2.4. Perihal Status

619 44 4
                                    

Yang nungguin updateannya, sudah bisa baca ya!
Btw, makasih loh, buat dukungan kalian untuk cerita ini 🙂

::::::

Pagi-pagi sekali Dimas sudah tiba di sekolah. Masih ada 30 menit sebelum bunyi lonceng masuk. Belum begitu banyak siswa-siswi yang hadir di sekolah. Terlihat dari area parkir yang lenggang. Hanya terisi beberapa motor dengan berbagai ukuran. Sisanya ada sepeda, tak lebih dari tiga.

Setelah melepas helm dari kepalanya, Dimas hendak menuju kantin untuk membeli sebotol air mineral sebelum ke kelas.

Namun sepertinya ia harus menahan langkahnya, ketika seseorang datang menghalangi jalannya dengan wajah datar.

Dimas menatap cowok di depannya. Seperti kenal, namun tak begitu sering melihatnya. Ah, ya! Dia adalah...

“Lo—“

“Gue pacarnya Nadia,” tukas Hansel cepat. Dimas terdiam beberapa saat. “Gue mau lo jauhin Nadia.”

Permintaan konyol menurut Dimas. Bukankah berdasarkan keterangan sebenarnya Nadia tidak ada hubungan lagi dengan cowok itu? Lantas, apa maksudnya memerintahkan dirinya untuk menjauh dari Nadia?

Dimas hanya tersenyum sekilas. “Maaf, ya. Gue gak ada urusan sama lo.”

Hendak melewati cowok itu, Dimas harus ditahan lagi pergerakannya saat Hansel dengan cekatan menarik tangannya agar kembali ke posisi.

“Lo gak akan berurusan sama gue, kalau lo jauhin Nadia,” ucapnya dingin. “Lo ngerti, ‘kan?”

Kali ini berbalik Dimas yang mencegat langkah cowok itu. “Tunggu, bukannya kalian udah putus?”

Hansel menyeringai sebelum membalikkan tubuh menatap Dimas yang menanti jawaban darinya.

“Putus? Nadia bahkan gak pernah bilang hal itu ke gue,” jawabnya santai.

▪️

Lonceng pertama berbunyi, menandakan awal kegiatan belajar di sekolah telah dimulai. Setelah semua siswa-siswi masuk ke dalam kelas masing-masing, guru yang mengisi jam pertama memulai kegiatan.
Kali ini, Bu Miya yang mengajar. Sesuai mata pelajarannya, sebagian dari anak-anak didiknya mengeluh jika kembali berhadapan dengan Matematika.

Berbeda dengan Noval dan para juara lainnya yang terlihat antusias mengikuti mata pelajaran tersebut. Seolah sudah menjadikan para angka sebagai makanan mereka sehari-hari.

Apa daya bagi Nadia dengan teman seperjuangan lainnya dalam menghadapi pelajaran tersebut. Setidaknya mereka harus berusaha ekstra dalam mengikuti pelajaran itu jika tak ingin terlihat rendah sebagai anak jurusan IPA.

“Saya rasa hari ini saya mau kalian membentuk beberapa kelompok. Karena tugas yang akan saya berikan ke kalian lumayan banyak. Jadi, kalau dikerjakan bersama setidaknya tidak menyita waktu lebih banyak,” kata Bu Miya.

Ia mengambil selembar kertas sebelum berkata kembali, “Tadi saya sudah bagi kelompok untuk kalian. Jadi, setelah saya sebutkan nama dan urutan kelompok, silakan mencari kawanan dan langsung bergabung,” jelasnya.

“Kawanan? Dia kira kita lagi diklasifikasiin buat ruang lingkup biologi apa?” gumam Nadia setengah mengejek apa yang Bu Miya ucapkan.

Noval hanya terkekeh, “Namanya juga guru Matematika.”

“Setiap kelompok hanya terdiri dari 4 anggota saja. Saya rasa kalau lebih dari itu, sisanya hanya akan numpang nama dan nilai,” lanjut Bu Miya.

“Oke, langsung saja. Kelompok satu, Karen, Shifa, Haikal, dan Raffa.”

“Kelompok dua, Dea, Satria...”

Dimas dan Nadia [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang