Bagian 20

469 29 5
                                    

Tuhan adalah dzat yang maha hebat. Dengan kekuasaannya ia menciptakan segala hal. Jagat raya, bumi, manusia, hewan, tumbuhan, dan semua ia ciptakan dengan sempurna sesuai dengan fungsinya masing-masing. Namun ada yang jauh lebih hebat dari itu semua yaitu perasaan cinta, perasaan saling mengasihi dan menyayangi. Hal itu merupakan ciptaan tuhan yang paling indah. Setiap manusia akan memiliki dan mengalaminya. Bahkan manusia jahatpun masih memiliki cinta dan kasih sayang. Cinta menciptakan sebuah peradaban. Cinta bisa menciptakan sebuah kehidupan. Berkat cintalah kita diciptakan. Berkat cinta pula kita bisa bernafas dan hidup.

Cinta juga anugrah paling indah yang diciptakan tuhan untuk manusia. Itulah yang selalu dipercayai Arno. Ia rasa cinta adalah segalanya. Kehidupannya tak akan pernah menjauh dari cinta. Baginya cinta adalah setiap hembusan nafas, degup jantung, dan apapun yang membuat dirinya bisa hidup.

Kini pria itu tengah duduk di mejanya, mengenakan kaca mata dan menatap lekat ke layar laptop. Jendela kamar ia buka selebar mungkin. Hawa dingin Kota Bandung sudah terbiasa dengan kulitnya sekarang. Ia tak lagi kedinginan dan membutuhkan baju hangat. Arno sedang semangat-semangatnya menulis setelah kemarin ia kembali ke Yogyakarta. Ia mendapatkan banyak sekali inspirasi yang bisa dituangkan kedalam tulisan.

Wingky sudah pergi untuk melakukan perjalanan bisnisnya. Begitu juga dengan orang tua Ghifari. Saat ini di rumah hanya tinggal Ghifari, Arno, dan satpam di luar. Bi Imah tiba-tiba saja mendadak izin karena sakit. Semua pekerjaan dapurnya harus ditangani oleh Arno karena hanya ia yang bisa memasak di rumah saat ini.

Menyadari tinggal berdua dengan Ghifari membuat dirinya sedikit ketakutan. Bukan ketakutan dengan Ghifari. Namun takut dengan perasaannya sendiri. Ia takut perasaannya berubah dan menjadi bencana besar baginya dengan Wingky. Arno takut perasaannya kepada Ghifari semakin kuat. Maka dari itu, setiap bertatapan atau berpapasan dengan Ghifari ia sering menghindar.

******

Suara pintu diketuk dari luar dan mengejutkan Arno yang sedang serius menulis. Ia tahu itu pasti Ghifari. Ia diam saja karena merasa tanggung sedang menulis. Namun ketukannya semakin lama semakin keras. Hingga akhirnya Ghifari yang mengetuk pintu itupun merasa kesal dan masuk ke kamar Arno.

"Gue ketuk beberapa kali juga lo masih aja diem. Gak sopan banget si?"

"Yang gak sopan itu kakak, bukan Arno. Pagi-pagi udah ganggu orang aja."

"Ya lagian jam segini lo masih diem aja di kamar. Kaya ayam yang lagi bertelor tau gak. Lagi ngapain sih?"

Ghifari menghampiri Arno. Kedua tangannya bertumpu pada bahu Arno yang sedang duduk tegap membelakanginya. Lagi-lagi debar jantung itu datang lagi. Membuat Arno jadi tak karuan dan wajahnya memanas.

"Lagi nulis ya? Pasti karena kemaren jalan-jalan ke Yogyakarta. Jadi banyak inspirasi. Mana sini gue baca."

Ghifari melebarkan kedua tangannya hendak mengambil laptop. Posisinya kini seperti sedang memeluk Arno dari belakang. Posisi itu membuat Arno semakin tak karuan, dengan cepat ia menutup laptopnya dan berdiri. Kepalanya berbenturan dengan dagu Ghifari yang memang sedang pas berada di atas kepala Arno. Mereka berdua meringis.

"Lo ngapain si bangun tiba-tiba. Sakit nih dagu gue. Untung lidah gak kegigit."

"Ya abisnya ngapain sih gangguin Arno. Kak Ghifari mau apa sebenernya?"

Belum juga menjawab, perut Ghifari berbunyi. Ia menggaruk tengkuknya yang tak gatal lalu tersenyum pongah.

"Lo ngerti kan? Gak usah dijelasin lagi."

"Ya udah, kita ke bawah sekarang. Mau dimasakin apa?"

"Pengen nasi goreng, tapi pake udang sama cumi yang ada di lemari es. Ya? Bisa kan?"

Bunga CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang