2.3. Bukan Pengecut

610 51 2
                                    

Kemarin aku sibuk gengs, banyak pr pula :v

Jadi lupa ngabarin kalean, deh :')
Kira-kira, jadwal update Dimas dan Nadia 2 atau 3 kali seminggu, gimana?

Btw, ada berkenan mampir ke cerpen baru aku?
Judul : Masaku dan Masa Kita

::::::

Suasana ramai di ‘Kafe Pak Kumis’ pagi itu tak asing lagi jika dilihat. Sejak tahun 1989, saat kafe itu resmi dibuka memang sudah terlihat antusias warga sekitar dan luar menikmati kafe baik dari segi kenyamanan tempat, cara karyawan melayani, dan tentunya sajian legendaris ala kafe tersebut yang tak pernah berubah cita rasanya dari masa ke masa.

Walaupun kini pemilik kafe sudah berganti dalam mewariskan tempat itu, namun orang-orang sebelumnya tetap setia berlangganan di sana. Bahkan bertambah setiap harinya.

Begitupun dengan seorang cowok yang tengah menatap layar laptop miliknya sambil sesekali menyeduh kopi susu di atas meja.

Menggunakan fasilitas baru yang disediakan di kafe itu, Noval berselancar ria di media sosial dengan jaringan internet yang lancar serta gratis.

Kesempatan itu ia gunakan pula untuk mencari tahu informasi yang tengah hangat dibicarakan oleh berbagai kalangan. Semisal liputan mengenai artis dalam negeri ataupun mancanegara, beberapa blog tentang pengetahuan umun, atau mengecek, lalu menonton beberapa video yang sedang trending di youtube.

Ketika ia sibuk melakukan hal-hal tersebut, seseorang tiba-tiba duduk di hadapannya. Noval mengetahuinya dari suara tarikan dan dorongan kursi tanpa mengalihkan pandangan dari layar laptop.

Namun bukan menjadi urusan yang amat penting, ketika panggilan dari ponselnya masuk. Cowok itu lantas segera menerima panggilan.

“Halo?” sapanya lebih dulu.

Ia terlihat mengangguk-anggukan kepalanya tanpa  mengalihkan fokus pada pekerjaannya di media sosial sekarang.

“Iya, iya. Ntar gue beli, kok. Tenang aja,” jawabnya santai sambil menyeruput kopi susu miliknya.

Setelah itu, panggilan tak lagi diteruskan. Minuman yang hampir tak bersisa dan kepadatan yang semakin terasa di ruangan tersebut membuat Noval berniat beranjak dari kafe tersebut.

Hampir satu jam lebih ia berada di sana. Mungkin akan lebih baik jika ia membiarkan pengunjung lain untuk mengisi kursinya.

Ketika hendak beranjak dari duduknya, Noval yang baru saja menutup layar laptopnya seketika diam menyorot sosok di hadapannya.

Pengunjung itu juga tampak sama kagetnya dengan Noval. Namun ia segera tersenyum dan berkata...

▪️

Terdengar deru motor dari arah kanan memelan, yang tak lama kemudian berhenti di sebuah bengkel milik Dimas.

Dimas yang kala itu tengah sibuk dengan rangkaian mesin dari sebuah motor, lantas mendongak dan sedikit menyeka keringat yang hampir lolos jatuh ke pipinya untuk melihat tamu yang datang.

Ia segera bangkit setelah menjatuhkan kunci inggris yang ia gunakan tadi, lalu menunggu sosok itu mendekat.

Noval tanpa aba-aba melempar asal kunci motor ke arah Dimas. Untung saja laki-laki berhasil menangkapnya, lalu ia gabung bersama kunci-kunci lainnya di satu paku panjang yang sudah lama tertancap di dinding bengkel tersebut.

Dimas kemudian menghampiri dan ikut duduk dengan Noval yang sudah lebih dulu duduk di deretan kursi dekat kasir.

“Gue pikir lo bakalan lama,” kata Dimas, lalu meneguk air mineral dari botol kemasan.

“Nih.” Noval menyodorkan dua buah plastik hitam, yang masing-masing berisi gir-gir kecil dan donat dengan varian rasa orisinal dan coklat bertabur kacang, khas kesukaan sang sahabat.

Dimas tersenyum girang. “Tau aja gue lagi lapar.”

Noval tak menjawab apa-apa. Kalau begitu, Dimas pasti menaruh curiga padanya.

“Eh, lo kenapa? Tumben diam?” tanyanya.

Noval hanya mengangkat alis, seperti kebingungan. “Gue gak papa, kok,” katanya.

“Kalo lo gak papa, pasti lo mama.”

“Ha?” bingung Noval pada candaan Dimas yang super garing.

Cowok itu tertawa geli pada candaan receh yang ia buat sendiri. “Udah, lo gak usah bohong sama gue. Cerita aja kali,” ucap Dimas sambil terus memakan donatnya.

Noval melirik cowok itu baik-baik, lalu mendengus, “Gue emang pengen ngomong ke lo. Cuma, gue gak yakin aja.”

“Emang apaan, sih?” Dimas jadi ikut penasaran dibuatnya. Namun ia tak terlalu memedulikan dan asyik memakan donat ketiga.

Ada jeda sejenak yang dibuat oleh Noval. Sebelum akhirnya memberi syarat, “Tapi, lo harus jujur dulu sama gue.”

“Hm,” balas Dimas cuek.

“Lo sebenarnya ada perasaan gak sih, sama Nadia?”

Pertanyaan tersebut sukses membuat Dimas tersedak oleh makanannya sendiri. Setelah berhasil ditelan dengan baik, ia menatap Noval dengan kedua alis salung bertautan.

▪️

Tak lama, Noval memutuskan untuk mengakhiri kontak mata tersebut. Setelah memasukkan laptopnya ke dalam tas, ia beranjak dari kursi hendak menuju pintu keluar.

Namun dengan cepat Hansel menahannya. Noval mau tak mau harus mundur selangkah untuk menanggapi keinginan Hansel, yang sejujurnya tidak ingin ia respons. Sekadar mendengarkan saja, Noval rasa tak akan merugikannya.

“Sebenarnya gue malas banget ketemu sama lo. Tapi ya, gue rasa lo boleh ngomong sekarang. Gak lebih dari dua menit,” tukas Noval dingin.

“Val, obrolan ini gak bakal cukup kalau cuma dua menit,” kata Hansel.

“dua menit atau nggak sama sekali,” sahut Noval cepat sambil bersedekap, menampakkan wajah tak berselera.

Hansel tak punya pilihan lain. Akhirnya ia mengikuti kemauan Noval dan berbicara pada poinnya atau waktu yang diberikan Noval tidak akan cukup menyampaikan maksud dan tujuannya.

Keduanya kembali duduk. Hansel mengambil kesempatan untuk memulai percakapan.

“Gue rasa lo tau dari awal kalau gue belum bisa ngelupain Nadia sampai sekarang,” katanya. “Gue juga tau, kalau lo gak suka sama gue karena—“

“Satu menit lagi,” sela Noval cepat, setelah menatap layar ponselnya.
Hansel tampak gugup ingin bicara karena sepertinya Noval juga acuh tak acuh padanya.

“Oke, oke. Intinya, gue cuma mau minta bantuan  lo. Tolong bikin Nadia percaya lagi sama gue.”

Terdengar dengusan meremehkan dari pihak Noval. Ia membenarkan posisi duduknya, sebelum menatap Hansel serius.

“Gue rasa, lo gak perlu minta bantuan ke gue. Yang harusnya lo lakuin adalah temuin Nadia langsung dan selesain masalah kalian tanpa ngelibatin siapapun, termasuk gue,” ucap Noval diakhiri senyuman miring.

Cowok itu beranjak dari kursi. Ia mendekati Hansel, kemudian berbisik.

“Gue rasa lo bukan pengecut untuk masalah yang lo buat sendiri.”

Setelahnya ia menepuk bahu lelaki itu, kemudian berjalan lurus menuju pintu keluar. Meninggalkan Hansel yang terlihat belum puas dengan percakapan singkat itu.

▪️

Dimas dan Nadia [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang