0.5. Andai Saja

1.2K 119 21
                                    

Begitu bel pulang berbunyi, seluruh siswa mulai mengemaskan peralatan sekolah dan buku-buku mereka. Tak sabar untuk segera pulang.

Nadia juga sama. Setelah itu, ia langsung pulang ke rumah tanpa singgah ke tempat lain. Selama perjalanan bersama sang motor, ia fokus saja pada jalanan.

Tiba di depan rumahnya, Nadia menghentikan sejenak motornya, hendak turun untuk membuka pagar.

Baru saja turun dan hendak memutar menuju pagar, ia sudah di sambut saja oleh seorang cowok yang tentu menganggetkannya. Namun, Nadia hanya memasang wajah datar dengan sikap tak peduli.

Nadia yang ingin mencari celah dari hadapan cowok itu justru di tahan. Cowok itu menahan lengannya, tapi dengan kasar ditepis oleh Nadia.

Cowok itu jelas pantang menyerah. Ketika Nadia hendak pergi, ia mencekal lengannya lagi. Dan bukan di tepis saja oleh Nadia, melainkan juga...

Plak!

Hansel menerima tamparan itu untuk kesekian kalinya. Ia sempat terdiam, lalu mendongak dan menatap wajah Nadia yang tak bersahabat.

"Tampar lagi, Nad. Tampar gue lagi sampai lo puas, Nad!" kata Hansel.

Gadis itu hanya membalas tatapan Hansel penuh bara api. Dadanya sudah bergemuruh hebat, kacau dalam situasi saat ini.

"Lo mending pergi dari sini sekarang!" Nadia dengan cepat melangkah mengitari motornya. Ia segera membuka pagar dan membawa motornya masuk ke dalam.

Sedangkan Hansel masih berdiri di tempat, hanya memandang Nadia yang berusaha melarikan diri darinya.

"Nad," panggil Hansel lemah. Kontan saja Nadia berhenti melangkah tanpa menoleh ke belakang.

Dengan rasa sakit dan panas yang melekat di pipinya, Hansel lanjut berkata, "Gue minta maaf."

Nadia hanya mendengus pelan sembari terkekeh sinis. Ia meninggalkan sejenak motornya dan berbalik menghadap Hansel.

"Lo pikir, maaf doang cukup? Setelah apa yang lo lakuin ke gue?"

"Gue sadar kalau gue salah," jawab Hansel.

"Tapi apa lo sadar, kalau lo udah nyakitin gue?!" tanya Nadia setengah membentak. Dengan napas memburu, ia mencoba menstabilkan emosinya. "Apa lo sadar, kalau lo selingkuh dari gue, terus besoknya jalan sama cewek lain, itu nggak nyakitin gue?"

"I-itu, itu karena--"

"Udah! Gue gak mau dengar apa-apa lagi dari lo. Kita udah putus dan semua udah selesai." Nadia tanpa berkata apapun membalikkan tubuhnya, hendak masuk ke dalam rumah.

Tapi sebelum itu, ia sempat berbalik sejenak. "Oh ya, lo tenang aja. Semua barang dan hadiah dari lo sewaktu kita pacaran bakal gue balikkin, kok. Jadi, lo gak usah repot-repot datang ke sini buat nagih sama gue."

Setelahnya, gadis itu masuk. Hansel sendiri hanya bungkam melihat Nadia yang benar-benar berubah hanya karena peristiwa waktu itu.

Oke, Hansel mengaku salah. Tapi, ia juga tak ingin disalahkan sepenuhnya.

Ia memejamkan matanya yang hampir saja akan menjatuhkan bulir-bulir bening tadi. Ia bersembunyi di balik pintu, masih kaget dengan apa yang terjadi tadi.

Nadia telah menampar Hansel lagi. Itu terdengar sadis dan sepertinya memang tangan Nadia sangat agresif dengan Hansel sehingga ingin terus menamparnya setiap kali bertemu.

Diam-diam, Nadia membuka sedikit gorden jendela untuk melihat Hansel dari jauh. Matanha seketika sendu. Dia sangat menyesali perbuatan dan perkataanya yang kasar pada cowok itu.

"Duh, pasti lo lagi kesakitan sekarang. Ngapain juga sih lo datang ke sini? Udah tau gue masih marah sama lo," batin Nadia mengingat adegan kasarnya tadi.

Hansel melempar tubuhnya secara kasar ke sofa ruang tamu. Pikirannya benar-benar kacau saat ini.

Hansel yakin bahwa Nadia sampai saat ini masih marah kepadanya. Dan soal tamparan untuk yang ke sekian kalinya, ia tidak masalah. Baginya, itu memang pantas untuk ia dapatkan.

Ia mengusap kasar wajahnnya. Bingung harus berbuat apa sekarang. Keadaan sudah tak lagi sama seperti yang dulu.

Padahal, kalau diijinkan, ia ingin Nadia masih tetap menjadi kekasihnya.

Tapi semua juga tak bisa terlepas dari kebodohannya. Andai saja semua tak terjadi. Andai saja ia tak berulah. Andai saja ia tak menyia-nyiakan Nadia. Andai saja ia tak menorehkan luka pada gadis itu. Andai saja ia juga tak mengkhianati cintanya.

Dan, andai saja tak ada perasaan lain yang tumbuh di waktu yang salah. Di mana Hansel akhirnya terjebak sendiri dalam permainan yang ia buat.

Tiba-tiba saja benda pipih dari dalam tasnya bergetar dengan nada dering yang tak asing.

Kontan ia meraih benda tersebut dan menempelkannya ke telinga setelah menggeser ikon hijau untuk panggilan yang masuk.

"Halo?"

A/N : Halooo, manteman!!! Siapa yang udah baca bab ini? Gimana, bikin greget gak? Atau, ada yang penasaran sama permainan Hansel yang bikin dia malah putus sama Nadia?

Kalau kalian pengen tau, makanya, ikutin terus kisah mereka! Oh iya, jangan ngambek ya kalau di bab ini gak ketemu Dimas dulu, hehe...

Dimas dan Nadia [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang