Pagi ini Mentari berjalan menyusuri koridor dengan perasaan kurang enak. Semalaman ia memikirkan Bintang yang entah kenapa menguasai khayalannya.
"Asihh, ada apa ya sebenernya? Perasaan gue gak enak sumpah," gumam Mentari dengan pandangannya yang tertunduk menatap kedua sepatu bututnya yang jarang sekali dicuci.
Kedua kakinya seolah mengajak melangkah menuju kelas Bintang. Melupakan bahwa hari ini jadwalnya piket kelas.
Berhenti sejenak di ambang pintu, mengumpulkan semua keberaniannya. Hingga akhirnya bel masuk mengagetkannya,
Kringgg
Mentari berdecak kesal, keberuntungan sedang tidak berpihak padanya. Sedetik kemudian gadis itu tersadar, apa kesalahannya hari ini. Apalagi kalau bukan tidak melaksanakan piket.
"MAMPUS!" pekik Mentari seraya menepuk dahinya dengan tangannya sendiri. Berlari menuju kelasnya senada dengan jantungnya yang berdegup kencang.
Pintu kelasnya tertutup dengan sempurna tak terdengar suara apa pun di dalamnya. Mentari yakin sedang diadakan remedial yang membuat semuanya fokus mengerjakan soal demi soal yang diremedialkan.
Baru saja tangannya hendak mengetuk pintu, tapi sebuah tangan dengan cekatan mencekalnya. Lantas gadis itu menoleh dangan ekspresi wajah bingung melihat sahabat Bintang.
"Ikut gue," bisik Nathan lalu tanpa menunggu tanggapan dari Mentari, cowok itu segera menggandeng gadis itu yang membisu.
Nathan membawa Mentari ke belakang sekolah. Tepat di mana tidak ada siapa pun di sana. Mentari menggigit bibir bawahnya takut dengan keringat yang mengalir deras membasahi dahinya.
"Jangan takut, gue cuman mau ngajak lo keluar," beritahu Nathan sedikit berbisik. Berharap suaranya tidak didengar siapa pun kecuali lawan bicaranya.
"Keluar?" tanya Mentari bingung seraya menaiki sebelah alisnya.
Nathan mengangguk mantap lalu mendongak mendekati tembok belakang sekolah yang menjulang tinggi ke atas. Cowok itu diam sejenak seraya menaruh jari telunjuk di pelipisnya. Mencoba berpikir bagaimana cara untuk segera keluar dari gedung sekolah.
Mata Nathan berbinar setelah menemukan ide klasik dalam benaknya. Apalagi kalau bukan manjat tembok semen yang berdiri kokoh itu.
"Naik!" suruh Nathan tanpa berpikir panjang.
Mentari sukses membulatkan matanya seraya berucap dengan nada tinggi, "Gila lo!"
Nathan segera membekap mulut gadis itu yang mengundang rasa penasaran guru jika mendengarnya. Mentari melepaskan secara paksa dengan kesal.
"Gue duluan atau lo?" tawar Nathan lalu melirik sekilas jam tangan yang melingkar manis di pergelangan tangannya. "Cepet keburu ada Pak Idris patroli," lanjutnya.
Mentari menatap sejenak tembok dengan tinggi sekitar 7 meter itu. Menelan salivanya sendiri lalu sedetik kemudian menoleh ke arah Nathan. Seoalah bertanya 'Gimana naiknya?'
Nathan gemas seraya meraih sebuah bangku kayu yang nyaris reyot tak jauh dari jangkaunnya. Lalu meletakkan di dekat gadis itu.
Mentari komat-kamit merapalkan doa supaya tidak akan terjadi kejadian yang tidak diinginkan setelah dirinya terjatuh dari ketinggian 7 meter di atas permuakaan tanah. Sementara Nathan terus menunggu sesekali mendesah pelan karena terlalu lama menurutnya.
Kedua telapak tangan Mentari mengusap wajahnya sendiri. Lalu mulai menaiki bangku dan kedua tangannya meraih bagian terujung. Ya, sampai. Perlahan tubuhnya naik dan akhirnya sampai di bagian teratas.
Waktunya terjun, gadis itu kembali merapalkan doa. Tapi kali ini tidak selama tadi. Menoleh sekilas ke arah bawah, menutup kelopak matanya, dan...
Aaaaaaa
Mentari berteriak kencang ketika sedang terjun bebas. Perlahan membuka kelopak matanya, berharap kesadarannya masih ada. Gadis itu mengucap syukur seraya membersihkan sedikit rok abu-abunya yang berantakan.
"Udah!" teriak Mentari mencoba memberitahu Nathan yang belum juga terlihat batang hidungnya.
"Udah apa?"
Bukan, bukan Nathan yang menyahut. Suara itu bersumber dari arah belakang. Mentari dibuat terkejut saat mendengar suara...
Bintang Pramudya Jaya.
"Bintang!" pekik Mentari seraya menunjuk Bintang menggunakan jari telunjuknya.
Bintang terkekeh seraya merapikan poninya yang mulai memanjang. "Kenapa?" tanyanya selengean.
Aww
Bintang meringis kesakitan saat luka di tangannya tak sengaja bersentuhan dengan celana abu-abu yang dikenakannya.
"Itu kenapa? Berantem?" tanya Mentari seraya fokus melihat balutan kapas dengan sedikit tetesan obat merah yang menutupi luka cowok itu.
Bintang menggeleng seraya menjawab, "Jatoh."
Mentari hanya mangut-mangut.
Bintang kembali mengangkat suaranya seraya merogoh saku celananya, "Tadi sakit gak?" Mengeluarkan sebungkus rokok filter dari dalam sakunya.
Mentari berdecak.
Bintang lagi-lagi terkekeh. "Nih," ucapnya seraya menyerahkan sebungkus rokok itu lengkap dengan korek gasnya.
Mentari mundur selangkah. Takut jika Bintang memaksanya untuk coba-coba merokok. Sementara Bintang makin mendekat.
"Gue titip rokok ini," ucap Bintang lagi dan lagi menyerahkan rokok itu.
Mentari mengambil alih seraya menaikkan sebelah alisnya. Menatap rokok itu beberapa detik lalu kembali menatap cowok di hadapannya.
"Iya titip biar gue berhenti ngerokok," jelas Bintang menjawab tatapan bingung Mentari.
Mentari tersenyum seraya memasukkan sebungkus rokok itu ke dalam tas ransel yang sedari tadi masih setia di bahunya.
"Gue mau ngomong," ucap Bintang.
"Apa?" tanya Mentari penasaran melihat wajah Bintang yang perlahan serius berubah drastis memang dari tadi yang tak hentinya memasang wajah selengean.
"Apa lo masih sayang sama gue?" tanya Bintang menatap lekat mata hitam legam milik gadis di hadapannya.
Deg
Baru saja Mentari ingin menyahut tiba-tiba terdengar suara ricuh segerombolan orang. Kedua insan itu menoleh serempak ke sumber suara. Dan hampir saja bola mata Mentari keluar dari tempatnya setelah melihat apa yang ia lihat.
"SERANG!"
Panglima tawuran itu berteriak menyuruh pasukannya untuk menyerang SMA Cendrawasih yang tak lain tak bukan adalah sekolah Bintang dan Mentari.
"Hah?!" Bintang dibuat terkejut, siapa dalang dari semua ini? Siapa yang mencari masalah dengan sekolah itu? Siapa yang memancing emosi sang panglima tawuran sekolah itu?
Mentari berlindung dibalik tubuh Bintang dengan perasaan yang campur aduk. Sementara Bintang mengangkat kedua tangannya di udara, menginterupsi anak-anak itu untuk mendengarkan pertanyaannya.
"SABAR BRO! ADA APA INI SEBENERNYA?!"
Sang panglima tawuran berdiri dari jarak sekitar 5 meter dengan senyum miringnya. Satu meter di belakang pasukannya yang masing-masing membawa senjata.
"MANA NATHAN?!"
-Love with badboy-
Next?
Kuningan,
23-06-18
Malam
MingguSiapa yg malmingnya di rmh doang? Yaah...sama:v
KAMU SEDANG MEMBACA
Love with badboy [Completed]
Teen Fiction'Tentang rasa yang tak kunjung mereda' "Gue suka sama lo, lo bisa apa?" -Bintang Pramudya Jaya. Disini, di bawah langit Jakarta, Mentari menceritakan semuanya. Di atas bumi yang berputar pada porosnya dan berputar mengelilingi matahari, Mentari mera...