Ditulis dengan 1606 kata. Wow!!!
Udah kayak cerpen oneshoot aja, hehe...
Btw, ini kayaknya bab paling panjang di cerita ini untuk sekarang
Btw, jangan bosan untuk selalu nungguin updatean dari cerita ini, ya!
Jangan bosan juga memberikan dukungan dalam bentuk vote dan komen kalian ke cerita ini! 😘::::::
Nadia terus berjalan menuju gerbang seorang diri dengan pikiran melayang ke situasi di perpustakaan tadi.
Padahal, sejak tadi seseorang telah memanggil namanya, bahkan hampir berteriak karena gadis itu tidak menggubris atau memang tidak mendengar.
Hingga ia menyadari bahwa Dimas dan motornya telah bersisian dengannya menuju gerbang sekolah yang saat ini ramai.
“Dimas?” Terlihat kerutan di keningnya, seolah heran akan kemunculan Dimas yang mendadak.
“Ya ampun, aku panggil dari tadi gak kamu respon.” Cowok itu sedikit kecewa karena diabaikan.
Nadia mengangkat alis, terkejut dengan pernyataan Dimas. Kalau iya cowok itu memanggilnya, mengapa ia tidak mendengar?
“Lagi mikirin apa, sih?” tanya Dimas heran.
Nadia mendongak, lalu menggeleng, “Nggak, gue gak mikirin apa-apa, kok.” Lalu tersenyum, berusaha meyakinkan kalimatnya.
Dimas hanya mengangkat bahu. Ia kembali menoleh, “Gak mau naik, nih?”
Lagi-lagi Nadia tampak kebingungan sendiri. Ia lupa kalau ia pergi ke sekolah bersama Dimas. Tentu saja pulang pasti bersama Dimas juga.
Apa yang mengganggu pikirannya sekarang ini? Tentang Hansel kah? Ia mencoba menepis hal itu.
Dengan segera gadis itu naik ke atas motor, lalu seperti biasa memegang pundak Dimas sebelum kendaraan itu melaju.
▪️
Selama perjalanan, tumben sekali mereka tidak diiringi dengan percakapan ringan yang biasanya mereka lakukan setiap kalinya.
Namun, Dimas tidak begitu mempermasalahkannya. Ia mencoba memahami situasi.
Ketika tiba di depan rumah, Nadia juga tak banyak bicara, selain mengucapkan terima kasih. Kemudian, berbalik menuju pagar rumah tanpa ekspresi.
“Nad,” panggil Dimas.
“Ya?” jawabnya sembari menolehkan kepala menatap Dimas.
“Hari ini kamu ada pr, gak?” tanyanya.
Nadia mengangguk lemah.
Dimas tampak tersenyum. “Kalau gitu, sore ini aku bakal datang ke rumah kamu.”
“Ngapain?”
“Perjanjian dari balapan. Kamu gak lupa, ‘kan?” tanya Dimas. “Ya, kalau kamu mau itu dibatalin gak papa.”
Nadia terkekeh. Ia ingat dengan perjanjian itu. Dimas harus membantunya mengerjakan PR selama satu minggu.
“Enak aja,” sahut Nadia. “Pokoknya lo harus datang ya, nanti. Jangan mager,” pesannya.
▪️
Sejak pulang hingga masuk ke sore ini, Nadia terus merebahkan diri di atas kasurnya. Tatapannya kosong ke langit-langit kamar, namun pikirannya agak kacau.
Seharusnya sosok itu tidak perlu lagi mengganggu pikirannya. Apalagi jika sekadar bertemu saja, menurutnya tidak ada lagi yang namanya rindu atau baper.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dimas dan Nadia [COMPLETED]
Ficção Adolescente[BOOK 2] Nadia baru putus dari Hansel, si cowok paling berengsek yang pernah Nadia kenal. Di saat patah hati inilah Dimas hadir. Sosok asing yang belum pernah ia kenal, namun dapat membawa ketenteraman hati. Sejak saat itu, Nadia dan Dimas berteman...