"Kenapa gak diperban aja?" tanya Noval ketika ia dan Nadia berjalan beriringan keluar dari kelas.
Nadia memperhatikan lukanya yang ada di sikut. Mulai mengering, tapi tentu belum begitu sempurna. "Kata Dimas, biar cepat kering. Tapi, beberapa luka yang lain gue perban kok. Biar kesannya gak pamer tato," katanya dengan tawa kecil.
"By the way, lo pulang bareng siapa? Sori nih sebelumnya, tapi gue gak bisa antar lo karena gue udah janji sama Alex buat tebengin dia pulang."
Pertanyaan Noval kontan membulatkan mata Nadia. Iya baru sadar jika motornya masih di bengkel dan tadi pagi juga diantar oleh Dimas. Itu pun karena kebetulan, mungkin.
Gadis itu mencebik. "Oh, iya? Gue pulang bareng siapa, ya?"
"Bareng aku aja."
Kedua orang itu seketika menoleh ke sumber suara yang menyahut diantara mereka.
"Dimas?" Nadia mengerutkan dahinya.
Cowok manis itu mengembangkan senyum, lalu menghampiri keduanya.
"Apa gue nggak ngerepotin lo?" tanya Nadia. Mengingat sejak dia kecelakaan, Dimas selalu hadir untuk membantu. Nadia tentu merasa tidak enak kalau terus dibantu.
"Ya enggaklah. Aku juga tahu kamu saat ini butuh bantuan banget. Gak salah 'kan kalau aku bantu kamu?"
Nadia tersenyum malu. Dimas tahu saja kalau dia perlu bantuan. "Iya, sih."
Noval sekilas melirik jam ditangannya, sebelum pamit pada Dimas dan Nadia untuk segera pulang. "Gue duluan ya?"
Setelah diijinkan oleh mereka, Noval melangkah pergi menuju parkiran lebih dulu. Sedangkan Dimas harus berjalan agak lambat untuk menyeimbangkan Nadia yang masih tertatih dalam melangkah sebab kakinya yang masih sedikit nyeri dan sakit.
"Oh ya, gimana ulangannya tadi? Susah gak?" tanya Dimas tiba-tiba.
Nadia menoleh. "Lumayan lah."
Langkah Nadia mendadak tertahan ketika matanya menangkap pemandangan yang tidak mengenakkan dari arah depan. Dimas pun ikut tertahan.
Melihat raut wajah Nadia yang berubah masam, Dimas turut mengikuti arah pandang gadis itu. Dimas awalnya tidak kenal atau tahu-menahu soal orang di depan sana yang menyebabkan Nadia terdiam. Namun, dengan cepat ia mengalihkan suasana.
"Um, Nad. Kayaknya buku aku ketinggalan di laci meja, deh. Gimana kalau kamu temenin aku ke kelas sebentar buat ngambil buku aku?"
Tanpa menjawab, Nadia langsung berbalik. Diikuti Dimas. Selama mereka berjalan, tidak ada satupun pembicaraan yang terjadi. Hingga sudah cukup jauh dari lokasi sebelumnya, Nadia menahan lengan Dimas yang berada di sebelahnya.
Dimas menoleh heran.
"Gue tau kok, kalau lo cuma pura-pura mau ngambil buku lo yang sebenarnya gak ketinggalan," ucap gadis itu.
Dimas gelagapan, tetapi sikapnya tak terlalu mencolok untuk ketahuan. Ia hanya memandang Nadia yang tatapannya lurus ke depan.
Tiba-tiba saja Nadia menatap Dimas. "Harusnya lo gak usah bohong sama gue. Lagian, gue juga masih kuat batin kok, buat ngelewatin mantan yang jalan bareng sama pacar barunya."
Kalimat Nadia membenarkan semua dugaan Dimas. Tentang cowok dan cewek yang diperhatikan oleh Nadia tadi.
Dimas sebenarnya tak berniat untuk berbohong. Hanya saja, ia tidak mau Nadia kecewa lagi dengan melihat mantannya bersama pacar baru.
Ia melepas genggamannya dari Dimas, lalu menghela napas. "Setelah gue pikir-pikir, gue itu gak seharusnya punya niat buat balikkan sama dia. Dia yang udah nyakitin gue, masa iya gue berharap supaya bisa balik sama dia dan disakitin lagi?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Dimas dan Nadia [COMPLETED]
Ficção Adolescente[BOOK 2] Nadia baru putus dari Hansel, si cowok paling berengsek yang pernah Nadia kenal. Di saat patah hati inilah Dimas hadir. Sosok asing yang belum pernah ia kenal, namun dapat membawa ketenteraman hati. Sejak saat itu, Nadia dan Dimas berteman...