Bintang mengepal telapak tangannya keras saat menginjakkan kaki di rumahnya. Tidak ada siapa-siapa, ternyata ibu Bintang tidak main-main dengan ucapannya.
Dengan kasar cowok itu menjatuhkan bokongnya ke sofa ruang keluarga. Tunggu..ruang keluarga? Tidak pantas disebut dengan sebutan itu.
Pandangannya jatuh tepat pada sebuah foto yang dipajang di dinding bernuansa putih itu. Foto sepasang suami-istri dengan seorang anak laki-laki berusia sekitar 4 tahunan. Ketiganya bersamaan tersenyum pada kamera. Menjalin sebuah ikatan yang disebut keluarga.
Tak jauh dari foto tersebut, terpajang pula sepasang suami-istri yang berpose romantis dengan menggunakan baju pengantin. Foto ini jauh lebih modern dari foto keluarga kecil di sebelahnya tadi.
Foto dengan bingkai berwarna merah muda mengalihkan pandangannya. Foto sepasang kekasih yang saling memeletkan lidahnya ke kamera. Pancaran mata keduanya memperlihatkan kebahagiaan.
Masih ada satu foto yang belum Bintang lihat dan nostalgia, foto sepasang sahabat yang saling merangkul. Memakai seragam SMA dengan senyum yang tercetak manis di bibir keduanya.
Bintang menitihkan air matanya, sekarang tidak ada satu pun yang menemaninya. Senyuman di foto-foto tersebut seakan senyuman yang telah berlalu walau masih tercetak jelas dalam kertas.
Semua orang itu dulu Bintang miliki, tapi sekarang tidak. Tidak ada yang abadi di dunia ini. Hati cowok semacam Bintang ternyata juga mudah rapuh hanya karena orang-orang yang dicintainya pergi. Dan mungkin tak akan kembali.
Sekarang cowok itu bingung apa yang harus ia lakukan. Menyapu, mengepel, menyetrika, mencuci piring&pakaian, dll tak ada satu pun yang ia bisa. Apalagi memasak, yang ada barangsiapa yang memakan akan terkena serangan jantung, impotensi, gangguan kehamilan dan janin.
Bintang memutuskan untuk menjelajahi alam mimpinya di kamar. Setidaknya itu pilihan yang paling tepat, menurutnya. Tapi gerakannya terhenti oleh getaran ponsel di sakunya.
Drtttt
Mentari :
Temuin w di danau
Skrng!!!Bintang :
Mau ap?
Mrhn w?Mentari :
Enggak
W mau ngmngBintang :
OklahBintang menghela nafasnya panjang, walaupun Mentari bilang tidak akan memarahiya, tapi yakin 100% gadis itu pasti marah.
Dengan langkah gontai, Bintang membalikkan tubuhnya dan berjalan keluar. Menaiki motornya menuju danau yang sudah lama tak ia kunjungi.
Sesampainya di sana, cowok itu segera menemukan Mentari yang sedang tertunduk memandangi genangan air. Bintang berdehem kode supaya gadis itu mendongak.
"Duduk," ucap Mentari seraya menepuk-nepuk tembok semen yang ia duduki di sebelahnya.
Bintang mengangguk dan menjatuhkan bokongnya dengan sempurna.
"Langsung to the point," ucap Bintang dengan nada dingin.
Mentari menatap Bintang lekat tepat ke manik matanya. Di sampingnya, bukan Bintang yang ia kenal. Walau Bintang membalas dengan tatapan dinginnya, gadis itu tetap memutuskan beradu pandang.
"Kenapa?" tanya Bintang.
"Lo berubah," jawab Mentari.
Setelah menjawab pertanyaan Bintang, lantas gadis itu kembali meluruskan pandangannya ke depan.
"Gue pengecut," lirih Bintang yang sukses membuat Mentari kembali menoleh ke arahnya dengan satu alis yang terangkat.
Bintang tak melanjutkan ucpannya, yang ada cowok itu malah bangkit dari duduknya. Mentari kira Bintang akan teriak, tapi nyatanya Bintang melenggang pergi begitu saja.
Dengan refleks, gadis itu mencekal punggung tangan Bintang supaya tidak pergi. Ya, Bintang menuruti dan kembali duduk.
"Nih," ucap Mentari seraya menyerahkan sebuah kertas berwara merah muda yang dilipat menjadi dua bagian.
"Yang kemaren udah dibaca?" tanya Mentari.
Bintang menggelengkan kepalanya, jangan-jangan sudah hilang entah kemana. Terdengar desahan pelan di sampingnya disusul decakan kesal.
"Maaf," ucap Bintang. Kata maaf beribu makna kesalahan. Kata maaf yang baru bisa terucap detik ini juga.
Mentari tertegun mendengar satu kata singkat itu. Lantas gadis itu tersenyum simpul, yakin Bintang akan berubah menjadi Bintang yang dulu setelah mengucapkan kata itu.
"Dibaca karena itu kata hati gue," pinta Mentari serius.
Bintang mengangguk dan mengambil alih kertas merah muda itu dari tangan Mentari. Memandang sejenak lalu memasukkannya ke saku celana yang dipakainya.
Hening.
"Boleh gue curhat?" tanya Bintang secara tiba-tiba.
"Hah? Boleh dengan senang hati," jawab Mentari seraya membenarkan duduknya.
Bintang menarik nafasnya dalam lalu mengehembuskan secara perlahan. Mulutnya mulai berbicara mengikuti tuntutan kata hatinya,
"Gue rasa ini semua tuh gak adil. Di saat semua anak bahagia bersama keluarganya, dan gue? Gue cuman bisa iri sama mereka. Gue pengin rasain gimana punya keluarga utuh. Sampai semuanya tiba-tiba ninggalin gue,"
Bintang menjeda ucapannya seraya menoleh sekilas ke arah Mentari yang tengah setia mendengarkan.
"Gue gak punya siapa-siapa, bahkan lo juga sekarang bukan milik gue,"
Mentari menelan salivanya dengan susah payah. Rasanya kata-kata Bintang yang terakhir menancap lurus tepat ke bagian hatinya yang paling dalam.
"A-apa kita putus?"
Bintang menoleh mendengar pertanyaan Mentari dengan nada suara bergetar. Apa perlu pertanyaan itu dijawab? Mana ada perempuan yang masih ingin menjalin suatu hubungan bersama seorang laki-laki pengecut sepertinya.
"Apa lo masih sayang sama gue?"
Mantap bung! Pertanyaan lagi-lagi terlontar dari bibir gadis itu. Sedangkan yang ditanya justru bungkam seakan ada sesuatu yang mencekat tenggorokannya."Apa cinta udah pergi?"
Cukup, Mentari berhentilah bertanya! Relakan saja kepergian Bintang. Bintang si badboy yang baru pertama kali jatuh cinta jadi tak bisa menjawab.
Tak ada satu pun pertanyaan yang dijawab oleh Bintang. Menurutnya pertanyaan-pertanyaan itu lebih sulit dari matematika. Lebih rumit dari fisika. Dan lebih membuat bingung dari Bahasa Inggris. Seakan tadi Mentari menggunakan bahasa alien yang tak bisa ia terjemahkan.
"Selamat tinggal,"
Nyatanya hanya dua kata perpisahan yang mampu Bintang ucapkan seraya bangkit dan melenggang pergi. Meninggalkan Mentari dengan hatinya yang terluka.
-Love with badboy-
Next?
Jakarta,
07-07-18
MalamHai gmn perasaanya pas baca bab ini?
Smg msh suka yaBye
KAMU SEDANG MEMBACA
Love with badboy [Completed]
Teen Fiction'Tentang rasa yang tak kunjung mereda' "Gue suka sama lo, lo bisa apa?" -Bintang Pramudya Jaya. Disini, di bawah langit Jakarta, Mentari menceritakan semuanya. Di atas bumi yang berputar pada porosnya dan berputar mengelilingi matahari, Mentari mera...