Mentari mengitari lapangan indoor sekolah dengan sedikit gontai. Pelajaran olahraga adalah pelajaran yang sangat dibencinya, alasannya satu, ia tak bisa olahraga apa pun. Tak terkecuali lari, larinya layak dikatakan seperti anak balita yang baru saja belajar berlari. Sempoyongan ke sana ke mari.
Pak Agung selaku guru olahraga memang tak berperikemanusiaan. Menyuruh untuk berlari mengitari lapangan 10 kali. Coba bayangkan, bayangkan! Lapangan yang luasnya beuhh, tiga putaran pun sudah membuat lutut melemas tak kuat menumpu tubuh sendiri.
Sekarang guru muda nan kekar itu sedang asyik sendiri di pinggir lapangan dengan stopwatch yang menggelayut di lehernya. Mentari selalu saja yang diamati, entah kenapa. Pak Agung berdiri dan meniup peluit panjang, tanda berakhirnya pelajaran olahraga.
Para siswa maupun siswi yang banjir keringat sempoyongan berjalan ke pinggir lapangan. Mentari berusaha menetralkan detak jantungnya seraya menjatuhkan bokongnya sembarangan di aspal. Teriknya matahari membuatnya merasa sedikit pusing, ingin meneduh namun kakinya sudah tak kuat lagi berjalan.
Lama kelamaan siswa-siswi teman sekelasnya mulai melenggang menuju kantin. Mentari berharap ada satu orang yang berbaik hati membelikannya minuman saat ini.
"Apa perlu saya gendong ke kantinnya?"
Sebuah lontaran pertanyaan lebih tepatnya tawaran dari arah belakang. Mentari refleks menoleh, saat itu juga Bintang menyambutnya dengan senyuman.
Bintang yang entah sejak kapan datang, mengulurkan tangan kanannya. Mentari meraih dan bangkit. Lalu membalas senyuman Bintang.
"Ayo!" ajak Bintang.
Mentari yang kurang fokus hanya bisa mengerutkan keningnya. Padahal sebelumnya Bintang sudah mengucapkan kata kantin, tapi inilah dampak dehidrasi, mungkin.
"Ke KUA," bisik Bintang. Laki-laki itu menunggu reaksi Mentari, apakah akan blushing atau tidak?
Detik demi detik berlalu, Mentari hanya diam. Bintang mengibas-ngibaskan tangannya, sukses membuat Mentari tersentak.
"Tunggu 10 tahun lagi," ucap Mentari. Jadi rupanya kediaman Mentari beberapa detik tadi sedang menghitung lamanya harus menunggu pernikahannya dengan Bintang. Ck, ck, ck.
Bintang terkekeh lalu menggenggam tangan Mentari. Beriringan menuju bangku panjang di taman yang terdapat sebuah tas ransel di atasnya.
"Telat?" tanya Mentari.
Bintang mengangguk seraya merogoh ranselnya. Mengeluarkan buku tulis dan membuka di halaman paling belakang. Tak lupa bollpoint hitam juga. Memberi kode kepada Mentari untuk mengalihkan pandangan.
Tangan laki-laki itu menari-nari di atas kertas dengan bantuan pena. Menggores kata demi kata yang sambung menyambung menjadi kalimat.
"Udah, sekarang baca dan tanda tangan," ucap Bintang seraya menyeragkan bollpointnya
Hari ini, tepatnya 10 tahun mendatang, Bintang dan Mentari akan mengikat janji suci di hadapan bapak penghulu.
Kami akan menunggu bersama-sama dengan sabar dan terus berdoa agar hari itu benar terjadi.
Kami berjanji tidak akan saling mengkhianati.
Tertanda,
Bintang & Mentari.
Jakarta, 03 Agustus 2018.Mentari bertanda tangan, lalu menoleh ke arah Bintang. Mengacungkan jari kelingkingnya, diikuti gerakan yang sama oleh laki-laki itu. Mengikat sebuah janji.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love with badboy [Completed]
Teen Fiction'Tentang rasa yang tak kunjung mereda' "Gue suka sama lo, lo bisa apa?" -Bintang Pramudya Jaya. Disini, di bawah langit Jakarta, Mentari menceritakan semuanya. Di atas bumi yang berputar pada porosnya dan berputar mengelilingi matahari, Mentari mera...