno melepas kedua tangannya dari wajah. Ia menyeka air matanya yang tertinggal. Ghifari memegang tangan kanannya. Ia elus dengan lembut agar bisa sedikit menenangkannya.

"Lo masih shock ya. Sekarang lo udah baik-baik aja di sini. Dokter bilang juga lo bakalan sembuh cepet. Jangan banyak pikiran ya No. Cowok-cowok itu udah gue hajar sampe abis."

"Kak, terima kasih banyak ya. Arno gak tau lagi harus bilang apa sama kak Ghifari. Kalau kak Ghifari gak ada, mungkin Arno gak akan selamat."

"Iya gak apa-apa, gue seneng bisa nolongin lo. Eh.. anu, itu lo masih sakit?"

Arno menjawabnya dengan anggukan. Ghifari ingin bertanya siapa saja yang melakukan itu padanya. Namun ia urungkan niat bertanya itu karena takut membuatnya sedih kembali.

"Lo mau makan buah? Dari tadi lo belum makan. Gue potongin apel buat lo ya."

Ghifari mengambil sebuah apel di atas nakas beserta pisau kecil yang sudah disediakan. Arno menatap seisi ruangan, ia melihat Wingky sedang tertidur pulas di atas sofa.

Satu suapan Ghifari berikan pada Arno. Beberapa saat mereka hanya terdiam. Tak banyak bicara, yang terdengar hanya suara kunyahan apel di mulut Arno saja. Sisanya hanya keheningan yang mendominasi. Satu buah apel habis, Arno meminta Ghifari untuk mengambilkannya minum. Ghifari mengambil sebotol air mineral dan sedotannya. Setelah cukup minum, Arno merebahkan lagi tubuhnya.

"Sekarang lo tidur lagi ya, udah lewat tengah malem. Besok dokter bakalan datang lagi buat cek keadaan lo."

Ghifarii mengusap kepalanya, jantungnya berdegup kencang. Rasa ingin melindungi dan menyayanginya menjadi bertambah lebih besar. Arno memberikan senyum untuknya dan entah kenapa ia berani mengecup kening Arno. Satu kecupan ia berikan di kening Arno dan itu membuat Arno terkejut.

"Have a nice dream No. Gue di sini buat jagain lo."

Ghifari juga kembali mencoba untuk tertidur dengan memegang salah satu tangan dari Arno.

Pagi menjelang, Arno kembali terbangun dari tidurnya. Ghifari sudah menghilang dan hanya ada Wingky di sana yang sedang menonton film di tv yang tersedia. Ketika menyadari Arno sudah terbanun, Wingky mematikan tv nya dan beranjak pergi dari sofa untuk duduk di samping ranjang Arno. Ia menyimpan tangannya di kening Arno. Merasakan suhu tubuhnya yang mulai menurun. Bibirnya sudah tidak pucat lagi, warna merah mudanya sudah kembali seperti semula.

Wingky menawarinya minum, Arno mengangguk dan ia menyeruput air mineral dengan sedotoan. Wingky menyapanya dan terjadilah obrolan rinngan di antara mereka berdua.

Mulanya Wingky bertanya bagaimana kejadian kemarin bisa terjadi. Arno hanya menjelaskan saja beberapa bagian yang ia ingat. Termasuk kejadian di gubuk tua yang membuatnya sedikit merasa ngeri. Untuk menghindari rasa sedih, Wingky akhirnya mengalihkan pembicaraan dengan obrolan seputar lingkungan pekerjaannya di kantor baru.

Bunga CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang