Selamat hari kemerdekaan buat kita semua! 🇮🇩
Gapapa, walau lewat sehari 😁
Tetap junjung persatuan bagi negara kita tercinta ini!
SALAM JUANG!!!::::::
“Noval!” seruan seseorang mendadak menghentikan langkahnya. Ia yang baru kembali dati toilet langsung menoleh ke sumber suara.
Matanya yang sengaja disipitkan dapat melihat bahwa sosok yang barusan meneriaki namanya adalah Pak Adit. Ia lantas menghampiri pria tersebut.
“Ke mana saja kamu?” tanya Pak Adit sambil berkacak pinggang. “Mau bolos, ya?” tuduhnya, sampai-sampai beberapa teman sekelasnya melihatnya tak percaya.
Tentu saja Noval yang notabenenya adalah siswa teladan di sekolah tidak terima dengan tuduhan semacam itu. Walaupun memang sempat bolos sebentar tadi.
“Loh, emangnya Nadia nggak kasih tau Bapak, kalau saya habis dari ruang jurnalis?” tanyanya balik.
Pak Adit menaikkan sebelah alisnya, “Bahkan saya sendiri nggak ngelihat Nadia dari tadi. Saya jadi curiga, kalau kalian sebenarnya sama-sama bolos di mata pelajaran saya?”
Noval mengusap wajahnya kasar. Ia sudah lelah dengan tuduhan yang pria di depan layangkan sejak tadi untuknya.
“Pak, intinya saya udah jujur sama Bapak. Kalau Bapak nggak percaya sama saya, nanti Bapak bisa tanya sendiri ke tim jurnalis sekolah,” jelasnya.
“Oh ya, Pak. Saya mau ijin sebentar ke kelas. Ada barang yang perlu saya ambil.”
“Ya sudah, cepat sana,” titahnya dengan wajah yang menyebalkan, menurut Noval.
Dengan segera Noval melangkahkan kakinya menuju kelas. Dalam pikirannya, ia bertanya keras. Jika ia tidak bergabung bersama yang lain dalam pelajaran olahraga, lantas ke mana ia pergi?
▪️
Bagai gunung yang tengah menyemburkan lavanya keluar kawah, Nadia tampak emosi dengan menarik kasar sebuah kursi di perpustakaan yang sedang kosong. Ralat, masih ada penjaga perpustakaan yang akan kembali--kebetulan menitipkan perpustakaan sebentar kepadanya, sebelum berlari ke toilet untuk memenuhi panggilan alam.
Ia tidak tahu harus ke mana lagi. Pilihannya bukan kabur dari sekolah, karena jika ia melakukannya, maka sama saja ia bunuh diri. Pihak sekolah tentu akan menghubungi orang tuanya untuk mencari tahu keberadaan Nadia yang menghilang hari ini. Toh, ia tidak lihai dalam aksi kabur-kaburan, kecuali ada Noval.
Merasa lelah, Nadia menjatuhkan diri di atas kursi. Ia menghela napas kesal, sudah bosan menangis kali ini. Lebih tepatnya, dia sedang tidak ingin menangis.
Melihat Dimas bersama adik kelas tadi, ia sangat murka. Apalagi, adik kelas itu adalah orang yang telah menghancurkan hubungannya dengan Hansel.
Apa kali ini hal yang sama akan terulang kembali? Akankah Dimas direbut ketika ia sudah jujur pada diri sendiri bahwa ia telah jatuh cinta pada laki-laki itu?
Ia menenggelamkan wajahnya ke dalam lipatan tangan di atas kedua lututnya yang ditekuk. Tak ada yang bisa ia pikirkan selain berharap bahwa pikiran buruknya tidak akan pernah terjadi.
Tapi nyatanya ia malah semakin gelisah. Ia bangkit dan mulai mondar-mandir di ruangan tersebut.
“Nggak, nggak!” Ia menggelengkan kepalanya, “Gue gak boleh biarin dia kali ini ngerebut Dimas!” gumamnya, lalu kembali mondar-mandir sambil berpikir mengenai rencana yang mungkin akan ia gunakan untuk menutup kemungkinan yang kira-kira bisa saja terjadi.
“Duh... Mikir dong, Nad. Mikir!” tuntutnya pada diri sendiri sambil menepuk dahinya beberapa kali.
Di tengah kesibukannya berpikir, Nadia justru mendapat panggilan dari seseorang. Ia segera mengecek si penelepon. Matanya sedikit melebar saat yang meneleponnya memiliki kemungkinan besar untuk membantunya.
Tanpa ragu, gadis itu menggeser ikon hijau yang ada di layar, lalu menyapa seseorang di seberang telepon.
▪️
Dimas terlihat tak fokus pada pelajaran kali ini. Padahal, sebosan apa pun pelajaran itu, ia tetap mengarahkan fokusnya pada penjelasan guru.
Mungkin kali ini karena efek galau yang sedang melandanya beberapa hari belakangan, atau sebelum kejadian mengenai Nadia terjadi.
Diam-diam guru yang ada di depan kelas memerhatikan gerak-gerik Dimas yang tampak tak fokus itu. Ia bahkan memanggil Dimas berulang kali, namun Dimas tetap saja seperti sengaja menulikannya.
Hingga Anam, teman sebangkunya memecah lamunan cowok itu.
“Dim, dipanggil Pak Martin, tuh!” katanya sembari menyenggol lengan Dimas.
Cowok itu mengerjakan matanya, lalu menatap Pak Martin seperti orang kebingungan. “Iya, Pak?”
Pria itu sudah menduga, rupanya Dimas tak memerhatikannya sejak tadi.
“Kamu lagi mikirin apa?” tanya pria itu ketus.
Dimas tak bisa menjawab selain berkata, “Maaf, Pak. Saya lagi gak fokus.”
“Gak fokus, ya? Kalau gitu, kamu saya persilakan untuk pergi ke perpustakaan sekarang. Bawa buku paket khusus pelajaran saya sebanyak jumlah siswa di kelas ini, termasuk kamu,” ucapnya tegas.
Hampir seisi kelas dibuat kaget dengan perintah Pak Martin barusan, namun Dimas tanpa protes segera beranjak dari duduknya menuju pintu kelas.
Ia tak berharap ada salah satu dari teman sekelasnya yang mau menawarkan diri untuk secara sukarela membantunya. Ia hanya berharap ada secercah harapan untuk memperbaiki hari ini yang cukup suram baginya.
▪️
KAMU SEDANG MEMBACA
Dimas dan Nadia [COMPLETED]
Ficção Adolescente[BOOK 2] Nadia baru putus dari Hansel, si cowok paling berengsek yang pernah Nadia kenal. Di saat patah hati inilah Dimas hadir. Sosok asing yang belum pernah ia kenal, namun dapat membawa ketenteraman hati. Sejak saat itu, Nadia dan Dimas berteman...