Kesalahan bukan untuk diratapi, tetapi diperbaiki.
***
"Bagaimana keadaannya, Dok?" tanya Corra setelah seorang wanita paruh baya bersetelan jas putih keluar dari kamar rawat inap Selena.
"Dia baik-baik saja. Hanya sedikit mengalami shock. Selebihnya, kita masih menunggu pendonor darah untuknya," jelas sang dokter penuh kelembutan, takut-takut jika Corra akan semakin khawatir.
Mengembuskan napas lega, Corra sedikit merasa lega. Pun, ia merasa beruntung berkat kedatangan kakaknya. Setidaknya Selena tak sendiri walau ia tak menyadarinya.
"Bagaimana keadaannya?"
Suara bariton Luxio memecah lamunan gadis itu. Tubuhnya refleks menjauh saat memandang sosok di belakangnya.
"Kau ini mengagetkanku saja!"
Terkekeh. Ia mengusak pelan kepala adiknya. "Maafkan aku. Tadi aku tak memperhatikanmu."
Corra memutar bola matanya dan segera berlalu menuju ruang rawat inap Selena. Ia mengabaikan Luxio yang memandangnya dengan tatapan kosong.
Tak berbeda jauh dengan Luxio, sang adik tampak menatap hampa pada pintu ruang rawat inap Selena. Tangannya yang terulur ke udara menyentuh pelan knop pintu lalu memutarnya untuk memberikan sedikit celah mendorong daun pintu.
Corra tak tahu tapi sejujurnya ia tak dapat mendeskripsikan perasaannya, khususnya kala mengetahui sosok Aurora masih hidup. Pun, nyatanya kehadiran Aurora membuat adik Luxio itu sedikit khawatir.
"Sebenarnya apa yang ingin kau lakukan?"
Dilangkahkan tungkai jenjangnya dan mendekat ke arah tempat tidur seorang gadis yang kini tengah tak berdaya.
"Apa yang sebenarnya kau inginkan, Aurora? Bukankah seharusnya kau tak berada di sini lagi."
Sejurus tatapan Corra begitu sendu. Lalu ia mengedarkan pandangan pada ruangan yang bernuansa putih itu, dan akhirnya menari kursi terdekat untuk duduk di samping Selena.
"Aku harap dia tak pernah mengacaukan lagi," harap Corra sesaat setelah melihat pergerakan napas teratur Selena melalui oksigen tambahan.
"Siapa yang mengacaukan?" tanya Luxio seraya menyandar di dinding. Kedua tangannya sedikit melonggarkan ikatan dasi yang menyesakkan lehernya.
"Kau hobi sekali menguping ya," sindir Corra dengan lirikan tajam dari ujung ekor kedua matanya.
Sedikit menyeringai, Luxio berjalan mendekat dengan sedikit menggulung lengan kemeja sampai ke siku. Ia mengambil posisi terdekat ke arah sofa di seberang tempat tidur Selena dan mendudukan tubuhnya di sana.
"Salahmu sendiri tak menutup pikiran. Jadi, wajar saja jika aku mendengarnya," jawab pemuda itu enteng.
Corra tersenyum gemas. Gadis itu ingin sekali menghajar sang kakak yang seringkali menggodanya. Oh, atau bisa jadi membatalkan rencana untuk bekerjasama dengan Luxio dalam menjalankan strategi dalam melindungi Selena.
"Bagaimana bisa Mom melahirkan anak sebegitu menyebalkannya sepertimu ya? Padahal kalau dipikir-pikir kau itu tidak tampan apalagi mapan," celetuk Corra memancing raut wajah kesal kakaknya.
"Siapa yang kau bilang tak mapan? Kau tahu, perusahaan itu aku yang menjalankan walaupun setelah Dad memberikannya padaku," Luxio sedikit menyisir rambut dengan tangan, "dan tak tampan? Oh, jangan lupa jika seluruh vampire terlahir rupawan. Bahkan itu yang membuat manusia terpikat akan pesona kita."

KAMU SEDANG MEMBACA
FALSE : The Beginning
FantasySelena tak pernah menyangka jika kalung yang selama ini diberikan sang ibu justru membawanya kembali bertemu dengan sosok-sosok yang berpengaruh atas kehidupannya di masa lampau. Gadis itu terus dihantui mimpi buruk yang membuatnya bertanda tanya me...