Ketika hendak masuk ke dalam perpustakaan, mereka di sambut dari depan seorang penjaga ruangan tersebut. Namanya Hani. Wanita yang masih muda dan tentunya belum kepikiran soal pasangan.
Dia menampilkan senyum ramah pada pengunjungnya, begitu juga ketika Dimas membalasnya balik. Diikuti oleh Nadia. Setelahnya mereka masuk, lalu duduk di salah satu sudut ruangan.
Nadia sendiri tidak tahu harus berbuat apa sekarang. Di sana, ia merasa bosan sebab tak melakukan apapun. Membaca? Menurutnya buku-buku tentang dunia binatang, planet-planet, atau tata cara berbahasa yang benar sama sekali tidak menarik. Yah, sebagai anak muda pilihan bacaannya jelas novel tentang remaja jaman sekarang di mana masih berunsur baru dan menarik.
Sedangkan Dimas, dia sibuk membaca buku yang dia pinjam dari salah satu rak besar yang berjejer dengan lainnya untuk menyelesaikan tugas yang berkaitan.
Harusnya, tadi Nadia menolak untuk pergi bersama Dimas ke perpustakaan.
Nadia menghela napas lelah. "Gak asyik banget di sini. Mending gue balik."
Dimas kontan mendongak. Dia menatap gadis itu. Dimas Tak bicara sepatah kata pun, namun ia mendadak mengeluarkan buku lain yang diberikan ke pada Nadia.
Alis gadis itu naik sebelah. "Apaan, nih?"
"Buku," jawab Dimas polos.
"Ck, gue juga tau kali kalau ini buku. Maksud gue, buku ini buku apaan?"
"Baca aja dulu," titah Dimas. Nadia sempat memperhatikan buku itu sebelum ia akhirnya menganga lebar hampir menjerit ketika Dimas sudah lebih dulu menahannya untuk tidak berteriak di ruangan tersebut.
"Sttt...." Dimas menurunkan jari telunjuknya dari bibir.
"Ih, lo ngejek gue ya?" tuduh Nadia tiba-tiba. "Masa gue di suruh baca buku panduan buat move on?"
Dimas mengangkat bahu. "Siapa tau kamu butuh. Ya, tapi kalau kamu ngerasa udah bisa move on dari cowok itu, ya udah. Aku ambil lagi deh bukunya." Ketika ia hendak menarik buku itu dari genggamannya, Nadia kontan menjauhkan buku tersebut. Membuat Dimas heran.
Nadia menyingkirkan sedikit buku itu dari depannya, lalu memajukan duduknya lebih dekat ke hadapan Dimas. Sehingga mereka yang duduknya saling berhadapan benar-benar terasa dekat.
Gadis itu melambaikan tangan, memberi kode agar Dimas mendekat ke arahnya.
"Sini."
"Ada apa?"
"Gue mau kasih tau sesuatu sama lo," kata Nadia pelan.
"Ngomong aja," sahut Dimas.
"Nanti kalau ada yang dengar, gimana? Gue 'kan malu."
"Kalau sifatnya pribadi, ya jangan dikasih tau. Toh, aku nanti juga dengar."
Dimas memang menyebalkan. Orang serius dia masih bisa seperti itu. Ya jelas dia akan dengar lah, kan Nadia ingin memberitahukannya.
Nadia pun langsung tak berniat memberitahukan Dimas hal penting itu, sebab ia kesal. Ia kembali pada posisi duduknya dengan menyandarkan punggung ke badan kursi.
"Nyebelin," gumamnya. Tapi bisa terdengar oleh telinga Dimas.
"Siapa?" tanya cowok itu.
"Ya lo lah!" kata Nadia nge-gas. Kontan Dimas diam. Ia heran, apa salahnya?
"Hari ini kamu sensitif banget sih? Ada apa? Lagi PMS, ya?"
"Ihhh!!!" Nadia hampir saja ingin berteriak jika tidak lupa dengan perpustakaan yang memberi peraturan untuk tidak membuat keributan.
"Lo nyebelin banget sih?"
"Emang aku salah apa? Rasanya, aku diem aja dari tadi."
"Lo," tunjuk Nadia. "Gak bisa peka!"
Dimas menggelengkan kepalanya, tak habis pikir dengan kemauan "cewek" yang harus diberi kepekaan. Dan akhirnya Dimas berusaha mengerti.
"Ya udah, sekarang kamu mau ngomong apa? Aku dengerin."
"Gak jadi," tukas Nadia langsung. Dia melipat tangannya sembari membuang wajah dari hadapan Dimas.
Benar-benar susah kalau berurusan dengan cewek. Bahkan Dimas sampai menghela napas. Tak mau ambil pusing, ia membiarkan saja Nadia yang cemberut dan melanjutkan pekerjaannya yang belum tuntas.
Nadia menoleh. Cowok itu bahkan tak membujuknya agar mau bercerita. "Ih! Kok gue dicuekkin sih? Gak peka banget deh!"
Dimas mendongak, lagi. Ia mengusap wajahnya. Lalu, meletakkan pena dan menutup semua buku yang ia buka tadi. Kali ini ia meluruskan pandangan dan perhatiannya untuk gadis itu.
"Ya udah, sekarang kamu mau ngomong apa? Aku dengerin, kok. Beneran," kata Dimas serius.
Melihat Dimas sudah menujukan semua perhatiannya, Nadia mulai membuka suara.
"Gitu dong. Jadi, sebenarnya gue mau bilang kalau gue... masih belum bisa move on dari mantan gue." Wajah Nadia tampak murung sekarang.
Reaksi Dimas hanya kekehan kecil dengan gelengan kepala yang tidak Nadia mengerti.
"Kenapa?" tanya gadis itu.
"Jadi itu yang pengen kamu omongin?" Nadia mengangguk. "Ya udah, kamu lupain dia aja. Gampang, 'kan?"
Dimas menekuk wajahnya. "Dengan gampangnya lo bilang kayak gitu? Lo punya perasaan gak sih? Gue tuh masih cinta sama dia."
"Ya udah, kalau gitu balikan aja sama dia. Gak susah, 'kan?"
"Iya, gak susah dan itu gampang banget kalau cuma omongan doang!" ketus Nadia mendadak. "Dasar, gak peka!"
Kali ini Dimas tak habis pikir. Mau gadis itu apa?
"Dari tadi, kayaknya aku salah terus di mata kamu?"
"Ya jelas, lah. Gue tuh curhat karena gue butuh pendapat yang ada solusinya, bukan yang asal ceplos," kata Nadia kesal.
Tiba-tiba, gadis itu lanjut bercerita. "Gue tau kalau dia udah selingkuh dari gue dan gue benci itu. Tapi, di sisi lain gue juga masih cinta sama dia. Cuma, sekarang dia udah ada yang lain." Wajahnya kian sendu.
Dimas yang memandangnya jadi tak enak hati. Terasa atmosfer di ruangan tersebut ikut bersedih.
"Cinta itu bisa jadi benci, benci itu juga bisa jadi cinta. Keduanya bisa terjadi sesuai keadaan. Jangan sampai kamu patah hati untuk yang kedua kalinya."
Nadia melirik cowok itu. Kalimatnya yang tiba-tiba membuat Nadia kurang menangkap maksudnya. Dimas pun tak melanjutkan kalimat apapun setelahnya. Seolah hendak membiarkan Nadia sendiri yang menemukan makna dari kalimatnya.
▪
A/N : Siapa yang kangen Dimas dan Nadia? Kalau suka jangan lupa di simpen di library kamu, ya! NEXT, BAKALAN LEBIH SERU KOK!
KAMU SEDANG MEMBACA
Dimas dan Nadia [COMPLETED]
Ficção Adolescente[BOOK 2] Nadia baru putus dari Hansel, si cowok paling berengsek yang pernah Nadia kenal. Di saat patah hati inilah Dimas hadir. Sosok asing yang belum pernah ia kenal, namun dapat membawa ketenteraman hati. Sejak saat itu, Nadia dan Dimas berteman...