Episode 27

9 0 0
                                    

Syekh, ajarkan aku tentangNabi Muhammad lebih banyak lagi. Jelaskan padaku keindahan Alquran lebih luaslagi.    

--episode 26--


"Menurut informasi, keadaan di sana sudah sangat mengerikan. Tiap harinya, selalu ada rakyat yang dieksekusi karena dianggap menyusahkan keuangan istana," jelas seorang lelaki yang berada di perahu yang sama di mana Umar berada.

"Untuk itulah aku ingin kembali merebut kembali kepemimpinan di sana. Insyaallah cita-cita yang diimpikan oleh ayah bisa kuwujudkan." Ucapan Umar pun diamini oleh orang-orang di satu perahu yang bersamanya.

Di tengah-tengah perjalanan, sang pemuda bermata biru yang kini memelihara janggut itu tetiba saja digelayuti penasaran. Bertanya ia tentang sosok informan yang selalu mengirimkan informasi tentang Neingod.

Jawaban pun langsung diberikan. Sosok yang disebut namanya ialah lelaki yang sama yang mengirimkan informasi saat Umar diserang oleh para Serigala Perak. Ia memata-matai pemuda itu tanpa bisa diketahui.

"Jangan bercanda. Apa kau tidak salah?" Umar tertawa kecil. Tak percaya ia dengan sosok yang disebut.

Tawa yang lebih besar menjadi respons, lalu lelaki yang tadi membeberkan informasi kegentingan di Neingod berujar, "Ia akan membantu kita untuk misi malam ini. Lihat saja."

Akhirnya, lima buah perahu itu pun melewati dinding kerajaan dan sampai di dermaga tanpa hambatan. Sebelum mendaratkan kaki, mereka memakai jubah hitam dan topeng yang terbentang dari pipi kiri sampai ke pipi kanan. Jubah hitam yang panjangnya sampai lutut itu bukan hanya sebagai penyembunyi diri. Ada berbagai macam senjata terselip di baliknya.

"Umar, baiknya kita bagi tim ini menjadi dua. Kau akan memimpin menuju target utama, sedangkan aku yang akan pergi ke target kedua," usul sosok paling besar di tim itu, Khalid.

Walau statusnya sebagai ketua, Umar tak bisa mengingkari pengalaman dan ilmu yang dimiliki gurunya itu. Usul pun disetujui. Setelah berjalan bersama menyusuri beberapa blok, memencarlah mereka menjadi dua bagian sama banyak, yakni sepuluh orang. Kelompok pertama yang dipimpin Khalid berbelok ke kiri, sementara Umar dan sembilan rekannya berangkat menuju kanan.

Sepanjang perjalanan dari dermaga, Umar keheranan dengan suasana sepi tanpa ada satu penduduk pun yang terlihat. Lampu-lampu pun banyak sekali yang tak menyala, baik dari rumah penduduk maupun tiang lampu jalanan. Hari memang sudah hampir tengah malam, tapi kesunyian yang dirasakannya bukanlah hal biasa.

Kelompok kedua akhirnya sampai di ibu kota. Pertanyaan untuk keheranan sang ketua nampak tak terjadi di sana. Pada tepian jalan, banyak orang berpesta ria bersama. Dimulai dari mabuk-mabukan, judi, hingga bercumbu dengan lebih dari satu pasangan. Perilaku-perilaku itu tentu tak menjadi hambatan bagi misi. Sikap individualis telah melekat dan menutup sisi kemanusiaan. Umar dan rekan-rekannya yang notabene mencurigakan pun lolos begitu saja.

"Mulai dari sini kita akan berpencar. Mereka jauh lebih punya sikap peduli daripada orang-orang tadi." Instruksi sang ketua langsung dijalani. Mereka pun saling memisah di sebuah persimpangan yang berada dekat pasar malam.

Dengan tetap mempertahankan penampilan misteriusnya, berjalanlah Umar menyusuri kawasan perdagangan itu. Dalam setiap langkah yang bergerak perlahan, matanya selalu bergantian melihat dengan tajam dari kiri ke kanan. Ada yang terlihat kaya raya dengan emas mentereng di kiri dan kanan tangan. Ada juga yang menengadahkan tangan untuk memelas belas kasihan.

Negeri Tak Bertuhan (Sudah terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang