Setelah baca bab ini, kalian boleh hujat Hansel? Atau Dimas? Atau authornya, mungkin? :v
::::::
Berdiri di depan dua buah ayunan, Nadia menoleh ke Dimas sembari memberikan senyuman penuh arti.
“Kamu mau main ayunan?” tanya Dimas yang diangguki Nadia cepat.
Nadia segera mengambil tempat di salah satu ayunan sambil menunggu Dimas. Namun, cowok itu malah hendak ikut duduk pula di ayunan sebelah.
Sontak saja Nadia berkata, “Kok, lo malah ikut duduk, sih?”
“Emang gak boleh?” tanya Dimas.
“Terus yang dorong ayunan gue siapa?” tanya balik Nadia. “Gak peka banget jadi orang,” cibirnya kesal.
Cowok itu hanya bisa menghela napas sambil terus bersabar bersama gadis yang mudah berganti mood itu.
“Iya, iya,” jawab Dimas. Lalu, segera ke belakang Nadia. Mengambil ancang-ancang sebelum ayunan tersebut ia dorong ke depan. “Siap-siap, ya.”
Nadia merasakan kegembiraan setelahnya. Ia semakin ketagihan dan meminta Dimas agar mendorong ayunan lebih kencang lagi.
Tawa dari Nadia berhasil membuatnya salah fokus. Pemandangan di taman itu bahkan kalah seru dengan senyuman Nadia yang menarik perhatian.
Bisakah ia melihatnya lebih lama lagi setelah ini? Atau mungkin mendapati senyuman itu setiap saatnya!
Usai puas bermain ayunannya, Nadia mengizinkan Dimas untuk ikut duduk di sebelah ayunannya.
“Capek, gak?” tanya Nadia.
Dimas hanya menggeleng dan jangan lupakan senyuman yang selalu ia selipkan setiap kali ditanya.
Nadia suka senyum itu, tapi dia bingung, apakah Dimas selalu tersenyum jika berhadapan dengan orang lain selain dirinya?
“Dim, lo hobi senyum, ya?” tanya Nadia. Dimas mengangkat sebelah alisnya. “Abisnya, tiap kali gue sama lo, lo bawaannya senyum terus. Gak lagi bercanda, gak lagi serius, senyum mulu. Ada yang lucu, ya?”
“Iya, yang lucunya itu kamu,” jawab Dimas singkat, padat, dan menohok hingga ke jantung Nadia. Bukan menohok menyakitkan, tetapi mendebarkan.
Kalimat apapun jadi tidak lolos keluar dari mulut Nadia. Dimas telah membuatnya bungkam sekarang. Lagi, Nadia merasa gemuruh di dadanya muncul. Pertanda apa ini?
Dimas terkekeh dan melebarkan senyuman miliknya. Semakin membuat Nadia tidak bisa berkutik dan mematung di tempat.
‘Gue? Lucu? Dimas gak lagi ngasih kode ‘kan, ke gue?’ batin Nadia.
Ia segera mengenyahkan pikiran itu dan membuang wajah untuk menutup rona merah yang mungkin muncul di pipinya saat ini.
“Gombal,” sahut Nadia malu-malu kucing.
“Cie, salting,” balas Dimas menggodanya.
“Apaan, sih? Siapa juga yang salting?” elaknya.
Setelah tawa Dimas tak terdengar lagi, suasana hening. Keduanya tak membuka percakapan, sibuk pada pemikiran masing-masing.
Kesempatan itu Nadia gunakan untuk mengintip wajah Dimas secara diam-diam. Cowok itu terlihat menikmati sekitarnya dengan tatapan ke arah lain.
Sadar, Nadia juga ikut menikmati sekitarnya, ditambah nikmatnya dua kali lipat saat bersama Dimas.
“Nad,” panggil Dimas tanpa menoleh.
“Ya?” sahut Nadia menatap cowok di sebelahnya yang mengarahkan pandangan ke depan sambil mengayunkan dirinya pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dimas dan Nadia [COMPLETED]
Novela Juvenil[BOOK 2] Nadia baru putus dari Hansel, si cowok paling berengsek yang pernah Nadia kenal. Di saat patah hati inilah Dimas hadir. Sosok asing yang belum pernah ia kenal, namun dapat membawa ketenteraman hati. Sejak saat itu, Nadia dan Dimas berteman...