Mentari berjalan meyusuri koridor, diikuti Bintang dari belakang. Kenapa tidak gandengan? Karena mereka tidak ingin meyebrangi jalan.
Teriakan kagum siswi-siswi masih terdengar, tapi tak Bintang hiraukan. Ia tidak ingin tebar pesona selain kepada Mentari. Hal itu pun disadari oleh Mentari yang mulai memperlambat langkahnya.
"Biasanya tebar pesona," celetuk Mentari seraya menaik turunkan alisya.
"Kan udah punya pacar," jawab Bintang seraya tersenyum di akhir kalimatnya.
"Kantin dulu yuk! Saya belum sarapan," ajak Mentari.
Bintang hanya mengangguk mengiyakan dan berbelok ke kantin. Kini bergantian Mentari yang berjalan di belakang.
Suasana kantin lumayan ramai, didominasi oleh para siswa yang mungkin belum sarapan atau tak sempat sarapan di rumahnya. Mengingat laki-laki kan selalu mepet jika bangun.
Mentari melangkahkan kakinya menuju kios Mbak Rini, penjual makanan ringan dan kue-kueh kering atau pun basah. Gadis itu membeli kue-kue yang menarik perhatiannya dan juga sebotol air mineral.
Bintang seraya menunggu hanya memainkan game di ponselnya. Bukan Mobile lagends yang sedang booming di segala kalangan. Melainkan game Piano tiles yang manguji kecepatan jari-jarinya untuk menari di atas piano berjalan.
"Doorrrr!"
Bintang mendongak dengan tatapan terkejut, sementara Mentari mengacungkan kedua jarinya di udara.
Saat kembali melihat kondisi gamenya, cowok itu berdecak kesal. Bayangkan saja langsung mati seketika dan ini semua karena Mentari.
"Lo mah eh, kamu mah jadi mati kan?!" sewot Bintang.
"Gitu doang aja, kan bisa ulang lagi," sahut Mentari seraya memutar tutup botol air mineralnya.
Terlalu lama menunggu tanggapan dari Bintang, akhirnya Mentari bangkit tanpa mengucapkan sepatah kata apa pun. Dengan tangannya yang masih menggenggam kue dan memakannya sambil berjalan.
"Kenapa, marah?"
Bintang berusaha menyamai langkah Mentari dengan cepat. Mentari menoleh sekilas dengan mulut yang sibuk mengunyah kue. Bintang ber 'o' ria alasan Mentari tak menyahut, yang ada dirinya kecipratan nanti.
"Kok tadi gak maen ML sih?" tanya Mentari tiba-tiba. Mengalihkan topik pembicaraan.
"Dulu sempet maen, yang ada gu- saya makin stress kalah terus," jawab Bintang. Mulai kagok menggunakan sapaan 'Saya-kamu' Wajar, toh baru-baru.
Mentari hanya mangut-mangut. Berpikir sejenak, kasihan jika Bintang kagok setiap kali berbicara dengannya. Takut lidahnya kegigit, pikir gadis itu.
"Ngomongnya 'Gue-lo' lagi aja gimana?" usul Mentari.
"Hah? Kenapa emangnya?" tanya Bintang balik seraya menaikkan sebelah alisnya.
"Kagok, gimana kalau selang-seling per harinya?" usul Mentari seraya menyentikkan jari telunjuknya di udara.
Bodoh, yang ada tambah kagok.
"Udahlah, pacaran gak wajib 'Saya-kamu' kan? Kita harus beda dari yang lain," jawab Bintang sarkatis.
Mentari mengangguk menyetujui. Terlalu takut mengambil resiko jika berbicara lagi. Lalu gadis itu melambaikan tangan kanannya di udara tanda perpisahan dan memasuki kelasnya.
Satu pertanyaan yang menghantui gadis itu, apa Bintang mulai bosan dengannya? Ayolah Mentari positiv thinking, siapa tau Bintang memang benar-benar kagok.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love with badboy [Completed]
Teen Fiction'Tentang rasa yang tak kunjung mereda' "Gue suka sama lo, lo bisa apa?" -Bintang Pramudya Jaya. Disini, di bawah langit Jakarta, Mentari menceritakan semuanya. Di atas bumi yang berputar pada porosnya dan berputar mengelilingi matahari, Mentari mera...