Hari minggu, semua berjalan begitu cepat, hari itu adalah hari dimana semua perjalananku disini sudah berakhir, hari final dari seribu satu ceritaku di Melbourne yang alhamdullillah saya tutup dengan manis.
Saya duduk di samping Wayan yang terlihat murung, anak konyol ini dari pagi tadi sudah meracau karena tidak ingin berpisah dengan kami, “Bli, kamu harus janji besok kalau ke bali harus mampir ke Ubud, kamu tinggal aj di rumahku” begitu katanya berulang-ulang, saya melirik kearah Wardhana yang asik dengan Novelnya, sambil sesekali ngobrol dengan dewi yang sedang asik melihat kumpulan awan dari dalam pesawat berlambang Burung kebanggaan Indonesia ini, novita dan miska, entah apa yang mereka obrolkan hingga mereka cekikian di tempat duduk mereka, sedangkan saya cuma berdehem untuk menanggapi ocehan wayan yang tidak ada hentinya mengomentari kepulangan kami..Butuh waktu beberapa jam untuk kami sampai di Bandara Soekarno-Hatta, dan di Soekarno-Hatta pula kami berpisah, Dewi akan kembali ke panti dimana dia tinggal, dia sudah punya rencana akan bertemu beberapa lembaga yang berminat memberinya sponsor untuk kelanjutan studinya, Wayan, dia berencana akan meneruskan lanjutan studinya di Tanah air, begitu juga dengan Wardhana, Novita dan Miska, mereka akan melanjutkan ke jenjang lebih tinggi dengan dana pribadinya, karena memang mereka semua dari golongan keluarga yang berada, sedangkan saya?? Saya tidak sepintar Dewi yang akan mendapat sponsor, saya hanya orang sebatang kara yang tidak memiliki keluarga kandung dan belum berpenghasilan, tapi saya adalah orang yang sangat beruntung… sangat beruntung.. kalian tentu ingat di beberapa part lalu saya menceritakan kalau saya menadapatkan hak dari Asuransi hidup Bapaku senilai 500 juta?ya dan dari situlah saya akan meneruskan semua yang saya harus lanjutkan.
Di Soekarno Hatta kami berpisah, “jaga diri kalian” ucap saya sebagai perpisahan kepada teman2ku,Wardhana harus kembali kerumah orangtuanya di Malang, Novita kembali ke Medan, Miska dia adalah orang Palembang, Wayan dan Dewi.. kalian tau mereka berasal dari mana..
Masa sekolah dasarku sangat tidak menyenangkan saya banyak menghabikan waktu disana untuk di bully dan di aniyaya lahir batin, dan saya tidak terlalu berat meninggalkan masa itu,kecuali karena harus berpisah dengan sari tentunya, di SMP adalah permulaan saya memiliki teman, cukup sulit untuk berpisah bersama teman masa SMP yang mengajaraiku banyak hal bagaimana bergaul dengan orang lain, sedangkan masa SMA.. hmm tentunya kalian tau masa SMA sangat indah bahkan dijadikan sebuah judul lagu oleh penyanyi tahun 80an, di SMA semua hal baik dan buruk terjadi, hubunganku dengan risa, prestasi2 kecil yang saya raih mayoritas saya dapat di jaman SMA, dan meninggalnya bapaku terjadi di jaman SMA, dan sekarang saya harus berpisah kembali dengan orang2 luar biasa yang menemani perjalananku selama 5 tahun disini, orang2 ini secara tidak sengaja ikut membentuk pribadiku yang lebih dewasa disini. “good bye” lambaian terakhirku mengiringi perpisahanku dengan Wayan, Wardhana, Novita dan Miska..Kini tinggalah saya dan dewi yang turun di bandara, dewi akan segera kembali ke tempat dimana dia pulang.. lalu kenapa saya malah turun di Jakarta? Bukankah lebih enak jika saya turun di Bandara Adisutjipto? Jawabanya karena saya ingin berkunjung ke suatu tempat.. kalian tau? Saya ingin ke Semarang.
“Zal, kamu gak mau mampir dulu?” dewi menawariku untuk mampir ke panti,
“mungkin lain kali wi, ada yang harus aku selesein, salam buat anak2 dan ibu panti ya” jawabku
Dewi mengangguk takzim, dia adalah cewek yang pengertian, cowok didunia ini mungkin butuh cewek seperti dewi, cewek paket komplit yang langka.
Kami berada dalam satu taxi, obrolan kami masih mengenai seputaran kenangaan2 manis selama perkuliahan, sampai..
“zal, kapan nih kamu mau omong sama orangtuanya Risa?” tanya dewi yang mulai menyinggung rencanaku untuk melamar Risa.
“kapan ya, palingan minggu depan wi, Insyallah semoga aja lancar. Aku juga harus bilang sama om Bowo, soalnya beliau kan waliku sekarang”
Dewi tersenyum sambil menunduk,dia memainkan jari2nya, mungkin ada yang mengganjal di pikiranya.
“ada apa wi?” tanyaku menyelidik.
“ahh egak kok, ikut seneng aja zal, tapi kamu gak boleh lupa sama aku ya meskipun besok kamu udah lamaran dan nikah sama Risa,tetep komunikasi terus sama aku”
“kalau itu aku bisa janjiin ke kamu wi” kataku sambil menoyor kepalanya.
Butuh waktu cukup lama untuk sampai ke tempat dewi, dapat dimaklumi dengan kondisi jalanan jakarta yang yahhh kalian tau sendiri bagaimana, udara berasa sangat terik, walaupun tidak terasa langsung oleh saya yang di dalam mobil tapi dapat terlihat dari pohon yang meranggas di pinggir jalan, perbedaan sangat kontras jika di bandingkan di Melbourne.
KAMU SEDANG MEMBACA
100 Tahun setelah aku mati
Terror"Kita hidup di dunia yang sama dengan mereka, kita hanya berbeda dimensi dengan mereka, percayalah.. mungkin mereka ada disampingmu sekarang" By: WN kulon.kali (KASKUS)