Bagian 24

403 23 2
                                    

Halo semuanya!

Maafkan Galih karena telat update terus. Seperti biasa sedang sibuk kuliah dan lain sebagainya. Ini cerita baru untuk kalian, semoga bisa mengobati rasa rindunya.

Selamat membaca!

*****

Hidup adalah bianglala. Aku percaya sekarang. Semuanya terus berputar dan aku telah melewati titik terendah dalam hidupku. Aku bersyukur karena diriku tak terlalu lama berada di bawah. Tiga bulan sudah terhitung cepat kan? Ya, sudah tiga bulan aku melewati berbagai hal yang sangat sulit ku hadapi. Bang Wingky dan kakakku sudah bertunangan. Cincin manis yang bang Wingky belikan sudah terpatri indah di jari manis kakakku. Aku menyaksikannya. Menyaksikan bagaimana kakaku menatap penuh cinta pada mantan kekasihku yang sebentar lagi akan berubah status menjadi kakak iparku. Aku juga melihat kebahagiaan dalam wajah Wingky. Entah itu wajah asli atau palsu, yang pasti aku meyakini bahwa ia bahagia dengan pilihannya karena senyum tak pernah lekang dari wajahnya.

Semenjak pertunangan itu, aku dan bang Wingky sudah jarang berbicara. Bahkan bertemupun hanya pada saat sarapan pagi dan makan malam saja. Apalagi sekarang, aku sudah tidak pernah bertemu dengannya karena ia sudah memutuskan untuk memiliki rumah sendiri. Wingky sudah pindah ke rumah barunya dan sebentar lagi rumah itu akan diisi olehnya dan kakaku. Aku juga berencana tinggal di sana. Teh Lia yang mengajak, bahkan ibu juga akan di boyong ke Bandung. Tapi dalam hati kecilku, aku menolak. Aku tidak akan bisa tinggal disana bersama bang Wingky. Aku takut perasaan ini akan semakin memburuk dan memberi dampak tak baik bagi hubunganku dengan teh Lia.

Selama masa-masa terendah dalam hidupku ini, aku melakukan segala hal dengan simple. Tak pernah main keluar untuk sekedar hang out bersama teman-teman. Kecuali jika Ghifari yang memintaku, aku baru akan keluar. Itupun dengan perasaan terpaksa.

Pekerjaanku hanya kuliah dan diam di kamar. Menulis cerita yang selalu aku publikasikan di wattpad. Bahkan sekarang karya-karyaku sudah mulai muncul di koran kompas. Aku selalu melakukan hal positif untuk mengisi ruang kosongku. Bahkan sekarang, akupun sudah tergabung dengan komunitas penulis di Kota Bandung.

Berbicara mengenai kuliah, aku sudah memantapkan diri untuk mengikuti program double degree. Jadwal test di tingkat universitas pun sudah muncul. Om Yudi dan tante Asri sangat mendukungku. Mereka bahkan mendaftarkanku untuk les bahasa Inggris. Kecakapan bahasa Inggrisku memang tidak terlalu lancar. Di sisi lain, Ghifari juga selalu menyemangatiku. Setiap malam ia akan selalu datang ke kamarku. Menemaniku praktek berbicara bahasa Inggris atau bahkan hanya tidur-tiduran saja sambil sibuk membaca buku masing-masing. Ia sudah berubah sedikit. Jiwa perdulinya sudah bisa kurasakan. Meskipun kadang sifat cuek dan jahilnya masih ia lakukan kepadaku. Setidaknya, aku sedikit mulai merasa nyaman jika berada di sampingnya. Kata canggung sudah terhapus dalam kamus hubunganku dengannya.

Malam ini Ghifari sudah berjanji akan menjemputku di tempat les. Sejak jam tujuh malam aku sudah menunggunya di lobby. Beberapa temanku sudah pulang lebih dahulu. Aku mencoba mengecek lagi gawai. Tak ada balasan darinya bahkan saat ku telfon nomornya sedang tidak aktif.

Aku memutuskan untuk menunggunya di luar, sambil mencari makanan karena perutku sudah mulai kruyukan. Ketika di ambang pintu, aku melihat sosoknya berlari mendekat. Dengan nafas yang tersengal-sengal ia meminta maaf kepadaku.

"Sorry I'm late. Can we go now?"

"Nomor WA nya ko gak aktif?"

"Hpnya gue charge di rumah. Udah selesai kan, yuk."

Bunga CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang