Mentari terus menerus mendengus kesal tentang fakta yang baru saja ia terima beberapa menit yang lalu. Fakta yang mengecewakannya. Apalagi kalau bukan mendapat nilai di bawah KKM UH Bu Endang kemarin.
Meneliti berulang-ulang angka berwarna merah yang mustahil bertambah jumlahnya.
Saat ini dirinya sedang berada di kantin, menikmati batagor kesukaannya yang hampir setiap hari ia beli. Di atas mejanya juga tersedia es teh manis yang kesegarannya sungguh menggoda di siang hari seperti ini.
Tiba-tiba saja sebuah tangan seseorang merebut dengan kasar es teh manis yang sedari tadi belum ia minum. Lantas gadis itu mendongak dan melempar tatapan bingung.
"Kenapa? Minta doang," ucap Bintang lalu menyeruput dengan asiknya. Menyisakan setengah es teh manis dalam gelas beling itu.
Mentari tak mengubris dan melanjutkan makan batagornya dengan lahap. Percayalah, dari sekian banyak pilihan makanan selalu saja batagor yang mencuri hatinya.
"Apaan tuh?" tanya Bintang sedikit menyelidik ke arah kertas UH atas nama Aura Mentari Senja yang berada di atas meja.
Tanpa menunggu jawaban Mentari, seking penasarannya cowok itu meraih dengan kasar. Fokus pada angka berwarna merah yang menunjukkan 47, ya miris memang nilai Mentari kali ini.
"Gak belajar?" tanya Bintang heran, pasalanya nilainya saja lebih tinggi yaitu tepat di angka 50.
"Belajar, tapi gak keluar," jawab Mentari lalu menyeruput es teh manisnya yang sempat diminum Bintang.
Beginilah lika-liku seorang pelajar. Terkadang sudah belajar mati-matian, tapi yang diujikan sama sekali bukan yang dipelajari. Terkadang saat diterangkan mengerti dan paham, tapi saat ujian mendadak menjadi orang terbodoh sedunia.
Bintang menganggukkan kepalanya lalu mulai menjatuhkan bokongnya tepat di hadapan Mentari. Sedari tadi memang ia hanya berdiri.
"Kuylah belajar bareng!" ajak Bintang antusias.
"Serah," jawab Mentari acuh tak acuh dan mulai melakukan hobinya yaitu menggerogoti es batu balokan.
Bintang tersenyum puas dan bangkit dari duduknya. "Pulang tunggu di parkiran," ucapnya. Lalu melenggang pergi begitu saja.
Kringggg
Bel tanda istirahat selesai berbunyi seenaknya memekakan telinga para penghuni kantin. Semuanya diuji kecepatan untuk menghabiskan makannya masing-masing.
Mentari bangkit dan segera berjalan menyusuri koridor dengan santai. Bibir gadis itu komat-kamit merapalkan doa supaya Bu Widya tidak masuk.
Tiba-tiba saja tangannya dicekal oleh seseorang lantas Mentari menoleh dan mendapati senior asing baginya.
"Maaf, ada apa ya, Kak?" tanya Mentari heran seraya melirik sekilas tangan senior cowok itu yang menempel dengan tangannya pula.
Refleks cowok itu melepas dengan sedikit canggung. Mentari menunggu cowok di hadapannya berbicara seraya membaca name tag yang tertera di seragam.
"Satrio Renaldo Putra," gumamnya pelan. Ya, cowok itu adalah Satrio, kakak kandung Cindy.
"Mentari ya?" tanya Satrio meyakinkan bahwa ia tidak salah orang.
Mentari mengangguk mengiyakan.
"Jauhin Bintang bisa?" tanya Satrio lagi. Kali ini sukses membuat Mentari mengernyitkan dahinya, bingung.
"GAK BISA!"
Pandangan keduanya teralihkan secara serentak ke sumber suara dengan radius 3 meter dari belakang. Bintang, cowok yang berteriak kencang tadi berajalan dengan santai menghampiri Mentari dan Satrio.
"Apa belum selesai masalahnya?" tanya Bintang seraya memasukkan kedua tangannya ke saku celana.
"Adek gue belum bisa move on dari lo, tiap malem dia nangis terus," sahut Satrio menjelaskan. Dengan raut wajah khawatirnya sebagai seorang kakak dari Cindy yang hanya selang 1 tahun.
Bintang menganguk-anggukkan kepalanya. Berselang beberapa detik cowok itu mengangkat suaranya, "Yuk anter gue temuin dia!" Lalu berjalan mendahului seraya menarik lengan Mentari yang tidak tahu apa-apa.
Satrio mengikuti dari belakang menuju kelasnya yang adalah kelas Cindy juga. Kedua cowok tampan dan satu cewek cantik itu disambut tatapan-tatapan kagum dari para penghuni kelas.
Keberuntungan berada dipihak kelas tersebut bahwa guru pelajaran tidak bisa masuk pada hari ini. Membuat kelas itu mendapat jam kosong.
"Cindy sayang, ada Bintang tuh," ucap Satrio lembut seraya merapikan rambut yang menutupi wajah Cindy yang sedang menelungkup di atas meja.
Cindy menoleh dengan mata memerah. Ternyata bukan hanya di rumah saja, di sekolah pada saat-saat tertentu pun Cindy menangisi Bintang.
Bintang langsung mendekat ke arah Cindy diikuti Mentari yang mulai paham apa permasalahnnya.
Satrio mempersilahkan Bintang untuk duduk. Bintang duduk tepat di hadapan Cindy, sedangkan Satrio tetap berada di samping Cindy. Lain halnya dengan Mentari, gadis itu berdiri mematung.
"Kak, dengerin gue," pinta Bintang sedikit menundukkan kepalanya karena Cindy pun tidak mau menatap matanya.
Cindy mendongak, tidak mengucapkan kata apa-apa seperti 'Hai Bintangku!' dengan centil. Seolah berubah menjadi gadis pendiam.
"Tutup hati kakak buat gue, buka buat yang lain," ucap Bintang seraya menyentuh bagian hatinya sendiri.
Tangan kanan Bintang berada beberapa centi di atas tangan Cindy nyaris bersentuhan. Cowok itu menjeda seraya melirik Mentari sekilas seolah meminta izin untuk mengelus tangan Cindy.
Ya, Bintang tidak mau kejadian itu terulang lagi. Saat di mana dirinya dipeluk oleh Queen dan disaksikan langsung oleh Mentari. Bintang tahu betul hati Mentari pasti sakit.
Mentari kali ini peka, gadis itu mengangguk membolehkan. Bintang kembali mengarahkan pandangannya ke Cindy dan menjatukan telapak tangannya. Menggenggam tangan Cindy dengan erat.
"Berhenti berharap sama gue, ya? Gue yakin kakak bisa," ucap Bintang. Sedetik kemudian cowok itu bangkit dan melenggang keluar kelas.
Disusul oleh Mentari yang sedikit mengejar. Langkah keduanya kini sudah sama. Mentari berdehem, membuat Bintang menoleh dengan satu alis yang terangkat.
"G-gue hmm, anu aduh gak jadi deh," ucap Mentari gugup seraya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
Gue pengen kita balikan, sambung batin Mentari.
Bintang hanya terkekeh melihat Mentari seperti tadi. Kemudian melanjutkan kembali langkahnya, tapi kali ini tidak disusul oleh Mentari.
Aishh, ngomong balikan aja susah banget sih. Tapi kalau gue yang ngajak gengsi lah gila aja, celoteh batin Mentari.
Hatinya memang masih jatuh kepada badboy cap kodok itu. Tapi cinta tidak harus memiliki kan? Iya. Tapi apa rasanya? Nyesek.
-Love with badboy-
Next?
Kuningan,
20-06-18
MalamMakin absurd aja nih crt wkwk
Balikan gak nih?
KAMU SEDANG MEMBACA
Love with badboy [Completed]
Teen Fiction'Tentang rasa yang tak kunjung mereda' "Gue suka sama lo, lo bisa apa?" -Bintang Pramudya Jaya. Disini, di bawah langit Jakarta, Mentari menceritakan semuanya. Di atas bumi yang berputar pada porosnya dan berputar mengelilingi matahari, Mentari mera...