4.4. Sosok Itu

493 37 0
                                    

Sepertinya pagi terlalu cepat untuk tiba. Buktinya, Nadia masih merasa kantuk sekarang. Matanya bahkan tidak kuasa untuk ia buka.

Namun, notifikasi yang ia dapatkan pagi ini tampaknya menjadi penyemangat baginya untuk segera menjalankan aktivitas di Hari Minggu.

Dimas ❤

Jangan molor mulu! Ayo, bangun! Aku mau ngajak kamu jalan hari ini, kecuali kalau kamu nolak dan masih marah sama aku.

P.s. gak baik marah lama-lama.

Nadia sedikit tertawa membaca pesannya. Dimas sepertinya masih mengira bahwa ia marah kepadanya. Padahal, kalau harus diakui, Nadia mana bisa marah lama-lama dengan cowok itu.

Soal foto-foto itu, Nadia tidak pedulikan lagi usai Dimas menceritakan yang sebenarnya. Toh, kejadian kemarin juga bukan salah Dimas.

Dengan cepat, gadis itu segera menuju kamar mandi untuk membersihkan diri yang cukup bau, belum lagi dengan liurnya yang sudah berkerak di sisi-sisi bibir dan juga pipi.

▪️

Suara ketukan pintu utama terdengar cukup nyaring. Kesya yang saat itu hendak menaiki tangga dibuat penasaran. Ia rasa ada tamu yang berkunjung.

Namun keanehan terjadi saat ia tidak menemukan siapa-siapa di balik pintu, kecuali surat tanpa nama yang tergeletak di lantai.

Penasaran, ia membuka surat dan membaca isinya. Kesya terkejut dan ketakutan sekarang—sangat.

Lo gak bakal celaka, kecuali lo mau ikuti semua permainan ini dengan baik.

Tangannya yang gemetar secara tak langsung telah menjatuhkan surat tersebut.

Kesya yang gemetaran akibat takut segera masuk kembali ke dalam rumah dan meninggalkan pesan semacam ancaman itu di depan rumahnya.

▪️

“Gimana? Enak?” tanya Dimas pada Nadia.

Gadis itu lahap sekali menyantap makanan yang tersaji di hadapannya. Walaupun di kafe yang selalu mereka kunjungi jika ada kesempatan, tapi nikmatnya bersama orang yang disayangi tidak mengurangi apapun.

“Enak!”

“Kebetulan, ini menu baru di kafe ini. Kemarin aku di kasih tau sama temanku. Aku senang kalau kamu suka,” kata Dimas yang juga menyantap menu yang sama.

“Kafe ini ‘kan memang selalu menyajikan makanan yang enak. Gak salah sih kalau kafe ini kafe legendaris yang selalu diincar orang banyak.”

Ketika sedang fokus makan, Nadia tiba-tiba bertanya.

“Btw, gimana keadaannya si Kesya?”

Dimas kaget. Ia memandang gadis itu heran. Tumben dia mau bicara soal Kesya, bahkan dia menyebut namanya—padahal, biasanya ogah sekali.

“Gak usah bingung gitu. Aku cuma mau tau aja, kok. Lagian, orang yang pernah diculik dan disekap, pasti bisa trauma. Kalau memang benar, aku takut si Kesya bisa terganggu jiwanya. Aku yakin, kamu pasti ngerti apa maksudku,” jelasnya, menjawab pertanyaan di kepala Dimas.

Anehnya, Dimas malah tersenyum lebar. Lebuh lagi saat matanya tak berkedip menatap gadis itu.

Giliran Nadia yang heran. “Kenapa?”
“Aku-kamu, nih, sekarang?” tanya Dimas drngan nada jahil.

Salah tingkah, Nadia mengalihkannya dengan kembali fokus ke makanan—aslinya hanya berpura-pura saja.

“Apaan, sih,” katanya yang diam-diam malu untuk mengakui.

Dimas terkekeh. “Gak papa kali. Itu artinya ‘kan aku udah resmi jadi pacar kamu.”

“Bukannya, kita udah resmi pacaran sejak tiga hari yang lalu?”

“Emang iya. Tapi, hari ini kamu baru aja nunjukkin kalau kamu benar-benar serius untuk itu.”

“Maksudnya?” tanya Nadia masih tak paham.

“Kamu pakai kata gue-lo itu untuk ke semua orang secara umum, misalnya teman kamu. Sedangkan untuk aku-kamu, biasanya digunain untuk orang-orang yang lebih spesial. Misalnya orang tua kamu. Berarti, secara gak langsung, kamu udah nyatain kalau aku ini orang yang spesial di hidup kamu,” katanya sembari tersenyum.

Nadia menggelengkan kepala sambil tersenyum.

Mendadak, dering ponsel milik Dimas berbunyi. Cowok itu mengingat nomor asing yang pernah muncul saat Kesya sedang diculik dan meminta bantuan padanya.

Curiga dengan ekspresi Dimas yang tiba-tiba berubah, Nadia lantas bertanya, “Dari siapa, Dim?”

“Aku gak tau ini nomor siapa. Tapi, nomor ini pernah digunain sama Kesya buat minta tolong ke aku,” ungkapnya.

Panggilan itu mati sebelum waktunya. Dimas dan Nadia sama-sama penasaran sekarang.

Dan lagi. Nadia melihat si sosok berpakaian serba hitam di luar kafe. Sepertinya sedang mengintai, karena tak lama, sosok itu pergi.

“Dim,” panggil Nadia yang sekarang menatap Dimas. “Aku yakin, kita lagi ada dalam permainan seseorang.”

“Maksud kamu?”

“Ada orang yang gak suka sama hubungan kita.”

“Siapa?”

“Hansel! Aku yakin orang yang neror kita semua itu Hansel!”

▪️

Sejak kemarin, Nadia tidak bisa tenang. Bahkan kini emosinya sudah mencapai ubun-ubun. Tak sabar, ia akhirnya menemui orang yang ia yakini sebagai dalang dari semua keresahan yang terjadi.

Saat itu, Hansel sedang berada di kelas. Laki-laki tampak sedang bersenda gurau dengan teman-temannya di salah satu titik.
Nadia menghampirinya dan langsung mengatakan apa yang menjadi kekesalannya.

“Hansel!” serunya yang mengagetkan seisis kelas.

Laki-laki yang jadi biang kekesalan Nadia menatapnya heran. Ia bangkit dengan ekspresi tak mengerti.

“Sekarang gue tanya sama lo. Mau lo itu sebenarnya apa sih, ha?!” nadanya bicara gadis itu masih tak menurun.

“Kamu ngomong apa, sih? Kenapa tiba-tiba marah kayak gini ke aku?”

“Jangan pura-pura bodoh! Gue tau, ini semua pasti kerjaan lo, ‘kan? Udah, deh. Ngaku aja!”

“Eh, eh, eh. Tenang, dong. Lo jangan langsung nuduh Hansel kayak gitu,” kata salah satu temannya yang membela. Dia Zihan.

“Gak usah ikut campur!” ketus Nadia yang membuatnya diam.

Nadia kembali beralih pada Hansel. “Gue ingetin sama lo, ya. Jangan pernah ganggu siapapun yang dekat sama gue. Mungkin sekarang lo gak mau jujur, tapi, gue pastiin kalo ada yang terluka, lo bakal berurusan sama gue.”

Setelah itu, Nadia pergi meninggalkan Hansel yang masih dengan wajahnya yang tak mengerti, atau pura-pura tak mengerti?

Ketika Nadia berjalan keluar, matanya yang dari kejauhan tak sengaja menangkap sosok berpakaian serba hitam itu lagi. Dia ada di gedung seberang.

Apa ini?! Dia baru saja bertemu Hansel dan memarahinya. Lantas, siapa yang ada di gedung seberang sana?

▪️

A/N : Siapa yang jadi bingung sekarang?

Ada yang masih kukuh kalau pelakunya itu Hansel?

Dimas dan Nadia [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang