Anugerah terbaik bukanlah materi yang dapat datang dan pergi sesuka hati, melainkan cinta kasih orang tua kepada sang anak.
***
LONDON, 2007
"Selena, kemari, Nak!" panggil seorang wanita paruh baya seraya menepuk pelan sisi kosong di sebelahnya. Senyuman wanita itu tak pernah sirna kala memandang sang buah hati yang berlari kecil untuk duduk di sampingnya.
"Hei, awas terjatuh!" seru sang wanita tertahan, khawatir akan langkah kaki sang putri semata wayangnya. Lebih-lebih terluka jika terpleset di lantai.
Surai sang buah hati yang dikuncir kuda bergerak seirama dengan ayunan langkah kaki kecilnya. Senyuman Selena begitu mengembang bak kue hangat yang keluar dari panggangan. Manis dan nikmat dipandang.
Dalam hitungan sepersekian detik, bokong kecil gadis itu kini telah mendarat sempurna pada sofa hitam yang berada di ruang keluarga. "Ada apa, Mom?" tanya gadis berusia dua belas tahun itu antusias.
"Mom ingin memberikanmu hadiah. Kau mau?" tawar Blaire--sang Ibu--yang disambut anggukan antusias dari Selena.
"Apa hadiahnya, Mom?" Selena sedikit mencondongkan tubuhnya. Netranya yang seindah emerald menelisik sebuah kotak kecil di genggaman Blaire.
Perlahan Blaire membuka kotak kecil berwarna navy di tangannya. Wanita paruh baya itu terus memperhatikan ekspresi girang dari wajah Selena.
"Apa kau suka?" tanya Blaire yang kembali disambut anggukan antusias Selena.
"Ini indah, Mom. Aku menyukainya!" seru Selena seraya meraih sebuah kalung yang berada di dalam kotak kecil pemberian Blaire. Sebuah lontin yang berbentuk oval dengan sebuah batu berwarna sejernih air lautan memperindah kalung tersebut. Lebih-lebih, warnanya adalah favorit gadis itu.
"Syukurlah jika kau menyukainya. Mom sempat berpikir jika kau tak suka kalung yang seperti ini," jelas Blaire seraya mengelus pelan kepala Selena.
"Apapun pemberian Mom dan Dad pasti kuterima. Karena aku tahu ini adalah sebagian tanda cinta kalian kepadaku," balas Selena tulus.
Walau terbilang masih berusia muda, Selena memiliki pemikiran yang cukup bijak. Sesuatu yang membuat Blaire merasa takjub akan tumbuh kembang dari putrinya bersama Xander. Bahkan gadis itu lebih bersikap dewasa dibandingkan anak-anak seusianya.
"Mom begitu bangga padamu, Nak." Sebuah bulir bening menetes perlahan dari pelupuk mata Blaire. Hati wanita berusia tiga puluh tahunan itu menghangat. Gadis kecilnya kini semakin tumbuh dewasa.
"Mom jangan menangis." Selena kembali menaruh kalung ke tempatnya lalu mengusap pelan air mata Blaire. Gadis itu tidak tega jika malaikatnya menangis meski itu adalah ungkapan kebahagiaan. Ada perasaan yang tak mampu dijelaskan ketika melihat lelehan air mata tersebut.
"Mom hanya merasa bahagia, dear," elak Blaire. Jemarinya menggenggam lembut tangan Selena.
"Tapi tidak dengan menangis, Mom."
"Tak apa-apa. Mom juga manusia, jadi tak salah jika menangis," bela Blaire masih dengan pandangan menyejukkan hati Selena.
"Baik, aku kalah jika akan berdebat dengan Mom," balas Selena, mengundang senyum kecil dari bibir Blaire.
"Oh iya, kau ingin memakai kalungmu?" tawar Blaire berupaya mengalihkan perhatian.
Selena mengangguk pelan. Ia begitu memahami kondisi ibunya. Bahkan netranya kian terpaku menatap kalung pemberian Blaire. Hasrat gadis belia itu begitu menggebu kala memandang kecantikan liontin tersebut. "Tentu saja, Mom."

KAMU SEDANG MEMBACA
FALSE : The Beginning
FantasiSelena tak pernah menyangka jika kalung yang selama ini diberikan sang ibu justru membawanya kembali bertemu dengan sosok-sosok yang berpengaruh atas kehidupannya di masa lampau. Gadis itu terus dihantui mimpi buruk yang membuatnya bertanda tanya me...