3. Rutinitas malam

8K 683 163
                                    

Seorang gadis duduk menyendiri di sebuah ruangan gelap seperti gudang. Hanya lampu dengan daya 5 watt dan barang-barang bekas yang menemaninya.

Citt...citt..

Suara decitan tikus mulai terdengar samar-samar di tengah malam. Gadis itu mulai panik dan menjauhi sumber suara itu. Ya, gadis itu tak lain adalah Mentari.

Beginilah kehidupan Mentari. Tiap malam dikunci dalam gudang yang pengap seorang diri. Bukan kemauannya, ini kelakuan Sonya, ibu tirinya.

Witama, ayahnya menikah lagi dengan seorang janda beranak satu. Sonya selalu pilih kasih dan memperlakukan Mentari layaknya seorang pembantu. Bahkan, lebih kejam dari sebutan itu.

Mentari layaknya Cinderlella. Perbedaannya terletak pada tempatnya. Jika Cinderlella sengsara hanya dalam dongeng, sedangkan Mentari sengasara dalam kehidupan nyata.

Mentari mulai membuka jendela yang membawanya keluar rumah. Sangat pelan nyaris tak menciptakan suara. Menurutnya, hidup di luar bebas lebih menyenangkan daripada sengsasra dalam sebuah ikatan yang disebut keluarga.

Jam yang tertera di ponselnya menunjukkan pukul 23.07 WIB. Mentari tahu jam segitu tak baik gadis berada di luar. Tapi mau gimana lagi? Ini sudah yang terbaik menurutnya.

Tujuannya saat ini adalah tempat favoritenya. Sebuah danau yang sudah rutin ia kunjungi selama kurang lebih satu tahun. Tempat yang menjadi pelampiasannya sekaligus yang menyaksikan tetes demi tetes kristal bening yang jatuh bebas ke dalam genangan air.

Sepi, bahkan hanya dirinya yang berada di sana. Semilir angin malam yang menusuk tulangnya sudah biasa dirasa.

Mentari menunggu sosok itu datang menemaninya. Seperti kemarin.

"Bintang, gue butuh lo," monolog Mentari.

Tidak ada yang menyahut.

"Bintang, gue butuh lo," ucapnya lagi.

Tinnn

Mentari menoleh dan mendapati Bintang sedang tersenyum ke arahnya. Sosok itu nyata bukan hanya sebuah bayang-bayang.

"Hai!" sapa Bintang seraya turun dari motornya.

Bintang berjalan dan duduk tepat di samping Mentari. Kedua insan itu terlihat kacau dengan masalahnya masing-masing.

"Udah berhasil jalanin hidup hari ini?" tanya Mentari lalu tersenyum kecut diakhir kalimatnya.

"Seperti yang lo liat," sahut Bintang seraya menatap Mentari tepat ke manik matanya.

Mentari tidak sanggup membalas tatapan elang Bintang yang membuatnya memutuskan untuk mengalihkan pandangan.

Bintang diam seraya menatap genangan air yang penuh kedamaian.

"Teriak gak nih?" tanya Bintang sekaligus mengajak.

"Gue duluan," jawab Mentari seraya bangkit.

Aaaaaaaaaaa

Bintang mengikuti gerakan Mentari.

Aaaaaaaaaaaa

Keduanya tersenyum walau hanya 5 detik. Singkat memang, tapi sekiaranya itu yang mampu mereka ungkapkan.

"Bintang di langit selalu bersinar," ungkap Mentari seraya mendongakkan kepalanya.

"Mentari di angkasa selalu bersinar," ungkap Bintang memplagiat kata-kata Mentari.

Mentari menoleh begitupun Bintang. Beradu pandang cukup lama sampai akhirnya Mentari yang memutuskan untuk mengalihkan pandangannya.

"Percaya gak sih kita satu sekolah?" tanya Bintang.

Love with badboy [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang