Senin yang cerah. Pupus sudah harapan Bintang untuk tidak upacara. Tidak ada kendala apapun dan pasti akan dilaksanakan upacara penaikan bendera yang rutin dilaksanakan setiap Senin pagi.
Bintang. Laki-laki yang menjabat sebagai badboy sekaligus most wantedboy tingkat Sekolah Menengah Atas bagi kaum perempuan.
Wajahnya yang tergolong tampan dengan gayanya yang dingin mampu membuat salting perempuan. Terutama Cindy, mantan ketua modern dance sangat tergila-gila.
Dengan santainya Bintang menyusuri koridor. Jeritan-jeritan kagum dan histeris sudah biasa di pendengarannya sama seperti pecahan beling di rumahnya.
Terus-menerus tebar pesona ke setiap junior dan senior yang berpapasan. Tapi, moodnya seketika berubah saat melihat Cindy yang sedang berlarian menghampirinya.
Entah kenapa dirinya risih jika bersama seniornya itu. Tangan kanannya ditarik dengan paksa dan digelayuti manja oleh Cindy. Sumpah, siapa yang tidak risih diperlakukan seperti itu?
"Tolong, ini tangan bukan batang pohon," ucap Bintang seraya melirik dengan dagunya.
"Lo ganteng sih," jawab Cindy seraya melepaskan tangannya dari tangan Bintang.
Kringgg
Bel upacara sekaligus bel penyelamat bagi Bintang. Laki-laki itu melenggang pergi menuju kelasnya untuk menaruh tas ransel yang masih setia di bahunya.
Pikirannya mencoba mencari alasan untuk tidak upacara mengingat dirinya benar-benar mager. Terbesit ide dalam benaknya.
Pritttt
Pak Idris selaku wakil kesiswaan memang ribet orangnya. Tidak tahu kata sabar.
"Cepat-cepat turun!" suruh Pak Idris seraya mengibas-ngibaskan tangannya.
"Sabar yaelah," celetuk Bintang yang sedang mencari topi di ranselnya. Bagian depan tidak ada, dan belakang pun sama. Dalam tasnya hanya berisikan sebuah buku tulis telanjang dan lima buah pulpen hasil maling bersama Nathan.
Pak Idris menghampiri Bintang dan menjewernya dengan sadis. Sudah kebal, dua kata yang mewakili Bintang. Walaupun telinganya memerah, tapi rasa sakitnya tidak terasa.
"Pak, berhubung saya tidak membawa atribut upacara yaitu topi, sediakah bapak mengizinkan saya untuk tidak mengikuti upacara pada pagi hari ini?" ucap Bintang panjang kali lebar kali tinggi.
Bukannya menjawab pertanyaan muridnya, Pak Idris justru melotot tajam. Percaya, hanya Bintang yang berani seperti ini.
Karma buruk apa yang Bintang dapatkan?"Segera ke lapangan atau bapak beri hadiah?!" tawar Pak Idris berhati mulia.
Eh buset, nih guru baek bener dah, batin Bintang kagum.
"Hadiahnya apa dulu nih, Pak?" tanya Bintang sama sekali tak merasa takut melihat perubahan mimik wajah gurunya.
Upacara pengibaran bendera hari Senin, tanggal 30 April 2018 segera dimulai. Tiap-tiap ketua kelas menyiapkan barisannya.
"Yaudah Pak, saya pamit," ucap Bintang seraya menyium punggung tangan Pak Idris. Untunglah Pak Idris sabar menghadapi murid semacam Bintang.
Bintang membelokkan arah jalannya ke kiri yang justru menuju ke kantin. Sungguh nekat, Bintang mengendap-endap seperti buronan melewati belakang barisan para guru yang sedang fokus mengikuti upacara.
"Hey, kamu!"
Ups, terciduk. Sefokus apapun pasti mendengar derap langkah Bintang.
"Saya, Bu?" tanya Bintang menunjuk dirinya sendiri. Pura-pura tidak tahu.
Ternyata yang menciduk Bintang adalah Bu Tri, guru bimbingan konseling. Lengkap sudah penderitaan Bintang hari ini.
Bu Tri menarik lengan kiri Bintang dan membawanya ke ruangan BK yang ber-AC.
Lumayan ngadem, pikir Bintang.
"Kenapa tidak ikut upacara? Mau jadi apa kamu ini, Bintang, Bintang. Sudah pusing ibu ngurusin kamu," ucap Bu Tri yang memang terlihat lelah dan capai berurusan dengan Bintang.
Bintang diam tak bersuara. Otaknya memikirkan point minus dirinya selama satu semester ini.
"Sekarang apa mau kamu?" tanya Bu Tri.
"Maunya dimaafin sama ibu," jawab Bintang dengan memelas.
"Yasudah, kali ini ibu tidak beri kamu point, tapi ini yang terakhir," putus Bu Tri akhirnya.
Bintang tersenyum sumringah. Berhasil. Bintang memang mempunyai potensi yaitu berakting.
Bu Tri meninggalkan ruangannya diikuti Bintang dari belakang. Laki-laki itu memasuki barisan kelasnya. Menyuruh teman-temannya untuk mundur dan memberikan lahan kosong untuknya tepat di belakang Nathan yang sok fokus.
Ide jahil seketika muncul dengan sendirinya dalam benak Bintang. Dengan bermodalkan pemberian tangan yang sempurna oleh Tuhan, ia meraih secara paksa topi yang dikenakan Nathan.
"Shit! Apaan sih lo?!" sewot Nathan kesal seraya memutar sendi putar di lehernya 90 derajat.
Ssstttt
Begitulah tanggapan tetangga kiri dan kanan Nathan. Bintang hanya nyengir kuda membalas kekesalan sahabatnya.
Pengibaran bendera diiringi lagu kebangsaan Indonesia Raya.
Otomatis semua pandangan tertuju pada Paskibra di ujung kanan yang sudah mulai melangkah maju membawa Sang Saka Merah Putih.
"Itukan..." Bintang menjeda ucapannya yang membuat Nathan menoleh dengan satu alis yang terangkat.
Bintang tak melanjutkan ucapannya, malahan lekukan bulan sabit menghiasi wajahnya yang tampan.
Bendera siap!
Kepada bendera merah putih, hormattt gerak!
Disusul perpaduan suara yang harmonis oleh Tim Paduan Suara. Mengalun senada dengan bendera yang perlahan mulai berkibar di udara.
Pandangan Bintang terus saja fokus kepada sang pambawa bendara. Berdiri di tengah membelakanginya dengan jarak sekitar 10 meter.
"Salfok gue," gumam Bintang.
"Salfok sama siapa? Sama si Jarwo pemimpin upacara?" tanya Nathan tanpa menoleh sedikitpun.
Tangan kiri Bintang yang semula berada di sebelah saku celananya, seketika melayang untuk mensleding kepala Nathan supaya berfikir jernih.
Tegak gerak!
Tim Paskibra mulai melilit tali ke tiang bendera lalu mundur secara kompak dan jalan di tempat.
Setiap gerak-gerik yang dilakukan sang pembawa bendera, tak lepas dari tatapan Bintang.
Harapannya tadi malam, ternyata dikabulkan Tuhan.
-Love with badboy-
Next?
Jakarta,
12-05-18
Malam
KAMU SEDANG MEMBACA
Love with badboy [Completed]
Teen Fiction'Tentang rasa yang tak kunjung mereda' "Gue suka sama lo, lo bisa apa?" -Bintang Pramudya Jaya. Disini, di bawah langit Jakarta, Mentari menceritakan semuanya. Di atas bumi yang berputar pada porosnya dan berputar mengelilingi matahari, Mentari mera...