5.2. Emosi dan Tangis

408 30 6
                                    

Sepanjang perjalanan menuju gedung tua yang berada di belakang Hotel Shepara, Noval terus merapal doa agar Nadia yang mengendarai motor bisa membawanya pada keselamatan. Mengingat bahwa Nadia dulu pernah mengalami kecelakaan, apalagi sekarang emosi sedang tak stabil. Membuat gadis itu tak pikir panjang untuk kebut-kebutan di jalan.

"Val!"

"I-iya? Ada apa?" tanya Noval yang tampak cemas dengan keselamatannya sekarang.

"Lo telpon polisi sekarang juga!" titahnya sembari terus mengendarai.

"Ngapain?" tanya Noval polos.

"Lo pikir gue bakal biarin pelaku yang jebak Dimas ini kabur?! Cepatan, ah! Gak usah banyak tanya lo!" serunya yang malah menjadi-jadi dengan menarik gas.

Mau tak mau, Noval menuruti perintahnya. Dengan tangan yang gemetar, Noval mulai menghubungi pihak kepolisian dengan nomor yang sudah ada di kontaknya.

Tak butuh waktu lama untuk mengetahui lokasi Dimas dan sang pelaku, Nadia bersama dengan Noval mulai menyusuri area yang ada di sekitar gedung. Hingga tanpa sengaja Noval mendengar suara bentakan, seperti sedang beradu mulut. Ia mempertajam lagi pendengarannya, lantas yakin bahwa Dimas dan pelaku itu berada di lantai teratas gedung tua tersebut.

"Nad, Nad!" panggil Noval menarik-narik tangannya.

Nadia yang tengah mengamati sekitar segera melirik dengan raut geram. "Apa?"

"Gue rasa mereka ada di lantai paling atas."

Mendongakkan kepalanya, Nadia mendengar percekcokan yang sebelumnya juga didengar oleh Noval. "Kayaknya lo benar. Kita harus ke sana sekarang."

Begitu hendak berlari, Noval malah menahan lengan Nadia. Gadis itu mengerutkan alis, bertanya..

"Apalagi, sih?!"

"Lo gak bisa langsung ke atas gitu aja. Kita harus tunggu sampai polisi datang. Itupun kalau lo gak mau kita ikut celaka."

"Tapi, Dimas dalam bahaya! Gue gak mau kalau dia sampai kenapa-napa." Nadia tampak tak sabar ingin berlari menemui kekasihnya. Ekspresi resahnya menggambarkan kalau dia sedang dalam kepanikan.

"Nad, gue yakin Dimas gak bakal kenapa-napa. Lo juga harus percaya itu."

Tiba-tiba, partikel-partikel kecil dari bagian gedung tampak berjatuhan ke bawah. Keduanya melihat itu. Bahkan bisa dipastikan bahwa bagian gedung itu akan segera runtuh.

Panik, Nadia cemas dua kali lipat dari sebelumnya sekarang. Tanpa bisa menahan diri lagi, ia pun memutuskan untuk berlari secepatnya ke lantai atas setelah menarik paksa tangannya dari genggaman Noval.

"Nad! Nadia!" Percuma Noval berteriak, gadis itu pun tak mau mendengarnya. Mencebik sebal, Noval juga khawatir kalau Nadia ikut-ikutan dalam bahaya. Akhirnya, ia memutuskan untuk mengejar gadis itu.

Di saat Nadia akan menaiki anak tangga selanjutnya, bunyi dari ponselnya mengalihkan sejenak perhatiannya. Mengambil benda pipih tersebut dari dalam tasnya, Nadia lumayan terkejut karena di layarnya menampilkan 6 kali panggilan tak terjawab dari nomor yang sama. Pada panggilan kali ini, Nadia segera mengangkatnya.

Merasa asing dengan nomor itu, Nadia hendak menolak panggilan tersebut. Namun, Noval mencegahnya.

"Lo harus angkat telpon itu, Nad. Siaa tau penting."

"Apa yang lebih penting dari nyawa Dimas sekarang?" tanya Nadia geram.

"Lo bisa gak sih mikir yang jernih dulu? Gue gak mau debat sama lo sekarang. Tapi, gue cuma saranin lo aja," balasnya mulai bete sembari menekuk wajahnya.

Dimas dan Nadia [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang