"Kok kalian enggak percaya sih sama saya kalo saya ini pacarnya Arkan? Wong, saya ini orang paling jujur disekolah, enggak mungkin saya bohong. Lagian buat apa juga ngaku-ngaku pacarnya Arkan, yeu, cogan banyak yang masih ngantri buat jadi pacar saya."
Ucapan Lea tersebut justru membuat ketiga satpam bertubuh kekar itu semakin tidak percaya. Apalagi tingkat kepedean Lea yang tinggi itu membuat ketiganya menganggap gadis itu berbohong agar bisa bertemu tuan muda mereka, Arkan.
"Mbak, mending pulang aja mbak. Enggak mungkin tuan Arkan pacarnya mbak, karena mbak ini jauh banget sama cewek yang biasa dibawa tuan Arkan kesini," sahut salah satu dari mereka yang berada ditengah.
Lea memutar matanya, sampai kapan ia harus memohon disini hanya agar dibukakan gerbang rumah pacarnya sendiri?
Sudah sekitar 30 menit semenjak ia datang kesini tapi ia tidak kunjung menginjakkan kakinya didalam rumah tersebut. Jangankan didalam rumah, dibukakan pagar saja ia tidak. Rencananya ia akan memberikan kejutan untuk Arkan dengan memasakkan lelaki itu beberapa makanan dan datang kerumahnya tanpa memberitahu dahulu setelah pulang sekolah, namun justru sekarang ia dihadang dan dituduh berbohong.
"Ya sudah, silahkan pulang mbak," pria kiri dan kanan mulai memegang lengan Lea untuk menariknya menjauh dari sekitar sana. Lantas saja gadis itu meronta minta dilepaskan.
"Ih, lepasin saya! Om, saya ini udah jujur loh! Oh, awas ya kalian, saya kasih tau Arkan sekarang juga!"
Ketiganya terdiam, terkejut dengan kata-kata terakhir Lea.
Lea mengeluarkan ponselnya dan menghubungi Arkan secepat kilat.
"Arkan!"
"Ya sayang?"
"Ini aku didepan rumah kamu. Kok aku enggak dibolehin masuk sih? Akukan pacar kamu! Satpam kamu enggak izinin aku masuk, katanya aku bohong!"
"Hah? Seriusan? Astaga, kok kamu enggak bilang mau kesini?"
Lea tersenyum geli melihat ketiga tubuh satpam tersebut menegang mendengar suara tuan-nya diponsel gadis itu.
"Ih, nanti aja nanyanya! Ini kasih tau dulu satpam kamu supaya aku dibukain gerbang!"
"Okey okey," Lea mendekatkan benda itu pada ketiga satpam pria itu, "Kalian mau dipecat, hah?! Cepetan buka gerbangnya!"
"Baik tuan," sahut pria-pria itu dan sesegera mungkin membuka gerbang mereka lebar-lebar untuk Lea.
Gadis itu sempatkan memeletkan lidahnya bermaksud mengejek ketiga satpam itu sebelum melangkah cepat kedalam rumah Arkan. Ia menoleh dan terkesiap melihat betapa besarnya rumah itu—ah, bahkan sudah tidak bisa dibilang rumah karena bangunan ini seperti istana baginya.
"Orang kaya mah beda."
•••
"Kok kamu enggak bilang kalo alergi sama makanan pinggir jalan?"
"Kalau aku tau kan, aku enggak akan maksa buat makan disana."
"Ih kamu mah nyebelin! Kalo gini kan aku khawatir. Entar kamu kenapa-napa gimana? Bisa dipenjara aku!"
"Pokoknya besok-besok kalo kamu emang enggak bisa, bilang ke aku! Entar akuㅡArkan!"
Arkan yang merasa gemas karena Lea terus mengomel tanpa berhenti menarik gadis itu kedalam pangkuannya. Dipeluknya Lea erat, menunjukkan betapa ia merindukan gadis berambut hitam legam itu walaupun tidak sampai sehari mereka tidak bertemu.
"Kangen," Arkan menyembunyikan wajahnya di lekukan leher Lea dengan manja.
Lea ingin marah, tapi nyatanya ia malah tersenyum geli dan balik memeluk Arkan.
"Makanya jangan sakit!"
"Takdir, gimana dong?"
"Ya kamu sih—"
"Shut! Diem ah, bawel banget kamu."
Lea hanya mendelik dan menyamankan posisinya diatas pangkuan lelaki itu saat Arkan menaruh dagunya dibahu gadis itu.
Keadaan menjadi hening beberapa saat hingga suara pintu kamar Arkan menghancurkannya.
"Arkan?"
Dan atensi keduanya teralihkan kearah sana.
Damn, Lea ingin mengumpat saja rasanya. Kenapa wanita berumur yang sepertinya ibu Arkan itu harus melihat anaknya tengah berpelukan dengan seorang gadis diatas ranjang?
•••
KAMU SEDANG MEMBACA
perfect [✓]
Nouvelleshanya penggalan cerita usaha Lea menjadi gadis yang sempurna untuk berdamping dengan Arkan.