"Ini semua salah ayahmu yang tidak berguna itu. Tak semestinya ia pergi tanpa mengajarkanmu apa pun."
--episode 08--
Dari sekian banyak teman yang dipunya Umar, ada seekor binatang yang menjadi penghiburnya kala berada di istana. Namanya Comel, seekor kucing jenis anggora. Ia berbulu halus dengan warna jingga dan putih. Matanya berwarna coklat, ukuran tubuhnya sedang, dan sangat pas untuk di bawa ke mana pun dengan memeluknya di depan dada.
Kucing itu tidak didapat Umar dengan menghabiskan uang secara sengaja di toko binatang peliharaan. Juga bukan karena pemberian dari siapapun. Comel tiba-tiba saja datang ke kamar pemuda itu, dan beberapa waktu kemudian mereka menjadi sepasang sahabat. Pengusiran, itulah yang dilakukan Umar saat awal-awal si kucing muncul tanpa permisi. Namun, akhirnya ia menyerah karena kucing itu terus kembali ke sana. Dibiarkanlah Comel untuk tinggal di kamarnya.
"Nak, apa kau lihat kucing ayah?"
Di sebuah waktu di mana Umar dan Comel bercanda ria di kamar, tiba-tiba Vasilia datang mengetuk pintu. Diungkapkanlah kalau kucing itu sebenarnya adalah peliharaan sang ayah. Kala itu, Umar yang masih berusia 17 tahun langsung meraih Comel dan menyerahkannya pada ayahnya.
Dengan menguntaikan sebuah senyuman penuh kelembutan dan kasih sayang, Vasilia berkata, "Ya sudahlah kalau Comel memang betah tinggal di kamarmu. Yang terpenting kau harus merawatnya dengan baik dan penuh cinta."
Sampai saat ini, sudah 3 tahun lebih mereka berdua menjadi sepasang sahabat dekat. Sampai 3 tahun lebih ini pula, kucing itu belum pernah sekalipun kabur dari kamar, meski pintu dan jendela terbuka lebar.
--(0)--
Sesi sarapan tiba. Terhidanglah sepiring nasi lengkap dengan lauk dan alat makannya di depan sang raja. Pagi ini, Umar tak beranjak dari kamarnya. Duduklah ia di depan ranjang dengan menyantap sarapan itu. Tak ketinggalan, seporsi makanan kucing ia siapkan di samping kanan. Dibiarkanlah Comel untuk bangkit dari sikap tubuh terakhirnya, dan berjalan mendekat ke tempat makanannya yang berwarna abu-abu.
Takseperti biasanya. Makanan favorit Comel yang dihidangkan tidak berhasil membuat mulutnya untuk senantiasa terbuka. Ia hanya menjilatinya, untuk kemudian mendekati kaki Umar yang bersila, lalu terdiam di sisi kanannya.
--(0)--
"Hei, Comel, ada apa?" Umar meletakkan sepiring sarapan di samping kiri. Kemudian dieluslah kepala kucing kesayangannya itu dengan lembut.
Sang kucing kerajaan bereaksi. Melepaslah ia dari sentuhan lembut raja dan lompat ke titik silang kaki lelaki itu. Terpikirlah suatu hal oleh Umar, mungkin sahabatnya itu ingin dipeluk dan diajak menikmati pagi di atas balkon. Bergeraklah kedua tangan si pemuda bermata biru untuk meraih tubuh si kucing pendiam itu.
Persepsi ternyata salah. Hampir sepasang tangan Umar sampai di bawah dada Comel, tiba-tiba kucing itu melompat ke samping kirinya. Terinjaklah seporsi nasi goreng lezat yang lengkap dengan omelette itu oleh keempat kakinya. Sang raja muda terperangah. Bergeraklah tangan kanan dan kirinya kembali untuk meraih binatang pendiam itu.
Entah ada apa, Comel langsung melangkah menuju pintu kamar. Tak seperti beberapa saat lalu yang pergerakkannya cukup pelan seperti biasa, kucing itu kini berlari cepat.
"Comel, kau mau ke mana?!" teriak Umar yang kemudian meratapi sepiring sarapannya sesaat. Baru satu sendok yang mendarat dengan khidmat di dalam mulutnya, tapi kini makanan lezat itu tak dapat lagi disantap.
Bergegaslah Umar menegakkan kedua kakinya. Tanpa jubah khas raja, dan tanpa pula tanda bangsawan apa pun. Melangkahlah Umar keluar kamar dengan mengenakan kaos polos berwarna abu-abu dan celana kain senada.
Dari depan pintu, pandangan digerakkan ke kiri dan kanan, tapi Comel tak terlihat. Melangkahlah ia ke kiri dengan mengendap-endap layaknya pencuri menuju sebuah pot bunga setinggi pinggangnya. Asumsinya, kucing itu berada di balik pot bunga di depan matanya. Sang kucing kerajaan memang suka sekali bermain di dekat pot bunga.
"Yang Mulia sedang apa?"
Seorang wanita pelayan tiba-tiba muncul dan menyentuh bahu Umar. Berputarlah tubuhnya ke belakang, lalu ia berkata yang bukan sebuah jawaban dari pertanyaan itu, "Sarapanku ada di kamar, kau bisa masuk dan mengambilnya sendiri."
Setelah mengatakannya, kembali sang raja melanjutkan langkah mendekati pot bunga, dengan tetap perlahan.
"Tapi Yang Mulia sedang apa, mungkin aku bisa membantu?"
Tanpa menoleh. Dari belakang terlihat kepala lelaki berambut gondrong itu yang menggeleng. Namun, rasa penasaran belum meredam. Diulangilah pertanyaan itu.
"Ambil sarapanku lalu pergilah! Jangan ganggu aku!" perintah Umar.
Perintah dituruti, melangkahlah sang pelayan ke dalam kamar raja. Sementara itu, diteruskanlah asumsi keberadaan Comel di balik pot bunga. Mengendap-endap, terus mengendap-endap, dan ....
"Dar!!"
Tak ada apa-apa di sana, itu yang terjadi. Namun, misi pencarian enggan dihentikan. Dengan tubuh yang membungkuk dan pandangan mengarah ke atas lantai, hadirlah seberkas petunjuk. Beberapa butir nasi goreng berceceran di sana yang mengarah ke ujung lorong. Sarapan yang gagal ternyata membuat petak umpet Comel lebih mudah ditaklukkan. Berjalanlah Umar dengan tegak seraya mengikuti butir-butir nasi goreng itu berada.
--(0)--
"Siapa si kurang ajar yang menghambur-hamburkan nasi goreng ini?!" gerutu seorang pelayan istana yang sibuk menyapu di sebuah area pameran seni.
"Jangan sapu nasi goreng itu! Jangan sapu!" teriak Umar dari sebuah lorong yang menghubungkan area pameran itu dengan ruangan lain.
Tangan yang sedari tadi sibuk menggerakan sapu kesana-kemari seketika menjeda kegiatannya. Dengan dahi yang mengerut, ditataplah sang raja dan langkahnya yang berangsur cepat. Begitu pemimpin tertinggi itu lewat, dilontarkanlah pertanyaan yang serupa seperti pelayan wanita di depan kamar Umar tadi.
Jawaban Umar sama. Ia menggeleng tanpa menoleh dan menghentikan larinya.
Lari dan terus berlari. Disusurilah beberapa lorong panjang berhiaskan lampu-lampu kristal dan lukisan pemandangan di sisi kiri dan kanannya.
"Bagaimana bisa butir-butir nasi goreng ini bisa terus ada di sepanjang jalan ia berlari? Apa jangan-jangan ia mencengkeramnya dan melepas satu per satu agar aku dapat mengikutinya? Ah, dasar kucing merepotkan!" gumam Umar.
Pencarian yang sekian waktu dan menghabiskan begitu banyak keringat pun akhirnya berhenti. Terlihatlah Comel yang sedang sibuk menjilati kaki kanan depannya. Kucing itu berada di seberang sebuah pintu kamar yang terbuka agak lebar.
"Comel, berhenti di sana!"
Sama seperti manusia, binatang juga terkadang sulit dimengerti perilakunya. Begitu Umar berteriak di ujung lorong, kucing itu menghentikan jilatannya. Matanya yang berwarna coklat menatap tajam ke arah sang raja. Sesaat kemudian, keempat kakinya kembali ditegakkan. Dengan angkuh ia berjalan lurus ke depan. Masuk ke ruangan yang pintunya terbuka itu.
"Dasar merepot ...."
Kedua kaki terdiam dan mulutnya menganga sebab kalimat yang tak usai. Dada hanya tak sibuk atas aktivitas menstabilkan napas, tapi juga terkejut pada ruangan yang dimasuki kucing kesayangannya.