"Kalau kamu emang mau balikan sama dia, kenapa enggak bilang sama aku, hah?!"
"Enggakㅡ"
"Apa?! Kamu mau bilang apa, hah?! Aku lihat sendiri kok kamu berduaan terus ciuman sama Belva. Kamu mau jelasin apalagi?!"
Arkan hanya diam, mendengar dengan baik bentakan Lea padanya sambil terus menatap gadis itu datar. Tadi Lea benar-benar melihat Belva menciumnya didalam kelas. Dan kalau saja ia tadi tidak mengejar Lea, mungkin gadis itu sudah memutuskan hubungan mereka sepihak.
"Kenapa enggak putusin aku sih?! Oh kamu emang sengaja kali ya supaya aku yang mutusin kamu terus aku yang nyesel gitu? Cih, ogah! Lagian kamu emang seleranya rendah banget, masa sama cabe-cabean enggak tau diri yang sukanya godain pacar orang kayak dia! Masih mendingan aku kemana-mana ya. Meskipun gini doang, seenggaknya enggak pernah sama sekali mikir buat rebut pacar apalagi sampe nyium kayak gitu!"
Arkan tersenyum remeh sambil mengangguk-angguk. Menahan-nahan diri untuk tidak mencubit atau memeluk Lea karena merasa sangat gemas dengan wajah lucu gadisnya.
"Kamu tuh ya," hardik Lea, menatap Arkan kesal dan menunjuk lelaki itu dengan jemari telunjuknya, "Udah tadi pagi enggak ada muji aku, padahal aku udah cantik gini. Sekarang kamu malah diem aja waktu dicium Belva!"
Arkan menyerit, "Apa? Muji kamu?"
"Iya! Emangnya kamu enggak mau muji rambut baru aku? Kan cantik, seharusnya kamu muji aku!"
Lelaki itu malah terbahak kencang, membuat Lea heran. Memangnya ada yang salah dengan ucapannya?
"Kok malah ngakak sih?! Ngeselin ih! Arkan nyebelin!!"
"Iya iya, kamu cantik kok," Arkan mengulum senyum setelah puas tertawa, "Lagiankan tanpa aku bilang ke kamu juga kamu pasti udah tau kalau kamu tuh cantik terus buat aku."
Lea ingin tersipu malu, tapi sayangnya masih ada rasa kesal yang menghinggapinya sehingga ia gengsi untuk membentuk sebuah senyum dibibirnya, "Aku enggak bakal mempan sama gombalan orang yang bibirnya udah enggak suci lagi!"
Arkan tersentak sesaat, membuat senyumnya luntur seketika. Ia menghela nafas, kemudian mendekatkan dirinya pada Lea. Merentangkan tangan, meraih tubuh mungil itu kedalam pelukannya yang justru membuat Lea meronta.
Untunglah mereka sedang berada diruang kesenian hanya berdua.
"Lepasin," Lea memberontak, meminta lelaki itu untuk melepasnya karena ia benar-benar masih muak setelah kejadian tadi.
"Dengerin aku dulu dengan tenang, baru aku lepasin."
"Tapi enggak usah meluk gini bisa kan?" Ujar Lea dengan wajah juteknya.
"Enggak bisa," sahut Arkan, malah memeluk gadis itu semakin erat.
Lea menghela nafas dan membuang wajah saat lensa mata Arkan menatapnya dengan tangan yang melingkar pasti dipinggang rampingnya. Tatapan lembut itu pasti bisa melemahkan dirinya dan Lea tidak ingin itu terjadi.
"Dia datang ke kelas aku tiba-tiba. Terus ya, kamu tau kan dia masih ngarep sama aku? Aku enggak sengaja ngebentak dia dan dia nangis," Arkan sedikit menunduk, menyesal karena terlalu lemah pada perempuan, "Aku enggak tau kalau dia seberani itu sampai nyium aku didalam kelas. Dan sialnya, kamu datang tepat pada waktu itu."
Lea masih membuang wajah. Bukannya tidak percaya, hanya saja ia tidak sanggup melihat wajah penuh penyesalan Arkan.
"Maaf, iya aku minta maaf lagi."
Begitu suaranya semakin melemah, Lea langsung menatapnya. Ia menghela nafas sebelum menangkup kedua pipi Arkan dengan jemarinya.
"Maaf diterima," Lea mengecup bibir Arkan sekali dengan berani, "Pokoknya kamu enggak boleh ngelakuin hal kayak tadi lagi!"
Lelaki itu tersenyum jahil, "Tapi kalau sama kamu boleh kan?"
"Enggak juga!"
Arkan menunjukkan wajah datarnya yang justru membuat Lea kembali mencium sekilas bibir pacarnya itu dan tersenyum lebar, menunjukkan sederetan gigi rapinya.
"Nakal ya."
"Biarin."
"I love you," Arkan mengucapkan kata terakhir sebelum menyatukan bibir mereka sebentar dan memeluk tubuh mungil gadisnya erat.
•••
Ku lagi ingin yg manis-manis kayak es teh sebelum konflik yang sesungguhnya hehe.
KAMU SEDANG MEMBACA
perfect [✓]
Short Storyhanya penggalan cerita usaha Lea menjadi gadis yang sempurna untuk berdamping dengan Arkan.