ZWEI

7.8K 625 11
                                        

Tak mudah melupakan sebuah kenangan, tapi pasti kau mampu melakukannya. Jangan menyerah!

***

Hiruk-pikuk sebuah kantin membuat suasana semakin terasa sesak. Bak pejabat yang memperebutkan takhta, mereka saling mendahului satu sama lain demi beberapa tempat duduk yang tersisa. Sebuah ironi atas sifat individualis dari seorang manusia. Namun beruntung, beberapa di antara mereka memilih untuk mengalah. Mencari tempat lain yang lebih nyaman demi terhindar dari desakan manusia dan minimnya waktu istirahat.

Selena pun turut menjadi salah satu bagian dari tim pengalah dalam kantin. Gadis itu memutuskan untuk duduk di sebuah kursi taman sekolah sembari memakan bekal pemberian ibunya.

Nikmatnya sandwich buatan Blaire membuat lidah gadis itu bergoyang. Bagi Selena, masakan dari ibunya adalah hal terbaik di dunia. Bahkan jika dihitung, gadis itu melakukan 32 kali kunyahan sebelum masuk untuk diproses lambungnya.

"Apa kau sangat menikmatinya?" Edward mendudukkan diri di samping Selena. Pemuda itu menatap intens ke arah gadis yang terus mengunyah tanpa berminat untuk membalas.

"Ayolah, aku tak suka diabaikan," gerutu Edward seraya bersidekap.

Sekilas, Selena melirik dari sudut matanya. "Apa kau tahu, jika makan sambil bebicara itu tidak sopan?"

Mengusap tengkuknya, Edward merasa tertohok. Pemuda itu memasang raut tak enak setelah mendengar ucapan Selena. "Maaf, tapi jangan memasang muka seperti Annabelle Membuatku takut," pinta Edward.

Netra gadis itu berputar cepat bersamaan dengan hembusan napas pelan. Lalu kembali menggigit potongan terakhir rotinya. Mengabaikan tekukan di wajah Edward.

"Oh ayolah, jangan kau abaikan lelaki tampan sepertiku ini."

"Diamlah sebelum aku menendang bokongmu," ancam Selena seusai menelan potongan terakhir sandwich-nya.

"Tidak, sebelum kau menceritakan yang tadi, lady."

Menghela napas, Selena memandang kesal ke arah Edward. "Baiklah."

Seringaian tipis terbentuk jelas di wajah Edward. Pemuda itu membenahi posisinya dengan sedikit mengarahkan pandangan kepada Selana. "Jadi, bagaimana?"

"Sebentar."

Telapak tangan Selena diangkat ke hadapan Edward. Gadis itu meminta jeda untuk meneguk air mineral di dekatnya.

Usai meneguk dan menutup botol, kepala Selena menengadah ke langit. Pikirannya berusaha menggali ingatan dari bunga tidurnya.

"Aku bermimpi mengenai hal yang sama berulang kali. Awalnya kukira itu adalah bunga tidur tapi sudah beberapa bulan ini mimpi itu terus mendatangi tidurku," jelasnya.

Edward bergeming. Menatap bingung ke arah gadis di sampingnya. Pikiran pemuda itu melalangbuana. Bayangan liar atas situasi pada mimpi Selena datang tanpa permisi ke otaknya.

"Pada mimpi itu, aku menangis. Tubuhku penuh luka akibat siksaan dari seseorang." Tatapan gadis itu mulai kosong. Sel-sel memorinya mengawang jauh bagai seseorang yang bernostalgia.

"Sesekali aku menyumpah ke arah penyiksaku," lanjutnya, "tetapi sosok itu hanya tertawa sinis. Lalu dia menatap angkuh dan berkata ... "

"Berkata apa?" potong Edward. Ia menantikan kelanjutan cerita dari bibir merah muda Selena.

"... jika kau ingin selamat, jangan pernah bertemu dengannya lagi sekalipun kau bereinkarnasi. Karena aku tak segan-segan kembali menyiksamu," lirih Selena.

Ternyata mendengar ancaman itu di alam mimpi ternyata tetap memiliki efek sepadan ketika menjelaskannya. Ketakutan.

"Kejam," gumam Edward pelan. Tiba-tiba tubuh pemuda itu bereaksi. Rahangnya mengeras dengan tatapan tajam penuh kebencian. Emosi pemuda itu bergejolak seolah turut merasakan apa yang dikatakan Selena.

FALSE : The BeginningTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang