kagum pada sosok yang sangat hebat itu. Namun, di sini masih ada yang menjadi pertanyaan dalam benakku.” Umar menatap sang guru dengan mata berbinar-binar.
“Apa itu?” Dengan kedua tangan yang menggenggam kepala tongkatnya, Syekh Ahmad mengernyitkan dahi pada Umar.
“Kalau Nabi Muhammad menjadi guru seorang Umar bin Khattab. Maka, siapa yang menjadi guru beliau?”
“Malaikat Jibril. Beliau mendatangi Nabi Muhammad berdasarkan tugas yang diberikan oleh Yang Maha Mulia, Allah subhanahu wa ta’ala.”
Umar menundukkan pandangannya. Ia menatap kedua tangannya yang dibuat mengepal. Ada kalimat yang sedang diramu untuk segera dilontarkan dengan penuh keyakinan.
“Syekh, ajarkan aku tentang Nabi Muhammad lebih banyak lagi. Jelaskan padaku keindahan Alquran lebih luas lagi. Jadikan aku salah satu bagian dari agamamu. Buat aku menjadi seorang muslim seperti Anda, Radu, dan Ibnu Khalid.”
Kedua mata yang berkaca-kaca terlihat dari wajah Syekh Ahmad. Bangun ia dari sofa dan berjalan pelan menuju Umar. Dengan tongkat yang dilepaskan, lelaki itu memeluk Umar. Menangis haru ia di balik pundak pemuda itu. “Tentu. Tentu, Umar. Aku akan mengajarkan semuanya.”
--(0)—
Tak terasa, ternyata sudah 6 bulan keberadaan Umar di kampung itu. Setelah melewati waktu yang lama berada di sana, persiapan untuk menentaskan keinginannya sudah sangat matang. Bersama Radu, Khalid, dan beberapa temannya yang lain, mereka mulai melaut menuju Neingod.
“Ayah, akan aku wujudkan impianmu untuk kerajaan ini.” Umar berada di ujung perahu yang berada paling depan dari kelompoknya. Tatapannya tak teralihkan dari jalan masuk menuju Neingod. Tak teralihkan dari keinginan untuk membawa Islam ke dalam negeri tak bertuhan itu.