Bagian 8

535 36 6
                                    

Pagi-pagi sekitar pukul delapan, aku terbangun. Tubuhku terasa hangat karena mengenakan selimut yang semalam digunakan oleh Ghifari. Ketika aku melihat ke samping, tak kutemukan Ghifari. Namun tak berapa lama dari sana, Ghifari datang lalu masuk ke dalam tenda sambil membawa dua gelas teh hangat yang asapnya masih mengepul.

"Baru bangun?"

Aku mengangguk sambil mengucek mata.

"Kaya kebo lo" katanya lagi mengejek. Aku tak perduli.

Dia menyodorkan segelas teh hangat itu kepadaku. Aku menerimanya, terasa sangat nyaman di kedua tanganku. Aku menyeruputnya sedikit demi sedikit. Terasa hangat di tenggorokanku.

"Semalem lo menggigil banget"

"Maaf ngerepotin" ucapku.

Pipiku terasa panas kebali. Sepertinya mulai memerah, semoga ia tidak menyadarinya.

"Hari ini agendanya apa kak?"

"Sebentar lagi kita mau ke sungai buat mandi. Terus abis itu bakalan ada games kaya posposan gitu lah buat seru-seruan. Tapi gue males ikut begituan, kalau lo mau ikut ya ikutan aja sama temen-temen gue"

Selepas itu tak ada pembicaraan lagi.

Sekitar sepuluh menit kami berduaan di dalam tenda dengan kecanggungan, Ghifari mulai mencairkan kembali suasana dengan mengajakku keluar sambil membawa peralatan mandi. Sebenarnya di tempat perkemahan ini ada kamar mandi umum, tetapi yang lainnya ingin merasakan bagaimana mandi di alam. Aku mengikut saja.

Selama di perjalanan, aku berjalan sendirian. Ghifari berjalan di depan sana dengan Gina dan teman-teman lainnya. Agam juga di depan sebagai penunjuk jalan. Dalam kesendirian itu, aku lebih banyak mengamati sekitar. Padahal sudah menginjak hari kedua, tapi aku baru menyadari keindahan hutannya. Terasa damai dan tenang. Sayang aku tidak membawa notebook. Padahal aku bisa menulis banyak hal di tempat tenang seperti ini.

Selama lima belas menit berjalan, aku mulai mendengar suara aliran sungai. Kesegaranpun mulai terasa dan akhirnya kami sampai di sungai. Setibanya kami disana, semua orang segera berlarian menuju tengah sungai. Sebagian berteriak ketika kulitnya menyentuh air yang dingin. Aku melihat Agam di ujung sungai. Membuka kaus abu-abunya lalu melompat ke dalam sungai yang cukup dalam sambil berteriak. Aku tertawa melihat tingkahnya, seperti anak kecil.

Tiba-tiba saja beberapa orang berlarian ke arahku. Dengan cepat mereka memegang kedua pergelangan tangan dan kakiku. Aku berteriak meronta. Mereka akan menceburkanku ke dalam sungai.

"Ayo ceburin Arno" teriak seseorang yang tak ku kenal namanya.

"Satu.. Dua.. Tiga.." dan akupun melayang.

Saat tubuhku masuk ke dalam sungai, terasa segar sekali. Aku kembali berenang ke permukaan. Semua orang tertawa, begitu juga denganku. Ah, akhirnya aku merasa dianggap oleh mereka semua. Orang-orang yang melemparku tadi juga ikut masuk ke sungai. Menghampiriku dan kami saling mencipratkan air. Aku sempat melihat Ghifari di tepian sungai. Tersenyum ke arahku, namun ketika ia menyadari pandangan kami bertemu, senyumnya hilang.

Ia membuka bajunya dan terlihatlah tubuhnya yang sempurna. Seperti pria-pria yang mengikuti kontes ketampanan. Badannya proporsional dengan otot yanng cukup menyegarkan mata pria-pria homosexsual sepertiku. Setelah menyimpan bajunya di batu, ia menceburkan diri dan berbaur dengan Gina.

Aku kesal, aku cemburu melihatnya dengan Gina. Sebenarnya aku tidak punya hak untuk cemburu atau kesal. Betapa bodohnya aku yang menyukai pria seperti Ghifari yang jelas-jelas normal dan tidak akan menyukaiku sampai kapanpun.

Bunga CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang