Kini Bintang berada dalam kamarnya. Menatap langit-langit dengan kedua tangan yang menumpu kepalanya. Membayangkan apa yang akan terjadi selanjutnya pada Nathan. Memikirkan masalah sendiri saja sudah membuatnya pusing dan sekarang ditambah dengan ini.
Pandangan Bintang teralihkan pada sebuah foto yang terpajang di samping lampu tidur miliknya. Foto dua orang yang sedang menunjukkan deretan gigi putihnya masing-masing dan saling merangkul.
Foto kenangan saat pertama kali Bintang dan Nathan menginjakkan kaki memasuki masa SMA. Keudanya masih terlihat layaknya seorang cowok baik tidak seperti sekarang jauh dari kata itu.
Sudut bibir Bintang terangkat seraya bangkit dan meraih foto tersebut. Mengelus wajahnya dan Nathan secara bergantian dengan sendu. Tidak, tidak menangis hanya saja terharu.
"Kenapa lo lakuin hal bodoh kayak gitu sih, Buluk? Sebangsat-bangsatnya kita, kita pernah janji buat gak nyentuh tuh barang sama sekali," monolog Bintang. "Cukup rokok aja." lanjutnya.
Ceklek
Pintu kayu itu terbuka lebar menampilkan sosok ibu Bintang. Bintang mendengus kesal dan segera menaruh foto dalam genggamannya ke tempat semula.
"Ada yang nyariin kamu di bawah, Nak," beritahu ibu Bintang seraya mendaratkan bokongnya ke tepi ranjang king size milik anaknya.
Bintang mendesah pelan, hari liburnya terganggu oleh tamu tak diundang yang belum jelas diketahui siapa. Ibu Bintang hanya menggeleng melihat anaknya yang sebegitu noraknya dengan hari libur.
Bintang menuruni anak tangga dengan langkah gontai berharap tamu itu tidak penting dan segera pulang. Membiarkan dirinya hanyut memikirkam Nathan hari ini dalam kamar.
"Bin, Bintang!"
Bintang mendongak mendengar suara itu dan mendapati beberapa senior yang sedang terduduk manis di atas sofa ruang tamu. Sedangkan Rizky justru mengampar di lantai dengan memeluk mesra cemilan yang mungkin disuguhkan ibu Bintang.
"Ada apa, kak?" tanya Bintang tanpa basa basi lagi. Menatap satu per satu seniornya dengan tatapan penuh tanda tanya.
"Kita jenguk Nathan di Rutan," sahut Bagas, senior berambut cepak dengan ekspresi wajahnya yang kelewat serius.
Bintang menatap satu objek yang menyahutnya tadi lalu menampilkan senyum miringnya.
"Kalian aja gue gak mau jenguk pengedar kayak dia!" sahut Bintang sarkatis tak peduli jika saja ibunya mendengar diam-diam.
Bagas mendecih pelan, maju selangkah mendekati Bintang. "Mana solidaritas lo?!" tanyanya penuh penekanan yang tertuju lurus untuk Bintang.
Seketika ruangan ber-AC itu mendadak berhawa panas. Para senior lain mulai menenagkan Bagas, tapi tidak dengan Rizky yang masih asyik memakan cemilan yang menurutnya kelewat enak.
"Dia sahabat lo! Apa lo gak peduli?!" tanya Bagas seraya menunjuk bahu kanan Bintang. Hanya menunjuk, tapi berhasil membuat Bintang oleng ke belakang.
Bintang diam membiarkan semua memojokkannya. Bukan dirinya tak peduli dengan Nathan. Hanya saja dirinya sudah terlanjut kesal dengan kelakuan biadap seserang yang kini mungkin sedang mendekap di jeruji besi.
"KELUAR!"
Semua menoleh ke sumber suara yang tak lain tak bukan adalah ibu Bintang. Berdiri di samping tangga dengan tangan kanan yang menunjuk pintu.
Bintang berdecak dan menjawab, "Mamah gak usah ikut campur." Dengan nada santainya tidak takut durhaka. Cowok itu keluar rumah dan satu per satu diikuti oleh senior dari belakang.
Semuanya hanya diam membisu ketika sudah berada di halaman rumah Bintang. Saling tatap satu sama lain tanpa arti, kecuali Bintang dengan tatapan tajamnya.
"Mau sampai kapan diem gini? Lebaran monyet? Upin Ipin lulus TK? Dora nikah sama spongebob?" celetuk Rizky yang sudah lelah menunggu ada yang berbicara.
Lantas semua mengalihkan pandangannya pada manusia berbadan gempal dengan tajam. Seolah memberi peringatan saat ini bukan untuk bercanda, melainkan serius.
"Oke ayo!" Bintang memutuskan akhir dari diam-diaman itu. Menurutnya hanya membuang waktu saja.
Bagas memamerkan senyumnya disusul yang lain. "Solidaritas tanpa batas!" tegas Bagas dan mendapat acungan jempol dari Bintang.
***
Nathan hanya diam merenungi kesalahannya yang berakibat fatal seperti saat ini. Mendekam dan ditahan untuk sementara waktu. Orangtuanya sudah tak peduli, bahkan tak menjenguk sekali pun. Mungkin mereka menyesal mempunyai anak seperti Nathan.
"Saudara Nathan, ikut saya!"
Nathan mendongak dengan tatapan penuh tanda tanya ke seorang polisi yang kini sedang sibuk membuka kunci.
"Ada yang menjengukmu,"
Sudut bibir Nathan terangkat, ternyata masih ada yang peduli kepadanya. Cepat-cepat ia bangkit dan segera ke ruang jenguk. Nathan mematung tak menyangka teman-temannya rela menjenguk bandar sepertinya.
Bintang segera menghambur memeluk sahabatnya, seolah tidak sanggup menahan rindu. Air matanya jatuh, sungguh cengeng memang.
"Maafin gue, Bintang," lirih Nathan setengah berbisik. Lalu berusaha tersenyum di hadapan yang lain walau hanya sebuah senyum palsu. Meyakinkan bahwa dirinya kuat menerima semua ini.
Perlahan Bintang merenggangkan pelukannya, malu dilihat orang.
"Jaga diri lo baik-baik, jangan ikutin jejak sesat gue," ucap Nathan dengan suaranya yang bergetar.
Bintang mengangguk mantap lalu mundur beberapa langkah. Seolah mempersilahkan yang lain untuk memberi dukungan pada Nathan supaya tetap kuat.
"Gue gak sanggup, gue duluan," pamit Bintang lalu memutar balik tubuhnya 180 derajat tanpa menunggu respon dari yang lain.
Bintang segera menaiki motornya dan melajukan dengan kecepatan di atas rata-rata. Saat ini ia ingin benar-banar tertidur mengunci diri dalam kamar untuk melupakan semuanya. Walau tahu itu mustahil terjadi.
-Love with badboy-
Next?
Jakarta,
27-06-18
MalamGimana nih sedih ya nathan ditahan?
Author jg sedih sbnrnya:( si nathan buluk kan somplak orngny:vVommentnya jgn lupa
KAMU SEDANG MEMBACA
Love with badboy [Completed]
Ficção Adolescente'Tentang rasa yang tak kunjung mereda' "Gue suka sama lo, lo bisa apa?" -Bintang Pramudya Jaya. Disini, di bawah langit Jakarta, Mentari menceritakan semuanya. Di atas bumi yang berputar pada porosnya dan berputar mengelilingi matahari, Mentari mera...