Part 67

1.6K 59 7
                                    

Ada penyesalan yang saya rasakan kepada temanku itu, kepada Sari, beberpa waktu lalu saya sempat berprasangka buruk kepada sahabat beda alam itu, dan sekarang saya malah diberikan bantuan olehnya, jika saja sari tidak datang kepada kyai tentunya.... ahhh saya sendiri tidak bisa membayangkan, kemungkinan buruk apayang dapat terjadi kepada risa dan Abi jika saja kyai tidak datang hari itu...

“kyai, jin2 itu apakah akan datang lagi?” tanya saya kepada kyai dengan berbisik, agar risa tidak bertambah cemas kalau tau apa yang sebenarnya terjadi...

Untuk beberapa saat kyai diam, dahinya yang keriput terlihat makin berkerut, wajar karena umur beliau yang sudah 85 tahun, tapi memang mengherankan, dengan umur yang sesepuh itu beliau masih nampak sehat, bahkan bisa membantu saya yang masih muda dan sehat sentosa ini...Beliau membetulkan letak kaca mata yang berwarna kuning emas yang menempel di depan matanya, tampak betl beliau sedang memikirkan sesuatu...

“iya le, simbah rasa mereka tidak akan kapok diusir kalau hanya sekali, simbah sudah tidak muda lagi, tidak sekuat kamu,sebaiknya kita bicara diluar saja supaya istrimu tidak khawatir” ucap kyai dengan berbisik juga, tampaknya beliau paham dengan situasi saya..Kami bertiga keluar ruangan,saya, kyai dan pemuda yang baru kukenal bernama Ridwan itu..

“kyai sebenarnya apa yang terjadi dengan anak saya, kenapa dia juga seperti saya?, dan kenapa juga secepat ini kyai?, kenapa saya dapat merasakan mata batin abi bahkan diusianya yang masih balita ini kyai?”tanya saya untuk mendapat jawaban dari kyai...Kyai membetulkan letak peci beludru berwarna hitam itu, jari tanya mengetuk-ngetuk kursi dari besi yang kami duduki disamping ruangan Abi.. sepertinya kyai sedang membuat wejangan yang sedangdipikirkan beliau..

“le, kamu tau?, simbah itu sudah hidup cukup lama... jauh lebih lama dari kamu, simbah juga pernah punya anak, dan itu semua tidak luput dari yang namanya ujian,karena anak itu adalah anugerah, sekaligus juga ujian le”

“maksud kyai?”tanya saya lagi

“ya anakmu itu, adalah bentuk kebahagiaanmu yang dihidupkan secara lahiriyah dan batiniyah yang langsung diturunkan Allah untukmu dan istrimu le, Allah juga mengujimu dengan kelahiran anakmu, menguji bagaimana imanmu dan perilakumu sebagai imam, bagaimana tindak dan tandukmu untuk mengawal anakmu menjadi anak yang bisa duduk rendah dan tinggi berdiri, karena menikah itu tidak hanya perkara bisa cari uang tetapi perkara kamu bisa menghadapi badai dalam kehidupan, adamacam2 badai, dan hari ini kamu baru merasakan badai kecil yang pertama

”Saya mengangguk tanpa paham apa yang diwejangkan kyai, tapi kyai masih belum menjawab pertanyaanku, tentang Abi yang memiliki “bakat” turunanku..

“saya paham kyai, yang saya tidak mengerti adalah tentang Abi yang memiliki Indra lebih, saya tidak mau ketika rasa sakit yang sudah saya pernahterima ini akan ikut dirasakan Abimanyu kelak” tanya saya lagi..

“welahhhdalah.. le anak lanang, ternyata selama ini kamu belum ikhlas? Belum ikhlas dengan apa yang sudah diberikan Gusti Allah?, bukanya simbah pernah mengajari kamu tentang apa ituPasrahdan apa itunarimo? kamu terlahir istimewa, kenapa kamu menyesali kalau ternyata anakmu, darah dagingmu juga sepertimu?, ingat almarhum bapakmu dulu?, simbah ingat betul waktu bapakmu itu datang ke simbah kemudianmngatakan apa yang kamu alami, dan simbah tidak melihat setitik penyesalan pun di wajah bapakmu begitu tau seperti apa kondisimu, itu artinya apa? Itu artinya bapakmu sudah ikhlas, ikhlas mempunyai anak sepertimu,anak yang berbeda dari kebanyakan anak yang lahir di arcapada ini, bapakmu sadar bahwa yang dibawa anak itu adalah anugerah, dan apa yang diterima orangtua adalah ujian, itu adalah ujian untuk bapakmu, apa bapakmu yang duda itu pernah menyesali punya anak dengan kondisi berbeda kayak kamu? Tidak kan?, Bapakmu itu hanya orang biasa pada umumnya, tidak sepertimu yang istimewa, tapi yang bisa membuat simbah salut adalah kebijaksanaan dari bapakmu yang luar biasa itu, nah sekarang kamu.. yang sudah istimewa diberi kelebihan oleh Allah kok malah sangsi dengan yang sudah di anugerahkan dan diujikan ke kamu? Nikmat mana le yang kamu sangsikan?”Kyai menjelaskan sebuah wejangan yangmembuat saya hanya bisa tertunduk, tertunduk malu, kata2 itu benar2 menusuk hati saya, dan menyadarkan saya begitu bodohnya saya, begitu munafiknya saya,dan begitu berdosanya saya,saya sudah bersalah .. saya bersalah...

100 Tahun setelah aku matiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang