I'm back!
Maaf apabila banyak kesalahan dalam penulisan. Enjoy guys!
*****
Aku kembali terlelap saat berada di depan laptop. Keadaan sudah agak terang. Lagi-lagi aku mengecek layar laptop untuk melihat seberapa jauh aku menulis. Baru saja beberapa paragraf ternyata. Aku menghembuskan nafas, ternyata menulis juga tak menghilangkan rasa gundahku.
Aku terjaga sepanjang malam. Hingga pagi datangpun mata ini sulit terpejam. Hatiku resah tanpa alasan. Semuanya sudah ku lakukan. Menonton film, membaca buku, menulis puisi, melihat video di youtube, bahkan membuat makanan di dapur juga sudah ku lakukan demi menghilangkan rasa gundah ini.
Aku sadar, mungkin ini efek dua minggu lagi akan melaksanakan tes akhir seleksi double degree di kampusku. Tapi rasanya terlalu berlebihan. Jarak waktunya masih lama, tapi megapa hatiku seresah ini.
Aku mengambil gelas lagi dan meneguk isinya hingga habis. Tanganku membuka jendela kamar. Hawa dingin segera menguasai seluruh ruangan. Aku menarik nafas dalam-dalam. Mencoba menenangkan diri untuk berhenti merasa resah. Namun tetap saja debar jantungku terus berpacu.
"No?"
Sapa seseorang di belakang. Ghifari berdiri mendekat di sampingku.
"Lo baik-baik aja kan?"
Aku menghadap ke arahnya dan memberitahunya bahwa aku baik-baik saja. Namun sepertinya aku adalah orang yang tak pandai menyembunyikan sesuatu. Ghifari memegang pundakku, dia menyemangatiku.
"Jangan stress dong, kalau lo stress nanti tes terakhirnya gak akan bagus. Lo harus percaya sama diri sendiri. Ok?"
"Iya kak, terima kasih." Ku berikan senyum terbaik yang ku miliki.
Ghifari melepaskan tangannya dari bahuku lalu melihat ke arah jendela.
"Gimana kalau hari ini kita pergi jalan-jalan? Mau?"
"Ke mana?"
"Gak akan gue kasih tau, pokoknya sekarang lo mandi dan kita langsung pergi. Ok?"
"Sepagi ini?"
"Iya, ayo cepet-cepet."
Dia mendorong tubuhku menuju kamar mandi. Dasar si pemaksa.
******
Aku diajak berkeliling Kota Bandung. Sudah kuduga ia akan melakukan ini karena dulu ia pernah memiliki janji kepadaku. Ia memilih motor sebagai kendaraan kami hari ini. Katanya sih agar lebih praktis dan gak macet juga. Aku yang sedari dulu mengagumi kota Paris Van Java ini begitu senang. Banyak jalan-jalan yang kami lewati dengan segudang bangunan dan tempat ikonik Kota Bandung. Aku meminta Ghifari untuk berhenti sejenak di Gedung Sate. Dasar orang kampung, tiba-tiba saja mataku berkaca-kaca ketika berada di hadapan gedungnya. Ghifari bertanya mengapa aku menangis.
Jadi sejak dulu, aku ingin sekali melihat gedung ini dari dekat. Biasanya aku hanya melihat ini dari buku-buku paket sekolah atau dari internet. Aku sangat mengagumi bentuk bangunannya. Cat putihnya bagiku seperti sebuah simbol keagungan dan kemewahan. Aku jadi membayangkan ingin membawa ibuku ke sini juga. Pasti ibu senang.
"Kita pergi lagi yuk?"
"Ayo!" jawabku dengan semangat.
Kami kembali mengendarai.
Ghifari menyuruhku untuk berdiri di hadapannya. Tanpa malu, ia memasangkan helm di kepalaku dan menguncinya dengan kencang. Ia tersenyum dan menyuruhku untuk naik kembali ke atas motornya. Saat motor kembali berjalan, entah kenapa ada hasrat dalam diriku untuk melingkarkan tangan di pinggangnya. Ku lakukan hal itu begitu saja, tanpa ada rasa takut. Ghifari juga memberi respon yang baik. Ia malah mengusap tanganku yang melingkar di pingganggnya. Aku tersenyum malu, tak berani menatap wajahnya di spion.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bunga Cinta
Romance"Cintaku tidak musnah oleh waktu hingga maut menjemputku" Arno, seorang pria dengan penuh keluguan. Harus berpisah dengan keluarganya demi mengenyam pendidikan di kota parahiangan. Kehidupannya yang semula biasa saja, berubah menjadi penuh konflik...