Tanpa aba-aba, Hansel mulai melancarkan serangannya. Dengan tangan kosongnya, ia melayangkan tinju ke wajah Dimas. Dimas sendiri tak sempat mengelak kala itu. Ia belum bersiap. Hansel pun menarik kerah seragam Dimas, lantas meninju perutnya berkali-kali. Ketika Dimas sedikit tak berdaya, ia membanting tubuh Dimas ke lantai dengan keras. Begitu Hansel hendak mendaratkan kepalan tangannya ke wajah Dimas, Dimas segera memalingkan wajah dan berguling untuk menghindari serangannya.
Dengan cepat pula Dimas langsung mengangkat kaki ke belakang, kemudian mendaratkannya ke punggung Hansel. Alhasil Hansel tersungkur ke depan menghantam lantai. Mengambil kesempatan, tanpa mau melawan, Dimas memilih untuk mengunci kedua tangan Hansel dan duduk di atas tubuhnya yang tengah meronta.
"Cukup, Hans! Kita bisa selesaikan semuanya tanpa perlu pakai kekerasan kayak gini," ucap Dimas yang mulai melemah tenaganya.
Seperti orang kerasukan, Hansel dengan cepat memutar balikkan keadaan sehingga Dimas kini yang terkunci oleh Hansel. Ia menghajar wajah Dimas hingga cairan darah segar keluar dari sudut bibirnya.
Dimas terus berusaha menghentikan aksinya, ia mendorong tubuh itu sampai terjungkal kembali. Dimas segera berdiri. Perlawanan kembali terjadi. Di sisa tenaganya yang menipis, Dimas memilih untuk terus mengelak dari pukulan Hansel. Mundur dan terus mundur tanpa melihat ke belakang, Dimas tak sadar jika dirinya sedang dalam bahaya.
Pukulan yang tak sempat dielaknya berhasil menambah lebam di wajah Dimas. Hansel menarik kerahnya dan menatapnya dengan amarah yang menggebu-gebu.
"Gue masih buka kesempatan lo buat tentuin pilihan dari gue."
Dimas malah terkekeh dengan wajah babak belurnya, "Sampai kapan pun gue gak bakal biarin Nadia jatuh lagi ke tangan yang salah kayak lo."
Geram, Hansel malah mencekik lehernya. Membuat kadar oksigen dalam tubuh Dimas perlahan menipis dan melemahkan tubuhnya yang dalam kondisi sudah sangat tak berdaya.
Di sisi lain, Kesya ketakutan dan menangis. Ia hanya bisa melihat dari kejauhan dua cowok itu. Hendak menolong, tapi ia takut jika akan menambah masalah lain. Dengan ponsel yang ada di tangannya, Kesya berusaha menghubungi Nadia yang tak diangkat sejak tadi.
"Ayo, Kak... Angkat," ucapnya memohon.
"Han--"
"Kenapa? Sesak? Gak bisa napas? Iya?" Tawa Hansel pecah saat melihat Dimas menderita seperti sekarang.
Berada di bibir gedung yang tak bertepi, samar-samar Dimas mengkhawatirkan sesuatu yang akan terjadi pada dirinya dan Hansel. Ia berusaha untuk memberitahukan hal itu pada Hansel, namun cowok itu tak memberikannya kesempatan untuk bicara.
Gesekan alas kaki mereka dan lantai terdengar bersamaan dengan retakan kecil yang terus muncul di bawah. Retakan semakin membesar dan menciptakan suasana mencekam di antara keduanya. Hansel menoleh ke bawah. Tak sadar jika mereka berada di bibir gedung yang sebentar lagi akan ambruk.
Hansel pun melonggarkan genggamannya dari leher Dimas. Sedangkan Dimas lega karena bisa menarik napas sebanyak-banyaknya. Namun keadaannya masih lemah, bahkan ia pusing sekarang.
Perlahan, Hansel mundur ke belakang dengan sangat hati-hati. Dimas pun melakukan hal yang sama, namun retakan pada lantai malah semakin melebar.
"Dim, lo gak boleh bergerak," ucap Hansel yang kini dilanda kepanikan. Terus merapalkan doa agar mereka tak jatuh.
"Lari. Kita harus lari secepatnya," kata Dimas mengarahkan.
"Lo gila, ya? Kita bakal mati kalau gedung ini runtuh! Lo gak lihat retakannya makin melebar?!"
"Cepat atau lambat gedung akan runtuh dengan sendirinya. Kita gak punya banyak waktu lagi, Hans. Cepat, lari sekarang!"
Mereka masih terpaku di tempat tak berani bergerak. Dimas berusaha meyakinkan Hansel. Tapi cowok itu takut kalau dia tak bisa melakukannya. Suara retakan semakin terdengar. Partikel-partikel kecil dari gedung mulai menjatuhkan diri ke bawah. Bersamaan dengan itu, mereka merasakan gedung yang mulai ambruk.
"Hans, lari!"
"Gak! Gue gak mau!"
"Hans!"
Tanpa peduli akan ketakutan Hansel, Dimas berlari dan mendorong Hansel ke belakang. Maksud hati ingin selamat bersama, namun Dimas malah tersangkut di bibir gedung yang sudah terkikis dari bagiannya yang lain. Sebagian puing-puing reruntuhan telah mendarat di bawah. Dimas kini bergelantungan dengan kedua tangannya.
Hansel justru selamat. Berdiri, ia terkejut melihat Dimas yang kini nyawanya tengah dalam bahaya. Ia mendekat, ingin membantunya. Namun semakin ia mendekat gedung justru tampak akan runtuh lagi.
Dimas terus berpegangan kuat pada bibir gedung. Sedangkan Hansel akhirnya memberanikan diri untuk meraih tangan Dimas.
"Dim, pegang tangan gue!" seru Hansel yang berusaha membuat Dimas bisa naik ke atas.
Dimas berusaha untuk itu, tapi keadaannya yang melemah seolah mendekatkannya dengan kematian. Dimas hanya tertawa lesu.
"Sampaiin maaf gue ke Nadia. Gue harap lo yang bakal jaga dia setelah ini," kata Dimas seperti menyerah dengan keadaan.Tanpa bisa dicegah, tangan mereka terputus. Dimas jatuh ke bawah tanpa bisa Hansel selamatkan. Seketika kakinya terasa lemas, ia berlutut dengan mata yang berkaca-kaca. Sungguh, ini buka rencananya. Ia bahkan tak pernah berpikir untuk membunuh rivalnya dengan cara seperti ini.
"Angkat tangan Anda!" teriak seseorang dari kejauhan. Hansel menoleh dengan wajah lesunya. Ia yakin ia tidak akan mendapat ampun siapapun setelah ini.
◾
A/N : Gimana perasaan kalian? Kecewa? Sedih? Kesal? Semuanya jadi satu?
Btw, hari ini aku ulang tahun. Makanya double up. Kira-kira ada yang mau ucapin selamat ulang tahun gak ke aku?
Oh ya, di lapak sebelah cerita ku yang judulnya "Alkana" sudah up bab baru juga. Cek, kuy!
KAMU SEDANG MEMBACA
Dimas dan Nadia [COMPLETED]
Novela Juvenil[BOOK 2] Nadia baru putus dari Hansel, si cowok paling berengsek yang pernah Nadia kenal. Di saat patah hati inilah Dimas hadir. Sosok asing yang belum pernah ia kenal, namun dapat membawa ketenteraman hati. Sejak saat itu, Nadia dan Dimas berteman...