Mengeluh tak akan pernah menyelesaikan masalah. Pikirkan solusi dan lakukan!
***
"Kau mau membawaku ke mana, Aldric?"
"Ke tempat temanku," balas pemuda itu singkat. Derap langkah kakinya terdengar buru-buru, bahkan Luna pun tak sanggup menyamainya.
"Aldric," panggil Luna lemah. Napas gadis itu mulai terengah-engah. Sungguh, bukan hal yang menyenangkan baginya untuk menyejajarkan langkah dengan seorang vampire.
Aldric menoleh ke belakang. Dilihatnya Luna telah berada tiga meter darinya dengan raut pucatnya. Peluh gadis itu satu per satu muncul seolah menjadi sinyal bahwa ia kelelahan.
Dengan cekatan, Aldric bergerak mundur lalu menatap penuh khawatir ke arah pujaan hatinya. "Maafkan aku, Luna," sesalnya, "seharusnya aku ingat jika kau seorang manusia."
"Aku tak apa. Hanya sedikit kelelahan, jangan terlalu mengkhawatirkanku."
Senyum tulus Luna sejenak membuat Aldric terpana. Di tengah rasa lelah, gadis itu selalu mampu memaklumi segala perbedaan di antara keduanya. Pun, ia tak pernah mengeluh jika mereka berasal dari kasta yang berbeda.
"Ayo, naik ke punggungku," tawar pemuda itu seraya jongkok membelakangi Luna.
"Tapi nanti kau....," elak gadis itu sedikit ragu.
"Kau lupa jika aku ini apa?" tanya Aldric disertai kekehan. Gadisnya itu sangat polos bahkan takut jika merepotkan orang.
Sekilas, Luna tampak bingung dalam menentukan keputusan. Di dalam otaknya hanya terdapat dua pilihan dan tidak ada yang baik. Semua opsi terasa memberatkan Aldric.
Pergolakan dari hati nuraninya berkecamuk. Otak gadis itu beradu keras dengan perasaannya. Bahkan lebih tepatnya, selalu seperti ini jika berada pada situasi tak menyenangkan bersama Aldric.
"Apakah aku harus berlari tapi Aldric akan ditangkap dan terkena hukuman lagi atau didukung tapi ia akan kelelahan?"
"Opsi kedua. Ayo jangan berpikir terlalu lama!" ajak Aldric sekali lagi. Kali ini, intonasi pemuda itu terdengar meyakinkan. Tekadnya semakin kuat bersamaan mendengar pergolakan batin Luna.
"Bagaimana kau tahu?" tanya Luna terbata-bata.
"Jangan lupakan kemampuan alami vampire yang dapat membaca pikiran," batin Aldric seraya mengembuskan napas pelan.
"Bukan hal yang penting untuk dibahas. Ayo cepat!"
Bukan perkara mudah untuk bersembunyi dari intaian seorang penguntit. Sungguh, Aldric begitu mengakui jika suruhan orang yang tak disukainya itu selalu saja mengincar Luna. Apalagi jika mengingat keberadaan strata gadis itu. Aldric yakin, jika Luna takkan mampu mengelak dari incaran para bangsawan dengan kuasanya yang lemah.
Kembali, Luna dilanda keraguan. Netranya sekali lagi menatap lekat punggung lebar di depannya. "Aku...."
Krakkk
Aldric menengok cepat. Pendengarannya menajam, berupaya menangkap suara-suara di sekitar mereka. "Cepat naik!" teriaknya hingga membuat Luna tak punya pilihan.
Setelah merasa posisi yang nyaman, Aldric memacu langkah kakinya semakin cepat. Bukan main, ia meningkatkan laju larinya. Bahkan pemuda vampire itu tak segan-segan melompati akar-akar pohon yang menyembul ke permukaan tanah, dan menghindari beberapa ranting pohon yang menghalau jalannya.
Adalah sebuah hal yang mudah bagi seorang vampire untuk berlari cepat. Terlebih pandangan yang tajam, membuat seorang makhluk bukan manusia seperti Aldric mampu menerebos rimbunnya pepohonan. Baginya, menyelamatkan diri merupakan keputusan terbaik saat ini walau ia harus menahan perih akibat angin yang menggelitik goresan di kulitnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
FALSE : The Beginning
FantasiSelena tak pernah menyangka jika kalung yang selama ini diberikan sang ibu justru membawanya kembali bertemu dengan sosok-sosok yang berpengaruh atas kehidupannya di masa lampau. Gadis itu terus dihantui mimpi buruk yang membuatnya bertanda tanya me...