Episode 05

19 5 0
                                    


    "Huh, untuk apa melihatpenguburan ayah yang merepotkan itu?"    

--episode 04--


Balai agung istana.

Di sebuah ruangan yang terletak di lantai dua istana, ada tempat di mana para menteri serta raja berkumpul dan berdiskusi. Kini ruangan itu diisi oleh tiga orang petinggi yang nampak sedang berdiskusi sambil menunggu sesuatu. Mereka adalah Hilal, Adelardo, dan Mary.

"Mary, kau setuju untuk mendukungku, 'kan? Kau tak perlu khawatir, aku akan menurutimu tentang kebebasan bagi kaummu itu," ucap Halil yang duduk di kursi paling ujung. Sebuah posisi di mana Vasilia biasa berada di sana.

Belum respon atas pertanyaan Halil tadi muncul, tiba-tiba datang ketukan pintu.

"Huh, apa-apaan kalian membuatku menunggu lama sekali? Aku sudah menghabiskan beberapa cangkir anggur, bodoh!" ucap Halil. Kalimat itu tertuju pada Joseph, Satya, dan Natalie yang muncul dari balik pintu

"Kaulah yang apa-apaan? Kenapa kau tak hadir pada penguburan Yang Mulia?" tanya Joseph, matanya agak melotot. Ia sangat menghormati Vasilia.

Tak ada maaf sebagai jawaban, Halil justru mengatakan kalau penguburan sang raja tidaklah begitu penting untuk dihadiri. Ia berpendapat, kalau 5 orang penjaga makam saja sudah cukup untuk melakukannya.

Apa yang jadi ucapan penasehat raja itu memang benar. Ia berlandaskan pada sebuah kenyataan, bahwa tidak terdapatnya ritual khusus apa pun dalam proses penguburan. Namun kemarahan Joseph juga beralasan. Saat peletakkan jasad Vasilia di liang lahat, hadir ribuan penduduk Neingod di pemakaman. Mereka semua bersedih atas kepergian sang raja.

"Apa kau tidak malu pada rakyat yang menyisihkan waktu mereka demi mengantar Yang Mulia ke tempat peristirahatannya?!" Amarah masih menggelayuti Joseph.

"Bukankah sudah kubilang itu tidak penting?" Halil menyunggingkan seringai.

Atmosfer mulai meletup, amarah hampir menjebol kesabaran hati Joseph secara total. Dari mulutnya, terdengar gigi geraham yang digertakkan. Kedua tangan yang lurus di pinggang pun mulai mengeraskan kepalan.

"Kuasai amarahmu, ingat itu! Yang Mulia tidak akan senang kalau kau mudah sekali dipancing." Sadar kalau rekan kerjanya hampir dirangkul amarah, Satya langsung menghampiri dengan menyentuh kedua pundaknya. Lelaki plontos itu tahu, kalimat yang dilontarkan Joseph saat marah sangatlah tidak enak didengar.

Gejolak berhasil diredam. Akhirnya keenam petinggi itu duduk bersama.

"Aku ingin membicarakan pewaris tahta selanjutnya," ucap Halil.

"Setelah tadi aku berbicara dengan Mary dan anakku, Adelardo, kami merumuskan syarat untuk menjadikan seseorang menjadi raja. Salah satu di antaranya yang amat sangat terpenting adalah pengalaman. Oleh karena itu, kami memutuskan untuk menjadikanku, Halil Sebastian, sebagai raja kedua bagi kerajaan ini." Sambil menegakkan duduknya, Halil menyilangkan kedua tangan, dan sedikit membusungkan dada.

"Paman, kau ini sangat memalukan!" Joseph berdiri, lalu melotot ke arah Halil dengan sebelumnya menggebrak meja.

Pembelaan dihadirkan. Adelardo turut berdiri, "Memangnya kau punya calon yang lebih mumpuni?"

Serangan berhasil mengenai argumen Joseph. Pupil mata yang tadi fokus pada Halil akhirnya bergerak. Melihat secara bergantian dari satu menteri ke menteri yang lain. Mencoba meramu argumen yang lebih kuat untuk dihujamkan pada Adelardo.

Negeri Tak Bertuhan (Sudah terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang