2.5. Mawar Merah

649 49 2
                                    

Yang kemarin penasaran siapakah yang mengirim pesan kepada Nadia, bisa baca bab ini segera!

Aku tidak bosan-bosan untuk meminta kalian memberi dukungan pada cerita ini, dan kalian juga bisa merekomendasikan cerita ini pada teman-teman kalian, sahabat, sepupu, adik-kakak, atau kekasih, mungkin?

Btw, bab ini panjang banget, dengan 1500+ kata. Sanggup baca?

::::::

Ah, ya! Nadia untung masih mengingat betul empat angka terakhir dari nomor tanpa nama itu. Setelah membaca pesannya, Nadia tak langsung menjawab.

Tepat bel pulang berbunyi, Nadia melangkahkan kaki menuju gerbang sekolah. Sebenarnya, Nadia ingin menunggu dan menemui Dimas di parkiran saja. Ia kurang tahu di mana letak motor milik Dimas, karena tidak berangkat bersamanya hari ini.

Alasannya karena sebelum cowok itu datang menjemput, ia sudah pergi keluar mencari sarapan. Tak mau membuat Dimas menunggu, ia membiarkan Dimas untuk pergi ke sekolah lebih dulu.

Suara klakson membuyarkan lamunan Nadia. Gadis itu refleks menoleh ketika dikejutkan.

Pelakunya hanya menyengir kuda. “Kaget ya?” tanya Dimas di atas motornya.

Nadia mendelik kesal. “Kurang kerjaan banget sih, lo.”

“Kamu ngapain di sini? Nungguin aku, ya?” tanyanya lagi.

“Ya emang siapa lagi?” Nadia agak heran pada pertanyaan cowok itu. Jelas-jelas tadi ia minta agar pulang sekolah ini jalan-jalan bersama. Tentu saja Nadia menunggunya. “Lagian, tadi lo ngajak gue jalan-jalan, ‘kan?”

Dimas terkekeh sambil menggaruk tengkuknya, lalu mengangguk.

“Ya udah, sekarang mau ke mana?”

“Ke...” Dimas tampak menggantung kalimatnya beberapa saat. Membuat Nadia agak jengkel.

Gadis itu mencebikkan bibirnya, “Jangan bilang lo gak tau harus ke mana?”

Dimas hanya menampakkan deretan gigi. Nadia memutar bola matanya, lalu menepuk dahinya geram.

“Uh!” gerutu Nadia. “Ngajak jalan tapi gak tau mau ke mana. Udah lah, daripada bingung, mending kita cari tempat buat makan siang dulu, gimana? Lo juga belum makan siang, ‘kan?”

Dimas mengangguk. Setelah setuju dengan ajakan Nadia, keduanya melaju ke jalanan mencari tempat yang bisa memenuhi keinginan perut mereka.

Tadinya, Nadia pikir akan makan di Kafe ‘Pak Kumis’ yang terkenal legendaris itu. Namun nyatanya Dimas malah memilih gerobak di tepi jalanan sebagai tempat makan siang mereka.

Bukan ide yang buruk, asalkan perutnya kenyang ia tak kan protes.
Setelah motor di parkir tak jauh dari gerobak, keduanya disambut abang tukang bakso. Nadia duduk di kursi yang sudah di siapkan oleh abang tukang bakso, sedangkan Dimas pergi memesan baksonya.

Tak lama setelah itu, Dimas ikut duduk bersama Nadia. Sambil menunggu pesanan tiba, mereka mengisi waktu dengan percakapan ringan. Hingga dua mangkuk bakso sudah disodorkan ke arah mereka.

Siang hari dengan matahari yang tak terlalu terik, juga ada pohon besar yang meneduhkan mereka. Tak menjadi masalah untuk menikmati bakso yang masuk hangat bersama es teh yang ternyata juga di sediakan oleh penjualnya.

Di sela waktu mereka makan, Nadia kembali membuka percakapan.

“Dim, lo tau gak? Tadi itu, Bu Miya bikin kelompok di kelas buat nyelesain tugas dari dia. Lo tau? Gue sekelompok sama Noval,” katanya. Berhenti sejenak untuk menyedot es teh di sampingnya, lalu kembali berkata,

Dimas dan Nadia [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang