9. Hari kedua

5.3K 388 47
                                    

Hari pertama dibikin baper, hari kedua dibikin apa 'ya?

Mentari menyusuri koridor dengan terburu-buru, pasalnya hari ini adalah jadwalnya piket.

Bukannya rajin, tapi jika tidak mengerjakan kewajibannya pasti akan mendapat hukuman dari guru piket hari ini. Parahnya lagi guru piket hari ini adalah Bu Widya.

Gadis itu melirik arloji yang melingkar manis di pergelangan tangannya. Arloji berwarna biru muda dihiasi gambar kartun kesukaannya. Menunjukkan pukul 06.15 WIB masih ada waktu sekitar 15 menit untuk piket.

Terkadang hal-hal seperti inilah yang memacu adrenalinnya. Baru kaki kanannya melangkah suara seseorang memanggilnya, "Mentari..." suara itu bersumber dari seorang cowok yang sedang berdiri di balkon.

Mentari mendengus bukan waktunya dibuat baper saat ini oleh Bintang. Alhasil gadis itu pun masuk dan segera menjalani kewajibannya seminggu sekali.

Bintang berjalan santai ke kelas Mentari dan mengikuti Mentari dari belakang.

"Bintang, please. Kalau mau bantuin gue, oke?" rengek Mentari seraya memasang pupy eyesnya.

Bintang lantas mengangguk menyetujui. Berjalan ke arah lemari peralatan dan meraih pengki plastik yang gagangnya sudah tidak ada lagi.

"Jangan nyapu berat, lo gak akan kuat biar gue aja," ucap Bintang mengambil alih sapu yang berada di tangan kanan Mentari dan menukarnya dengan pengki.

Mentari seperti Milea yang tidak diperbolehkan rindu oleh Dilan. Hanya saja ini menyapu bukan merindu.

Lima belas menit berlalu dan kini Bintang telah selesai menyapu satu barisan dengan lumayan bersih. Mentari tersenyum lega dan berucap, "Makasih." Seraya menyerok sampah.

"Sama-sama, oh iya ini hari kedua loh," ucap Bintang.

Kringgg

Bel masuk berbunyi membuat Bintang segera ke kelasnya. Sebelumnya memberi sebuah senyuman khasnya terlebih dahulu.

Asal Bintang tahu, senyuman itu membuat Mentari meleleh. Bukan hanya Mentari, tapi juga para siswi yang berada di pinggir balkon.

"Udah girls. Besok Insyaallah gue kasih senyuman kayak tadi lagi, free," pamit Bintang kepada beberapa siswi yang terus saja memandanginya.

Senyuman Bintang ternyata tak berhenti, ia melanjutlannya di dalam kelas. Membuat heran Nathan yang sudah berfikiran bahwa Bintang sudah gila.

"Bintang, udah minum obat? Obatnya habis? Mau gue beliin?" tanya Nathan.

Bintang hanya menaikkan sebelah alisnya tidak mengerti yang ditanyakan Nathan.

"Assalamualaikum," salam Bu Endang selaku guru sejarah dengan logat Jawanya yang khas.

"Walaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh," sahut seluruh penghuni kelas serempak.

Bu Endang siap menyampaikan materi yang padahal sudah diulang-ulang.

"Jadi sejarahnya sudah sering ibu sampaikan bahwa..." penjelasan Bu Endang terpotong oleh Bintang yang tiba-tiba mengacungkan jari telunjuknya.

"Saya mau bertanya, Bu," ucap Bintang sopan dan serius. "Kenapa ibu selalu membahas masa lalu? Masa lalu itu harusnya dilupakan, kita harus fokus ke masa depan!" lanjut Bintang sekenanya.

Sukses menciptakan kericuhan  secara tiba-tiba dalam kelas bernuansa hijau itu.

"KELUAR!" suruh Bu Endang yang tergolong sadis dan mudah bawa perasaan menganggap tadi bukanlah lelucon.

Bintang pasrah dan bangkit dari duduknya lalu segera keluar seperti apa yang diperintahkan Bu Endang.

Priittt

Sudah pasti Pak Idris. Bintang menoleh dan sebisa mungkin menyalami tangan Pak Idris.

"Buat ulah apa lagi?" tanya Pak Idris.

"Gak buat ulah apa-apa, Pak. Bu Endangnya aja yang gak bisa diajak bercanda," jawab Bintang jujur.

Pak Idris berdecak, bingung ingin berbuat apa lagi untuk mengetuk hati Bintang. Setidaknya tidak berbuat ulah saja satu hari.

"Yaudah, Pak. Saya mau ke bawah dulu," pamit Bintang lalu melenggang pergi menuruni anak tangga.

Langkah Bintang santai, tangga demi tangga ia turuni. Berharap di kantin nanti tidak ada guru BK siapa pun karena ia ingin merokok.

Cowok itu tersenyum senang tak melihat batang hidung para guru BK. Mengeluarkan rokoknya dan mulai menghisap.

Percaya atau tidak semenjak Bintang tahu Mentari benci perokok, dirinya mulai mengurangi jumlah rokok yang dihisap per harinya. Tadinya hampir setengah bungkus per hari, tapi sekarang hanya sebatang per hari. Bahkan jika lupa tidak sama sekali.

Lokasi kantin yang memang dekat dengan toilet perempuan membuat Bintang berharap sosok itu datang.

Harapannya kali ini dikabulkan Tuhan. Mentari berlarian menuju toilet seorang diri. Tergolong berani mengingat toilet sekolah dimitoskan berpenghuni wanita tak kasat mata yang memakai seragam dengan bercak darah.

"Mentari..." panggil Bintang seraya menghentikan aktivitasnya. Melempar dan menginjak puntung rokoknya.

Mentari menoleh dan bertanya, "Apa? Kenapa dibuang rokoknya? Lo tetep perokok aktif di mata gue,"

Bintang menghembuskan nafasnya kasar masih mengeluarkan sisa-sisa asap beracun itu.

"Siapa pun gue di mata lo, intinya gue suka sama lo," beritahu Bintang.

Deg

Dimana pun Bintang, memang hobinya membuat baper. Membuat jantung Mentari marathon.

"Tapi gue gak suka per..." ucapan Mentari terpotong.

"Kalau gue suka sama lo, lo bisa apa?" tanya Bintang yang membuat tingkat kebaperan Mentari meningkat drastis.

Daripada terus mendengar Bintang, gadis itu memutuskan untuk masuk ke toilet.

Melihat pantulan dirinya di cermin datar, lekukan bulan sabit itu muncul dengan sendirnya. Lalu, mencuci tangannya dari keran westafel.

Kembali keluar dan berharap Bintang tidak berada di tempatnya. Pupus sudah harapannya ternyata Bintang masih setia di tempatnya.

"Besok hari terakhir dan gue jemput! Titik gak pake koma dan gak ada penolakan," ucap Bintang sekenanya lalu melenggang pergi mendahului Mentari.

Kemarin baper sekarang juga sama, tinggal besok nih, batin Menatri lalu berjalan mengikuti Bintang tanpa sepengetahuan cowok itu.

-Love with badboy-
Next?
Jakarta,
06-06-18
Malam

Jd gn, aku mau ngasih tau.
Mungkin crt ini bkln fast update.

Kenawhy?
Karena aku gregetan pgn mublish crt baru heheh:v

Terima kasih yg msh setia♡




Love with badboy [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang