Senja. Satu kata yang dapat mengubah dunia. Membuat siapa saja yang melihat akan terpukau oleh gradasi perpaduan yang pas. Bibir mereka pasti akan mengucap kata kagum pada ciptaan Tuhan yang satu ini.
Di sinilah Mentari berpijak, di tanah kelahirannya. Jakarta. Kota penuh cerita. Kota penuh tawa dan duka. Kota yang mempertemukannya pada seseorang. Kota yang menjadi saksi atas nama rindu yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata.
Sepi, sekelilingnya tak ada siapa-siapa. Mungkin banyak yang tidak tahu dengan tempat ini. Atau ada tempat lain yang lebih bagus untuk menyaksikan matahari kembali keperaduannya? Entahlah.
"Aaaaaaaa I LOVE YOU JAKARTA!"
Sudah puas berteriak, gadis itu berbalik. Berniat pulang, mengingat langit mulai menggelap. Azan pun berkumandang di seluruh penjuru kota ini. Membuatnya harus segera menjalankan kewajiban sebagai seorang muslim.
Deru motor yang tak asing di pendengarannya sukses sang gadis menoleh. Senyumnya mengembang saat tahu siapa sang pengendara dengan motor ninja berwarna hitam. Siapa lagi kalau bukan Bintang.
"Saya ke rumah kamu tadi," ucap Bintang seraya menyerahkan helm yang sedari tadi berada di pergelangan tangannya.
"Mau ngapain?" tanya Mentari seraya memakai helmnya. Lalu sedetik kemudian naik ke motor Bintang. Sudah cukup lama tak menduduki jok belakang ini. Rasanya seolah baru pertama kali.
"Tadinya mau ngajak makan kerak telor Kakek Sueb," jawab Bintang lalu melajukan motornya. Membelah jalanan Ibu kota untuk sampai di kediaman gadisnya.
Kondisi rumah Mentari sama seperti biasanya. Hanya ada sebuah mobil sedan dan sebuah sepeda motor yang terparkir rapi di halaman rumahnya. Rumah Mentari memang sederhana, tidak mempunyai garasi khusus untuk kendaraan.
"Makasih," ucap Mentari seraya turun.
Bintang berpikir sejenak seraya mengedarkan pandangannya ke sekitar. Lalu kembali menatap Mentari dan bertanya, "Ada Mushalah di sekitar sini?"
"Ada di ujung jalan, belok kiri dikit, samping yang jualan ice cream Aice," jawab Mentari seraya mengarahkan jari telunjuknya.
Bintang menganggukkan kepalanya lalu turun dari motor. Melenggang pergi menuju Mushalah yang ditunjukkan Mentari. Untung saja ia memakai celana panjang dan kaus putih bersih yang InsyaAllah sah jika dipakai salat.
Mentari menatap punggung Bintang yang semakin menjauh, setelah memastikan Bintang tidak nyasar, gadis itu memasuki rumahnya dengan terburu-buru.
Mengambil wudhu dan salat. Setelah itu kembali keluar menunggu calon iman datang. Eaak:v canda:v
Setelah menangkap nyamuk nakal yang mengganggunya, gadis itu tersenyum miring. Jahat memang, membunuh makhluk hidup.
Andai saja ada KUHP yang mengatur tentang kasus pembunuhan nyamuk, mungkin saja seluruh manusia di Indonesia di penjara. Bahkan, para polisi sekali pun. Tapi, siapa yang akan menjaga di luar sel? Sudahlah lupakan, Unfaedah.
"Mentari,"
Mentari menghentikan kegiatan kejinya, lalu menghampiri Bintang yang sudah menampakkan batang hidung mancungnya.
"Makan kerak telor kuy!" ajak Bintang semangat '45.
Mentari berpikir sejenak lalu mengangguk mantap. Menaiki motor Bintang dan memakai helm. Melingkarkan kedua tangannya di lingkar pinggang Bintang.
Bintang terkekeh entah kenapa. Lalu melajukan motornya seperti biasa, di atas rata-rata. Walaupun sudah berubah, tapi dalam hal mengendarai kendaraaan sampai kapan pun tak akan berubah.
Setelah sampai, gadis itu segera turun dengan senangnya. Bernostalgia sebentar, sedetik kemudian tersenyum simpul dan menjatuhkan bokongnya ke trotoar.
Tak lama Bintang datang dengan membawa dua buah kerak telor di kedua tangannya. Menyerahkan satu kepada Mentari dan satunya akan ia makan.
"Masih inget gak sih?" tanya Mentari seraya mencuil kerak telor yang sudah berada di pangkuannya.
"Inget apa?" tanya Bintang kurang mengerti lalu memasukkan kerak telor ke mulutnya.
Hening sejenak karena Mentari lebih memilih menikmati kerak telor dulu daripada menjawab pertanyaan Bintang.
"Dulu kita pernah ke sini, yang pas itu kamu suruh saya jawab selama tiga hari," jawab Mentari setelah selesai memakan kerak telor miliknya yang mungkin ditraktir Bintang.
Bintang mengangguk-anggukkan kepalanya lalu meneguk air mineral yang tadi sempat diberikan Kakek Sueb. Diikuti gerakan yang sama oleh Mentari.
"Sekitar satu bulan yang lalu, saya masih inget," ucap Bintang. "Saya bayar dulu deh," lanjutnya seraya bangkit dan berjalan dekat menuju Kakek Sueb.
Hanya beberapa menit Bintang membayar, cowok itu segera kembali menghampiri Mentari. Menjulurkan tangan kanannya agar Mentari lebih mudah bangkitnya.
"Sekarang mau kemana?" tanya Mentari.
"Ke itu aja yuk! Ke jiung," jawab Bintang dan mendapat anggukkan dari Mentari.
Jika kalian belum tahu dan mau tahu, Jiung adalah pasar malam di Kemayoran, Jakarta Pusat. Rata-rata menyajikan jajanan-jajanan di sepanjang jalannya dan tempat bermain bagi anak-anak. Baju-baju dan ada pula kuda-kuda yang boleh ditumpangi namun berbayar.
"Mau gulali, somay, cimol, jasuke (jagung susu keju), seblak ceker, es kepal milo, tahu bulat, otak-otak, hmmm maunya apa?" tawar Bintang menyebutkan semua jajanan yang dilihatnya sepanjang jalan tadi.
Mentari hanya terkekeh, bukan makanan yang mencuri perhatiannya. Tapi, kelinci-kelinci imut di sebrangnya. Lantas gadis itu segera berlarian ke sana disusul desahan kasar dari Bintang yang mengikuti dari belakang.
"Lucu banget kelincinya, berapaan Bang?" tanya Mentari seraya mengelus-elus kelinci yang dikurung dalam kandang itu.
"Anaknya 25, emaknya 50. Ayo neng beli-beli, panglaris-panglaris!" jawab Kang kelinci dengan logat jualannya yang khas.
"Mau yang mana?" tawar Bintang berbaik hati ingin membelikan.
"Lucuan anaknya, emaknya aja deh," jawab Mentari seraya terkekeh di akhir kalimatnya.
Bintang segera merogoh saku celananya dan mengeluarkan dompetnya. Menyerahkan satu lembar uang berwarna biru kepada penjual.
"Makasih ya," ucap Mentari sumringah seraya mengambil alih kelinci berwarna putih itu beserta kandangnya.
Bintang mengacak-acak rambut Mentari gemas. Lalu sedetik kemudian berpindah pada kelinci putih bersih berbola mata merah itu.
"Thanks for time, Bintang," sahut Mentari seraya tersenyum manis.
Bintang hanya membalas dengan senyuman, menurutnya kebahagiaan adalah ketika melihat orang yang disayang bahagia.
-Love with badboy-
Next?
Jakarta,
19-07-18Hai telat up nih kyknya, wkwk maaf2:v
Sibuk mpls biasa, ckBye
KAMU SEDANG MEMBACA
Love with badboy [Completed]
Teen Fiction'Tentang rasa yang tak kunjung mereda' "Gue suka sama lo, lo bisa apa?" -Bintang Pramudya Jaya. Disini, di bawah langit Jakarta, Mentari menceritakan semuanya. Di atas bumi yang berputar pada porosnya dan berputar mengelilingi matahari, Mentari mera...