Dengan santainya Bintang menyusuri koridor IPS yang lenggang dan sepi. Tidak ada ekspresi takut di wajahnya, padahal bel masuk sudah berbunyi 20 menit yang lalu.
Di ujung koridor berdiri dengan gagah Pak Idris yang sepertinya sedang menanti-nanti kehadiran Bintang.
"Bintang Pramudya Jaya. Kenapa Kamu terlambat?" tanya Pak Idris seraya melipat kedua tangannya di dada. Raut sangar sudah terlihat jelas di wajah guru yang hampir pensiun itu.
"Tidak ada kata terlambat untuk mencari ilmu, Pak," jawab Bintang yang sudah menyiapkan kata-kata sedari tadi.
Pak Idris berdecak kagum. Bintang mendekati Pak Idris dan menyalaminya. Lalu tanpa merasa bersalah murid nekat itu memasuki kelasnya yang hening bagai kuburan.
Bukannya memberi salam, Bintang justru menyeletuk dengan kencang, "Kok diem? E*k ya?" Tanpa melihat terlebih dahulu Bu Widya yang terduduk manis di bangku guru.
Sontak seisi kelas kecuali Bu Widya menahan tawa. Tidak berani tertawa jika mengingat nilai yang menjadi taruhannya.
"Eh Bu Widya, assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh," ucap Bintang seraya berjalan menuju pojok depan kelas.
"KELUAR!!!"
Bintang mengehela nafas lega setelah memegang telinganya. "Alhamdulillah, masih nyantol di tempatnya," gumamnya.
Dengan semangat '45, Bintang keluar kelas dengan tas ransel yang masih setia di bahunya. Jika saja tadi Bintang membuka mata batinnya, pasti ia bisa melihat dua tanduk merah di kepala Bu Widya.
Tujuan Bintang saat ini adalah surga dunia yaitu kantin. Ups, ada Bu Tri. Otomatis ia memutar balik tubuhnya 180 derajat dan maju dengan kecepatan seribu langkah.
Brukk
Tubuh gadis yang ditabraknya sedikit terpental dan mendarat di lantai. Gadis itu meringis kesakitan, "Aduh, sakit. Sapa sih nih bangke!" Mengumpat dengan kasar lalu bangkit dan siap mengeluarkan jurusnya.
"Lo? Eh sorry. Sumpah gue gak liat," ucap Bintang seraya menyatukan kedua telapak tangannya di depan dadanya.
Mentari yang tak lain adalah sang korban sedikit terkejut dan membatalkan niatnya.
"Iya gak pa-pa," ucap Mentari yang jelas berdusta.
Prittt
Tiupan peluit yang berbunyi nyaring mendahulukan kata yang tak sempat terucap oleh Bintang.
Mentari memberi kode dengan dagunya ke arah belakang Bintang. Bintang menoleh dan mendapati Pak Idris yang seperti anak bebek selalu mengekori dirinya. Lantas cowok itupun berdecak kesal.
"Pak, kenapa sih bapak ngikutin saya? Saya kan gak punya utang sama bapak lagi pula saya gak melakukan kesalahan kan?" tanya Bintang tanpa dosa.
Mungkin saat ini tangan Pak Idris sudah gatal ingin menabok Bintang tepat ke mulutnya. Tapi, untung saja sudah ada peraturan yang menyebut bahwa tidak boleh ada kekerasan dalam sekolah.
"Sedang apa di sini?!" tanya Pak Idris dengan suara beratnya yang naik satu oktaf.
"Di suruh Bu Widya," jawab Bintang.
Pak Idris dengan khasnya berdecak. Lalu guru itu melenggang pergi entah kemana.
"Eh, itu Pak Idris loh," ucap Mentari sedikit tak percaya bahwa Bintang seberani tadi.
Bintang mendengus kesal dan menjawab, "Siapa yang bilang dia Boboiboy, cantik."
Deg
Baru dibilang cantik, kok gue deg-degan? batin Mentari.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love with badboy [Completed]
Genç Kurgu'Tentang rasa yang tak kunjung mereda' "Gue suka sama lo, lo bisa apa?" -Bintang Pramudya Jaya. Disini, di bawah langit Jakarta, Mentari menceritakan semuanya. Di atas bumi yang berputar pada porosnya dan berputar mengelilingi matahari, Mentari mera...