Perjalanan kisah mereka (baik Dimas, Nadia, Hansel, maupun lainnya) bagaimana? Membosankan kah? Atau malah makin dibuat penasaran?
Tenang, tenang. Ini belum benar-benar permasalahannya. Karena setelah ini, akan ada masalah dengan level super greget!
Apakah itu? Makanya, ikutin terus kisahnya sampai rasa penasaran kalian terjawab, ok?!
::::::
Tiada hari yang lebih buruk dari pada hari ini bagi Nadia. Ia sungguh kecewa dengan segala tindakan yang entah tidak disengaja atau memang disengaja oleh Dimas, ketika Hansel muncul sebagai kejutan yang cowok itu maksud untuknya.
Karena kesal, Nadia dengan cepat kembali pulang dan langsung melempar diri ke atas kasur dengan kasar. Ia memeluk gulingnya dengan air mata yang menggambarkan emosinya saat itu.
Nadia tidak tahu apa yang dua orang itu rencanakan. Tapi yang jelas, Nadia tidak ingin ada permainan di antara ia, Dimas, dan Hansel.
Entahlah, ia belum dapat memutuskan apa yang tepat untuk sekarang ini. Bahkan ponsel yang terus berdering di sebelahnya dihiraukan begitu saja.
Hingga panggilan ketiga, Nadia mengambil ponselnya dengan kasar dan memejamkan mata sekilas sebelum ia menghela napas kecewa.
Dengan sengaja, Nadia menolak panggilan dari Dimas dan segera menghapus nomor itu dari kontaknya. Lalu, ia menonaktifkan ponselnya agar dapat menenangkan diri terlebih dulu dari gangguan apapun yang mungkin akan muncul.
Baginya, semua selesai. Tak ada sakit hati yang ingin ia rasakan lagi untuk perasaan yang sayangnya telah jatuh kembali di orang yang berbeda.
▪️
Penyesalan tampaknya kini mulai menyelimuti Dimas. Ia bersandar didinding kamar dengan rambut yang diacak frustrasi.
Rupanya, apa yang ia harapkan tak berjalan mulus. Namun, ketahuilah, bahwa sesungguhnya Dimas pikir ini yang Nadia inginkan. Nyatanya ia salah menebak apa mau gadis itu.
Bukan Hansel yang ia inginkan. Hal itu jelas meyakinkannya saat Dimas dengan mata kepalanya sendiri melihat jika Nadia tak merespons baik kedatangan Hansel saat di taman tadi. Ia malah pergi meninggalkan taman tanpa mau menoleh ke belakang lagi.
Sejak tadi, Dimas berusaha menghubungi Nadia untuk memastikan dirinya baik-baik saja. Namun yang ia dapatkan hanya sebuah penolakan dan setelah itu ia tak dapat lagi melakukan panggilan karena ia tahu bahwa gadis itu telah menonaktifkan ponselnya.
Sekarang ia bingung harus berbuat apa. Keadaan tengah mencekiknya sekarang. Apa setelah ini, Nadia akan menjauhinya?
“Lo suka, ‘kan sama kejutannya?”
Nadia mundur, memberi jarak antara dirinya dan Hansel. Ia menggelengkan kepala kecewa. Tanpa sadar ia juga menjatuhkan bunga mawar dari genggamannya.
“Ini maksudnya apa, sih?” tanya Nadia dengan wajah bingung. “Kenapa lo bisa ada di sini?”
Hansel terkekeh pelan, “Ya, ini kejutan buat kamu, Nad. Kamu suka, ‘kan?”
Terdengar helaan napas dari mulut Nadia. Ia mengusap wajahnya kasar, lalu kembali menatap lawan bicaranya.
Ia hendak bicara, namun tangannya saja turut menggantung diudara, seolah tak mampu mengatakan apa pun.
“Gila, ya?!” gumamnya setengah geram, kemudian pergi dengan wajah terbilang kacau.
Dan saat itu, Dimas merasakan bahwa atmosfer di sekitar tak begitu baik ketika Nadia memutuskan pergi. Dimas tak menyangka bahwa semuanya akan melenceng dari perkiraan sebelumnya.
▪️
Pagi-pagi sekali, bahkan lebih pagi dari jam biasanya menjemput Nadia, Dimas sudah berada di depan rumah gadis itu.
Semalaman ia tak mendapat kabar apa pun tentang Nadia, membuatnya gelisah dan tak bisa tidur dengan nyenyak.
Niatnya ingin menjelaskan semua. Namun, Bu Risma, tetangga di sebelah rumah Nadia yang pernah Dimas temui itu tiba-tiba saja muncul.
“Eh, kamu,” ucap Bu Risma dengan keranjang belanja yang penuh di sebelah tangan kirinya.
“Iya, Bu,” balas Dimas sopan.
“Cari Nadia, ya?” tanya Bu Risma memerhatikan Dimas.
Dimas mengangguk cepat, “I-iya.”
“Tapi, saya baru aja papasan sama dia diujung jalan sana,” jelas Bu Risma yang kontan menimbulkan kerutan di dahinya.
“Yang benar, Bu?”
“Iya. Coba, deh, kamu kejar dia. Siapa tau belum jauh,” titah Bu Risma.
Tanpa berlama-lama, Dimas segera menyalakan mesin motornya dan melaju untuk mengejar Nadia yang katanya mungkin belum jauh dari ujung jalan.
Setelah Dimas pergi, Bu Risma memberi kabar pada seseorang di seberang telepon.
“Dia udah pergi.”
“Makasih, Bu, udah mau bantuin saya.”
Bu Risma hanya tersenyum saja walau Nadia tak dapat melihat respons darinya. Ia kini dapat mengelus dada lega ketika tahu bahwa Dimas sudah pergi.
Karena saat ini ia butuh kesendirian untuk menenangkan diri dan juga pikirannya.
▪️
“Hari ini siapa yang tidak hadir?” tanya Pak Martin, guru Biologi.
Semua pasang mata mencari bangku kosong tanpa pemilik. Pandangan mereka tentu saja langsung jatuh pada bangku kosong di sebelah Noval.
Noval pun sama bingungnya dengan sang pemilik kursi yang tidak hadir hari ini. Masalahnya, tidak ada keterangan apapun sejak awal pembelajaran dimulai hingga pergantian guru sekarang.
Tiba waktu istirahat, Noval menggunakan kesempatan itu untuk menelepon Nadia.
Sambungan terhubung dengan cepat, lalu muncul suara lirih dengan isak samar dibaliknya.
▪️
Pikirannya kosong dengan pandangan lurus ke depan menghadap sebuah danau yang tampak tenang diselimuti keheningan yang sedang ia butuhkan saat ini.
Di tengah lamunannya, datang seseorang yang tanpa permisi sudah duduk saja di sebuah bangku panjang, di sebelahnya.
Nadia menoleh, sedikit kaget akan kehadirannya. Namun, ia tak lantas mengubah raut wajahnya yang sejak tadi suram.
“Lo bolos?” tanya Nadia pada saat pandangannya kembali ke depan.
“Lo kenapa?” tanya balik Noval cepat, tak membalas pertanyaan Nadia yang lebih dulu terlontar.
Nadia tahu Noval ingin mengorek alasan darinya yang terlihat bermasalah sekarang ini. Ia hanya bisa menunduk dalam sambil menahan air mata yang tertahan di pelupuk mata.
Melihat Nadia yang mendadak terdiam seribu bahasa, Noval curiga memang ada masalah yang sedang dihadapi gadis itu.
Noval menggeser tubuhnya sedikit lebih dekat ke Nadia. Ia lalu menepuk sebelah bahu gadis itu.
“Lo tau, seumur hidup gue, baru kali ini gue bolos sekolah. Dan itu cuma demi lo yang statusnya cuma teman,” kata Noval.
Suasana sejenak hening kembali, sebelum Noval buka suara lagi, “Lo kalau ada masalah cerita aja sama gue.”
“Lo ragu sama gue?” tanya Noval melihat Nadia yang tak kunjung menjawabnya.
“Kayaknya kita harus jadi sahabat dulu, deh, baru lo mau curhat ke gue.” Noval mengulurkan kelingkingnya di hadapan Nadia. “Sahabatan? Gimana?”
Nadia tak lantas menautkan kelingkingnya ke kelingking Noval. Ia justru memeluk Noval dengan erat dengan isak yang terdengar dari balik peluk itu.
Getaran hebat dirasakan oleh Noval saat merengkuh tubuh mungil gadis itu. Seolah perasaan sedih Nadia saat itu juga terhubung kepadanya.
Noval sangat penasaran. Ada apa dengan Nadia yang tak pernah menampakkan sisi lemahnya seperti saat ini?
▪️
KAMU SEDANG MEMBACA
Dimas dan Nadia [COMPLETED]
Fiksi Remaja[BOOK 2] Nadia baru putus dari Hansel, si cowok paling berengsek yang pernah Nadia kenal. Di saat patah hati inilah Dimas hadir. Sosok asing yang belum pernah ia kenal, namun dapat membawa ketenteraman hati. Sejak saat itu, Nadia dan Dimas berteman...