Bintang menuruni anak tangga dengan langkah gontai. Hari ini sebenarnya ia sangat malas untuk sekolah jika saja alarm sialan di kamarnya itu tidak berbunyi, mungkin dirinya masih menjelajahi alam mimpi.
Dirinya terkejut bukan main saat melihat dua buah koper besar yang menghalangi langkahnya menuju meja makan. Cowok itu terdiam sebentar lalu mendongak mencari keberadaan ibunya.
"Apaan nih?" tanya Bintang seraya menendang koper berwarna abu-abu di hadapannya menggunakan kaki bagian luar.
"Kita pindah hari ini," jawab ibu Bintang dengan santainya seraya menjinjing dua buah tas ransel besar di kedua genggaman tangannya.
Kedua bola mata Bintang nyaris saja keluar dari tempatnya seraya terkejut-kejut, "What the fu*k?!" Menghampiri ibunya dengan langkah cepat.
"Sampai kapan pun Bintang gak mau tinggal di Bandung, titik!" tegas Bintang penuh penekan lalu memutar balik tubuhnya 180 derajat.
Sebenarnya siapa yang egois di sini? Ibu Bintang atau Bintang?
"Terserah kamu Bintang, yang jelas mamah akan pindah hari ini juga, titik!" sahut ibu Bintang dengan volume suara tertingginya yang sukses membuat Bintang mengehentikan langkahnya.
Bintang berdesis, "Bodo amat." Lalu kembali melanjutkan langkahnya untuk segera keluar dari rumahnya. Moodnya benar-benar hancur dan mungkin sikapnya akan berubah menjadi dingin nanti, tunggu aja.
Bintang melajukan motornya di atas rata-rata. Bukan takut terlambat, hanya saja ini sudah kebiasaanya yang susah untuk ditinggalkan.
Tinnn
Bintang mengklakson motornya begitu melihat gerbang sekolah sudah tertutup rapat tanpa celah sedikit pun.
Tumben, batin Bintang heran.
Pasalnya setiap hari gerbang akan tertutup 15 menit setelah bel masuk berbuyi. Lantas cowok itu merogoh saku celananya untuk melihat jam yang berada di layar ponselnya.
Pantes, batin Bintang lagi. Ya, jam sudah menunjukkan pukul 07.25 yang berarti dirinya telat 25 menit dari bel masuk berbunyi.
Tinnn...tinnn....tinnnn...
Bintang mengkalkson motornya berulang kali dan berhasil membuat sang satpam muncul. Cowok itu membuka helmnya lalu melempar tatapan memelasnya pada Pak Mual selaku satpam yang nyaris pensiun itu. Tunggu, satpam bisa pensiun?
Pak Mual berdecak dan menggelengkan kepalanya. Hatinya luruh melihat Bintang seperti itu yang sama seperti sebelum-sebelumnya ketika telat. Pria paruh baya itupun membuka kunci gerbang dan mendorong ke kiri selebar motor Bintang.
Bintang memasuki sekolah tanpa ba bi bu lagi, dengan seenak udelnya, cowok itu melangkahkan kaki menuju kantin belakang.
Sepi, tidak ada satu orang pun di sana. Biasanya para senior temannya sudah berkumpul di jam pelajaran pertama seperti ini. Cowok itu celingak-celinguk mengedarkan pandangannya dan nihil hasilnya.
Drrtttt
Kak Bagas :
W gk bls hr iniBintang :
Knp?Kak Bagas :
Tobat
Tar lg ujianBintang :
Yg laen?Kak Bagas :
Sm:vBintang mendengus kesal seraya memasukkan kembali benda berbentuk pipih itu ke saku celananya. Tidak ada lagi Nathan, Kak Bagas, Kak Rizky, dan lainnya yang siap sedia menemani dirinya di kala bolos.
Percuma gue sekolah, batin Bintang menyesal. Semua menurutnya egois, tapi ataukah Bintang sendiri yang egois? Entahlah.
Cowok itu memejamkan matanya dan bersandar ke tembok di belakangnya. Mencoba berpikir apa yang bisa membuatnya mengantuk saat ini. Kopi? Tidak mungkin itu malah mengusir rasa kantuk.
Pritttt
Bintang membuka kelopak matanya, sudah tahu siapa yang membunyikan peluit sialan di sampingnya. Siapa lagi kalau bukan Pak Idris. Menegakkan tubuhnya dan menatap Pak Idris dengan tajam.
"Ikut bapak!"
Pak Idris mulai membalikkan tubuhnya diikuti Bintang dari belakang. Memasuki ruang BK untuk kesekian kalinya sepanjang hidup.
"Kamu Mentari kenapa terlambat?! Ini peringatan per-"
Tok
Tok
TokBintang mengetuk pintu kayu itu yang padahal sudah terbuka lebar. Menampilkan sosok Bu Tri yang sedang berkacak pinggang dan Mentari yang sedang menunduk membelakangi Bintang.
"Nah, Kamu mau mengikuti jejak dia?" tanya Bu Tri seraya menunjuk Bintang dengan dagunya.
Mentari lantas menoleh dan mendapati Bintang dengan wajahnya yang tanpa ekspresi. Tidak ada lagi senyum yang mengembang setiap kali bertemu dengan gadis itu.
Mentari sedikit tercengang seraya terus memandangi Bintang yang perlahan mendekatinya. Berdiri sejajar dengan jarak sekitar 30 cm di sampingnya.
"Mentari, lihat ibu!"
Mentari tersentak dan menoleh kembali pada Bu Tri yang berada di hadapannya.
"Bintang, dengarkan ibu!"
Bintang yang sedang memejamkan matanya berhasil dibuat terkejut oleh suara Bu Tri yang menggelegar mengisi ruangan yang tidak terlalu luas itu.
"Gak usah ceramah cepet apa hukumannya?" tanya Bintang dingin yang disimpulkan tantangan di pendengaran Bu Tri.
Bu Tri melotot tajam ke arah Bintang dan Mentari yang banjir keringat secara bergantian. Menarik nafasnya dalam, "Ibu skors Kalian hari ini!"
Tidak ada yang bisa membantah jika Bu Tri sudah bersuara. Bintang menoleh sekilas ke arah Mentari penasaran reaksi apa yang dilakukan gadis itu. Ternyata Mentari hanya mengehela nafasnya pasrah lantas Bintang tersenyum geli seraya menggelengkan kepalanya.
"Sekarang keluar dan pulang ke rumah!"
Kedua insan itu mengangguk dan keluar ruangan Bu Tri. Mentari sejak tadi menunggu Bintang meyapanya. Tapi cowok itu justru diam membisu.
"Bintang marah?" tanya Mentari hati-hati dengan pelan.
Bintang hanya menggeleng dan menaruh telapak tangan kanannya di puncak kepala Mentari. Mengacak-acak rambut gadis itu lalu melenggang pergi.
"Bintang berubah!" teriak Mentari.
Bintang sama sekali tak mengubris dan tetap melanjutkan langkahnya menuju parkiran motor.
Jujur Mentari sedih akan sikap Bintang yang mendadak dingin padanya. Ia ingin Bintang yang dulu.
-Love with badboy-
Next?
Jakarta,
27-06-18
MalamMau curhat gaes
Jd aku tuh lg sedih bet pokoknya:(
Ggl impian msk SMA 80 jkt, taulah bodo mau crht kemana lg:vBye
KAMU SEDANG MEMBACA
Love with badboy [Completed]
Teen Fiction'Tentang rasa yang tak kunjung mereda' "Gue suka sama lo, lo bisa apa?" -Bintang Pramudya Jaya. Disini, di bawah langit Jakarta, Mentari menceritakan semuanya. Di atas bumi yang berputar pada porosnya dan berputar mengelilingi matahari, Mentari mera...