Episode 29

14 0 0
                                    

    Kau mau tergeletak di atastanah seperti teman-temanmu, atau selamat dengan memberikan informasi yang kamimau?    

--episode 28--


Tiba-tiba dari arah belakang mereka berdiri, sebuah hentakkan langkah yang dilakukan bersamaan terdengar. Begitu Khalid dan rekan-rekannya menoleh ke asal suara itu, mereka pun berhasil dibuat terkejut karenanya. Sekelompok orang yang mengenakan pakaian khas Serigala Perak muncul dengan menghunuskan pedang.

Dari kedatangan mereka itu, makin bingunglah Khalid mengenai jumlah pasti dari musuh-musuhnya. Informasi yang didapatkan rasanya kurang tepat, bahkan bisa dikategorikan tidak tepat. Para lawan yang telah dilumpuhkan saja sudah melebihi data, dan sekarang justru bertambah banyak.

"Ada apa ini? Mana ancaman yang tadi? Apa jangan-jangan kalian ketakutan?" ledek lelaki yang tadi sempat disodorkan ancaman oleh Khalid bersama gelak tawa di awalnya.

Tak ada balasan atas ledekan itu. Meski tak sepenuhnya, apa yang terkandung di dalamnya merupakan sebuah kebenaran. Kelelahan yang cukup terasa berhasil membuat celah agar ketakutan tumbuh subur. Ingin kabur, tapi transportasi yang mereka tumpangi sudah tidak ada. Berlari jauh agar setidaknya bisa mencari tempat sembunyi pun terasa percuma. Akhirnya, kelompok yang anggotanya berguru pada Syekh Ahmad itu hanya mampu tertegun.

Dari kelompok yang beranggotakan sepuluh orang itu, hanya seoranglah yang keberaniannya tak goyah. "Dari apa yang kulihat, jumlah mereka tidak sampai lima puluh orang. Kita mungkin bisa menghadapinya," ucap Khalid dengan intonasi pelan.

Kesembilan rekan seperjalanannya langsung menatap sang ketua dengan nanar. Ada sebuah persepsi ketidakmungkinan pada optimisme barusan. Kalau lawannya penduduk biasa tentu kemenangan sangat bisa dipetik, tapi ini Serigala Perak-lah yang berdiri melawan mereka.

"Ketua, aku percaya pada kemampuanmu. Namun, rasanya aku lebih memilih untuk menyerah daripada mati dicabik-cabik oleh mereka," ujar salah seorang rekan Khalid yang wajahnya sudah tak lagi dilindungi topeng serta dengan pelipisnya terluka.

Ucapan tadi ditanggapi dengan anggukan oleh sebagian besar anggota kelompok. Mereka langsung mengerumuni lelaki yang barusan mengeluarkan kalimat yang bertolak belakang dengan sang ketua.

"Aku akan berunding dengan musuh," ucap sang lelaki dengan pelipis terluka itu.

Ia keluar dari kerumunan. Pedang yang ada di tangan ditancapkan ke atas tanah. Dengan ketakutan yang sekuat tenaga ditahan, ia melangkah maju mendekati barisan musuh yang baru saja datang.

"Kedatangan kami di sini hanya untuk bertanya dan tanpa niat untuk menyerang apalagi membunuh kalian."

"Apa yang kau ingin tanyakan?" tanya seorang Serigala Perak yang berdiri paling tengah. Suaranya terdengar cukup berat, dan tangannya tetap lurus menghunuskan pedang.

"Tentang isu peran kalian. Apakah benar kalian telah membantu lelaki bernama Halil Sebastian untuk menyingkirkan Syekh Ahmad serta Umar?"

Lelaki yang merespon pertanyaan rekan Khalid tadi melangkah maju. Makin dekatlah ujung pedang di depan mata menuju lehernya. Sekali langkah mendekat, sekali lelaki itu menelan ludah. Ketakutan yang ditutupi mulai merembes dan meretakkan pertahanan. "Apa keuntungan bagi kami jika menjawab pertanyaan itu?"

"Ka-kami akan secepatnya pergi dan tak kembali. Pertumpahan darah di antara ki-kita juga tidak akan ada lagi." Keringat dingin mulai bercucuran dari dahi. Dengan memaksa mata untuk tetap menatap lawan di depannya, terlihat sosok sang musuh yang membisu.

"Baiklah, kami akan membiarkan kalian pergi." Tangan yang menghunuskan pedang ditarik turun.

"Be-benarkah?" Tensi rasa takut ikut menurun. Cucuran keringat juga mulai tak sederas beberapa saat lalu. "Te-terima ..."

"Tapi ke neraka!" Hal mengerikan terjadi. Tangan yang tadinya turun bersama pedang di genggaman tiba-tiba saja naik kembali. Dan tanpa perlu menunggu 1 detik, tangan itu berayun dan memotong leher lawan berundingnya.

"Ah, sepertinya tadi kau ingin mengucapkan terima kasih. Oleh karena itu, tolong tambahkan kata 'banyak' juga karena kau tak perlu repot berlari. Aku sudah membuatmu pergi lebih cepat, 'kan?" Anggota Serigala Perak itu melirik ke arah kepala yang baru saja terjatuh ke atas tanah.

Amarah langsung memuncak. Mendobrak ketakutan yang tadi sempat berkuasa. Dengan sebilah pedang pada genggaman, anggota kelompok Khalid langsung memburu musuh di depan mata. "Mati kalian!" seru mereka bersamaan.

Tak mau kalah, para Serigala Perak itu pun turut menyongsong medan pertempuran. Perkelahian kembali pecah, tapi dengan keadaan yang tampak tak seimbang. Pihak kelompok Khalid berkurang satu orang serta tenaga sudah terkuras, sedangkan mereka datang dengan stamina penuh.

"Berhenti!" Tetiba saja laju anggota kelompok Khalid berhenti.

"Kalian pergilah dan bantu Umar menyelesaikan misi! Firasatku mengatakan kalau di sana juga ada jebakan yang menunggunya juga."

Sikap memburu yang terhenti juga terlihat pada Serigala Perak. Terperangah mereka pada sosok bertubuh besar itu yang seakan-akan meremehkan.

Ketidakyakinan membuat rekan-rekan Khalid tertegun menatap sang ketua. Satu-satunya anggota yang belum terlihat kelelahan itu memang kuat, tapi keraguan tentu ada. "Tentu tidak bisa. Kalau lawannya orang biasa kami tak mungkin ragu, tapi sekarang-"

"Ini perintah!" seru Khalid dengan menyembunyikan wajahnya.

Sang ketua sudah kembali menyeru. Mau tak mau, mereka harus pergi. Mereka harus percaya kalau lelaki itu tak sembarangan dengan apa yang diperintahkannya. Akhirnya, mendekatlah kedelapan orang itu pada Khalid. Dengan sedikit tersenyum dan beberapa mata yang menatap nanar, mereka kompak mengucap, "Semoga Allah menyelamatkanmu."

Rekan-rekan Khalid pun pergi melalui jalur sebaliknya. Satu-satunya anggota Serigala Perak yang tersisa dari pertempuran tadi pun urung memberhentikan kepergian musuhnya. Hal itu bukan tersebab keputusannya sendiri, melainkan sebuah instruksi lain.

"Aku tak tahu siapa dirimu ini. Aku juga tak mengerti kenapa kau senekat ini untuk meloloskan rekan-rekanmu. Namun, yang jelas kau adalah lelaki bodoh. Lelaki yang sangat amat bodoh!" serang sosok yang baru saja melakukan pemenggalan. Pedang di tangan kanan terhunus ke arah Khalid, sementara tangan kirinya tegak ke arah langit.

Tak ada kalimat sebagai balasan. Tak terlihat pula gestur tubuh sebagai isyarat atas ketidakterimaan pada ejekan barusan. Dengan mempertahankan wajahnya yang menatap tanah, ia menurunkan tubuh. Tangan kirinya meraih sebilah pedang yang tergeletak tak bertuan.

Awan-awan sudah mulai saling bertautan. Bergumul mereka menciptakan gumpalan awan hitam yang melebar hingga sedikit melewati tembok kerajaan. Akhirnya, tempat itu benar-benar tak berhasil ditembus cahaya bulan. Turunlah hujan dengan intensitas sedang ke atas permukaan tanah.

Khalid membuka kuda-kuda dengan kaki dan tangan kanan di depan. Lelaki dari Serigala Perak yang tadi memprovokasi menarik tangan kirinya ke depan hingga lurus terarah pada sang musuh, dan, "Bunuh dia!"

Negeri Tak Bertuhan (Sudah terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang