Bagian 25

338 21 1
                                    

Halo semuanya!

Walah! sudah lama sekali tidak update. Maaf gak ada pemberitahuan hiatus sebelumnya. Galih sedang sibuk dengan urusan perkuliahan dan lain sebagainya. Selain itu, kemarin juga teman Galih mengalami kecelakaan. Jadi agak sedikit sibuk sana-sini. Ini chapter selanjutnya, semoga kalian suka.

Selamat membaca

*****

Asap yang mengepul dari tungku api menjadi satu-satunya objek yang menarik perhatianku. Hari ini tugasku di dapur. Memasak untuk ibu dan teh Lia. Ibuku sedang sibuk sejak kemarin lusa. Memanen padi milik pak Kohar si juragan beras. Teh Lia masih bekerja, hari ini akan menjadi hari terakhirnya bekerja. Ia telah memutuskan untuk resign dari pabriknya. Bang Wingky sih yang menyuruhnya. Sebagai calon istri yang baik, ia menurut.

Ngomong-ngomong, selama empat hari tinggal di kampung hidupku terasa senang. Senyum tak pernah lekang dari wajahku. Atmaku seolah kembali disegarkan oleh hangatnya kekeluargaan. Setiap harinya aku selalu bangun pagi dan mengurusi semua pekerjaan rumah. Setelah selesai biasanya aku pergi jalan-jalan. Mengingat masa kecilku. Saat aku masih berlarian dengan teman-temanku. Bermain petak umpet, kejar-kejaran, bola kasti, dan masih banyak lagi.

Kemarin, aku juga sempat bertemu dengan teman-teman kecilku. Emi, Ujang, Hendri, Siti, Susi, dan Dani. Mereka semua kembali lagi ke kampung setelah beberapa tahun memutuskan untuk pergi ke kota-kota besar mencari pekerjaan. Beberapa diantara mereka kini sudah berkeluarga. Susi dan Emi kini tengah mengandung anak mereka yang kedua. Aku juga kaget melihatnya. Bayangkan saja, teman yang dulu sering berlarian bersamamu kini sudah memiliki jagoan kecil. Ketika bertemu seperti kebanyakan orang lainnya, mereka memujiku. Menganggap bahwa nasibku sangatlah baik.

Di kampungku memang jarang sekali anak-anak muda yang melanjutkan sekolah ke jenjang yang tinggi. Bisa dihitung dengan jari siapa saja yang memiliki gelar sarjana di belakang namanya. Itu sebabnya ketika ada warga yang pergi kuliah, mereka akan mengagungkannya. Menganggap bahwa orang itu beruntung dan akan menjadi sukses. Ketika sedang mendapatkan pujian seperti itu, aku hanya tersenyum dan mengaminkan.

Selain bertemu dengan teman-teman lama, aku juga berkunjung ke sekolah SMA ku. Hanya sekedar untuk melepas rindu. Sudah hampir satu tahun aku tak melihatnya. Keadaan sekolah agak sedikit berubah. Taman yang dulu baru dibangun kini sudah jadi. Beberapa bangunanpun diperbaiki, seperti kantor guru dan TU. Sayangnya ketika aku mengunjungi sekolah, aku tak bisa bertemu dengan guru-guruku karena waktu itu hari memang sudah sore.

*****

Seseorang mengetuk pintu ketika aku baru saja menyelesaikan masakanku. Sebelum beranjak, ku lap tanganku yang berminyak. Aku kira yang datang teh Lia karena ia bilang akan pulang lebih cepat. Ketika aku buka pintu, bang Wingky berdiri di sana dengan setelan rapinya. Membawa banyak sekali kantung keresek berisi belanjaan. Melihat sosoknya aku jadi sedikit merasa canggung. Ia berjalan mendekati dan mengucapkan salam sambil memberi senyum berlesung pipinya yang manis. Aku menjawab senyumnya dan mempersilakannya untuk masuk dan duduk di ruang tamu.

Dengan hati yang tak karuan aku menawarkan minum kepadanya. Ia bilang ingin air putih saja. Langkah terburu-buru membawaku kembali ke dapur untuk membawakannya air minum dan beberapa kudapan yang memang selalu ibu sediakan apabila ada tamu. Setelah menghidangkannya, aku ikut duduk menemani. Baju lusuh dan kotor membuatku menjadi tak percaya diri. Beberapa kali aku menghindari pandangannya karena canggung. Aku masih belum bisa menatapnya lama.

"Ibu kemana?" tanya bang Wingky setelah meneguk airnya.

"Ibu lagi ke sawah bang, ada panen besar kemarin lusa. Sampai sekarang belum selesai. Mba Lia masih di pabrik, kayanya sebentar lagi pulang."

Bunga CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang