11. Memori

5.3K 336 14
                                    

Ini adalah hari pertama Mentari dan Bintang resmi berpacaran. Mulai hari ini segala urusan Mentari termasuk urusan Bintang, begitu pun sebaliknya.

Kabar itu tersebar luas seantero sekolah dalam waktu 1 x 24 jam. Membuat hari ini adalah hari patah hati bagi para fans Bintang. Entah apa yang akan mereka perbuat, mungkin berhenti mengidolakan Bintang? Atau meneror Mentari?

"Udah, yuk! Gak usah takut kan ada gue," ajak Bintang seraya menggenggam tangan kanan Mentari.

"Nanti gue diteror sama fans-fans lo itu," elak Mentari seraya melepaskan tangan Bintang.

Bintang tak menggubris dan mempererat genggamannya. Seolah menjaga Mentari dari siapa pun yang ingin menyakitinya.

Priittt

"Mentari, Bintang. Fokus belajar jangan pacaran!" nasihat Pak Idris.

Bintang memutar bola matanya malas, sedangkan Mentari hanya diam tak berani jika berurusan dengan Pak Idris.

Kringggg

Bel masuk cukup membuat Mentari lega. Pak Idris segera berlalu meninggalkan kedua insan tersebut.

Bintang melanjutkan langkahnya dengan santai. Mentari pun sama, tidak bisa mempercepat langkahnya karena terus digenggam pacarnya, Bintang.

Mentari berhenti sedetik kemudian menepuk kepalanya. Matanya melotot saking terkejut seraya memekik, "Astagfirullah! Gue lupa ngerjain PRnya Bu Widya!"

Bintang menaikkan sebelah alisnya, heran. Seheboh itu hanya karena tak mengerjakan PR. Bahkan, dirinya pun sama belum mengerjakan PR Bu Endang. Tapi tenang-tenang saja.

"Aduh, gimana nih? Mana udah bel lagi," gumam Mentari seraya menggigit bibir bawahnya yang tipis.

Sebuah ide sesat terbesit dalam benak Bintang yang terbatas. Sebuah niatan untuk mengajak Mentari bolos.

Dengan cepat Bintang segera menarik Mentari secara paksa dan membawanya kembali ke parkiran.

Menaiki motor ninjanya dengan gesit dan diikuti gerakan yang sama oleh Mentari. Keluar sekolah yang belum dikunci oleh Pak satpam. Terikan guru piket yang berada di lantai dua seolah angin berlalu bagi Bintang.

Jantung Mentari berdebar-debar. Baru kali ini ia bolos sekolah. Lantas gadis itu berucap, "Bintang, sumpah gimana nasib kita besok?!" Dengan nada paniknya menganggap ini luar biasa baginya sepanjang hidup.

"Guru di sekolah kita kan udah pada tua-tua, siapa tau mereka lupa," jawab Bintang sekenanya.

Bintang terus melajukan motornya tanpa memberitahu tempat yang akan ia kunjungi.

Mentari bungkam membiarkan rambut panjangnya yang terurai berkibar-kibar tertiup angin.

Bermenit-menit berlalu dan ternyata Bintang membawa Mentari ke sebuah tempat pemakaman yang ada di Jakarta.

Pikiran Mentari sudah menjelajahi luasnya benua dan dalamnya samudera. Memunculkan banyak pertanyaan yang bergelayut di otaknya. Berusaha menepis pikiran negatif tentang Bintang.

Bintang turun diikuti oleh Mentari. Mentari bisa melihat perubahan mimik wajah Bintang, seakan ada sekilas kekecewaan dan kesedihan yang mendalam.

Bintang menutup matanya dalam sekejap seraya mengambil nafas dalam-dalam. Lalu berjalan ke sebuah makam yang kering tanpa bunga-bunga yang bertaburan di atasnya.

Tulisan yang tertulis di nisan itu dibaca oleh Mentari. Budi Pramudya Jaya, baca Mentari dalam hati. Di nisan itu juga tertulis tanggal kelahiran dan kematian almarhum Budi.

Bintang memandang lurus makam ayah kandungnya yang sudah wafat sekitar 10 tahun yang lalu tepat hari ini.

Mentari mengelus bahu Bintang tanda menenangkan dan ikut berduka cita.

Sekuat tenaga Bintang menahan tangisannya, tapi sekuat apa pun ia tak akan sanggup. Hatinya rapuh dan air matanya jatuh. Beberapa detik kemudian tangisannya makin kencang seraya memeluk nisan ayahnya.

Sudah tak peduli lagi berada dengan siapa dirinya saat ini ketika menangis.

"Maafin Bintang, pah," lirih Bintang. Suaranya parau, matanya memerah, dan pipinya penuh air mata.

Mentari ingin menyahut, tapi lidahnya kelu. Seolah membiarkan Bintang menjelaskan dan mengeluarkan semua unek-uneknya.

"Bintang mau papah kembali disisi Bintang sama mamah. Bintang mau papah jagain kita lagi. Bintang mau kita hidup bersama-sama lagi. Hidup dalam sebuah ikatan keluarga sederhana yang saling menyayangi. Bintang rindu papah. Rindu diantar ke sekolah. Rindu dimarahin karena sering bolos sekolah. Semua tentang papah Bintang rindu." ucap Bintang mengeluarkan semua kemauan dan kerinduannya. Disusul isak tangis dari mulutnya.

Nyatanya hati Mentari pun sakit. Rasa empati hati nuraninya sungguh menusuk. Membuat air matanya jatuh bebas. Ikut mengingat memori masa lalunya bersama almarhumah ibunya.

"Bukan cuman lo yang begitu," ucap Mentari sukses membuat Bintang menoleh.

"Mentari juga rindu mamah. Mamah yang selalu jadi sosok ibu yang baik di keluarga. Yang gak pernah ngeluh akan segala masalah dalam kehidupan. Dengan sebuah lekukan bulan sabitnya yang gak pernah pudar." jelas Mentari. Seperdetik kemudian disusul tangisnya yang semakin menjadi.

Kedua insan itu bersamaan bungkam. Pikirannya hanyut pada kenangannya masing-masing bersama orang tercinta yang sudah tiada.

Guguran daun jambu yang jatuh bebas memecahkan lamunan Mentari. Seolah mengingatkan bahwa kenangan tidak untuk selalu dikenang jika menyakitkan.

"Semoga mereka tenang disisi-Nya, Aamiin," doa Mentari.

"Aamiin," sahut Bintang.

Lalu kedua insan itu menengadahkan telapak tangannya. Merapalkan Surat Al-Fatihah dalam hati. Setelah itu mengusap wajahnya masing-masing.

Mentari bangkit diikuti gerakan yang sama oleh Bintang. Bersamaan menghapus air mata masing-masing.

"Yuk pulang!" ajak Bintang lalu menghampiri motornya yang terbakar panasnya sang surya.

"Hmm, gue pasti dimarahin," beritahu Mentari.

Bintang tersenyum dan tangannya mengacak-acak puncuk kepala Mentari.

"Yaudah ke danau," putus Bintang seraya memakai helmnya.

Mentari sumringah sudah dua hari ia tidak pergi ke danau saat malam tiba. Dan kini ketika sang surya menyinari bumi, ia akan puas menangis kembali meluapkan semuanya.

"Janji jangan nangis di sana," ucap Bintang.

Ternyata Mentari tak bisa melakukannya hari ini. Memendam kembali semua perasaanya yang menyakitkan.

Motor Bintang melaju menuju danau. Kondisi danau pada siang hari sama seperti malam, sepi.

"Udah lama gak teriak, kuylah!" ajak Mentari seraya naik ke pinggiran danau bertembok semen.

"Satu, dua, tiga!" perintah Bintang.

Aaaaaaaaaa

-Love with badboy-
Next?
Jakarta,
09-06-18
Malam

Maaf ya double up wkwk
Btw gmn ceritanya?
Iya, tau makin absurd:v

Mksh yg msh baca
Smg suka♡

Love with badboy [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang