Ten

1.4K 236 31
                                    

"Apa kau serius?"

Taehyung merotasikan bola matanya malas. Pertanyaan yang sama sudah dilontarkan Hoseok untuk ketiga kalinya seakan tidak puas dengan jawaban Taehyung sejak awal; sejak mereka masih duduk manis di kantin hingga kini sudah berjalan santai kembali ke kelas.

"Aku serius, Jung Hoseok."
Dan jawaban ketiga Taehyung masih tetap sama, membuat kerutan di dahi pemuda bermarga Jung itu bertambah.
"Wae?"
"Sudah kubilang aku tidak berminat dengan klub musik", Taehyung menoleh ke belakang, "Lagipula di antara kita ada yang lebih menyukainya. Kurasa."
Jungkook yang berjalan di belakang Taehyung dan Hoseok mendengus geli mendengarnya.
"Bukan karena ada alasan lain kan?", tanya Hoseok lagi.
"Kalaupun ada, itu juga tidak ada hubungannya denganmu."
Jawaban Taehyung membuat Hoseok mengangkat tangannya ke udara sembari menggeram rendah.
"Auh, bocah ini!"
Melihat reaksi kesal Hoseok, Taehyung hanya menjulurkan lidahnya mengejek kemudian berlari kecil menuju kelasnya.
"Yak imma! Tunggu aku!"
Seru Hoseok lalu berlari mengejar Taehyung.

"Cih, menggelikan sekali", desis Jungkook yang masih bisa didengar Namjoon.
"Kau ada masalah, Kook?", tanya pemuda berlesung pipi itu.
"Yah, bisa dibilang begitu Hyung", jawab Jungkook sekenanya.
"Kau tidak suka Taehyung dekat dengan Hoseok, eh?"
"Mwo?!"
Pekikan kecil itu bukan keluar dari mulut Jungkook, melainkan makhluk mungil yang berjalan bersama mereka, Park Jimin yang seketika menutup mulutnya begitu mendapat tatapan tajam Jungkook.
"Kau ini bicara apa sih?", Jungkook berdecih kesal. "Tentu saja bukan itu masalahnya!"
"Geundae wae?"

"Jungkook-ah."

Yang merasa dipanggil seketika tersentak mendengar suara itu. Karena, ya, sama sekali tidak asing di telinga.
Jungkook tentu masih hapal suara lembut yang berasal dari gadis itu; pujaan hatinya sejak pertama bertemu di perpustakaan, dengan posisi tangan masing-masing yang hendak mengambil buku yang sama, yang kini sudah ia relakan bersama orang lain karena gagal dalam bersaing.

"Jung Yein?", bisik Namjoon pada Jungkook, yang seakan juga menjawab pertanyaan Jimin melalui tatapan mata dan kerutan di dahinya.
Sedang Jungkook hanya membuang napas jengah melihatnya.

"Bisa kita bicara berdua, Jungkook-ah?"

.

Seokjin menghampiri Yoongi yang duduk tanpa beban di jendela kelas, dengan earphone terpasang di telinganya.
"Gwaenchana?", tanya Seokjin sedikit cemas karena sekembalinya dari kantin tadi Yoongi jadi terlihat murung.
Yoongi menoleh lalu mengangguk pelan.
"Benarkah? Kukira kau akan kesal atau semacamnya karena junior itu menolak tawaran kita", ujar Seokjin sembari melepas earphone di telinga Yoongi.
"Buat apa aku merasa demikian?"
"Ya, aku mengenalmu Min. Kau itu paling tidak suka jika ditolak, apapun alasannya."
Yoongi tertawa remeh, "Benar, aku memang benci dengan penolakan. Tapi entahlah, kali ini aku tidak merasa kesal sama sekali."
"Jamkanman", Seokjin menaikkan satu alisnya, "Apa karena orang itu adalah Kim Taehyung?"
Yoongi tercenung, "Mwo?"
"Ini karena dia adalah Kim Taehyung yang itu, kan?"
Yoongi menautkan kedua alisnya, bingung, membuat Seokjin gemas lalu mencubit pipi Yoongi tak tak seberapa isi.
"Aisshh, jinjja. Kau sudah lupa dengan ceritamu sendiri, eoh? Aku masih ingat kau mengatakannya padaku tahun lalu."
"Maksudmu apa, Jin-ah?"

Seokjin menghela napas pendek, "Yang dulu pernah kau puji suaranya saat bernyanyi memang Kim Taehyung yang mana, Yoongi-ya?"

...

"Tae, kau pulang saja dengan Hoseok atau Jimin. Aku akan pulang terlambat", kata Namjoon setelah selesai memasukkan semua bukunya ke dalam tasnya.
Taehyung mengangguk mengerti, "Jimin-ah, aku ikut mobilmu saja, ne?", pintanya yang disambut anggukan oleh Jimin.
"Dan tidak perlu ajak si kuda ini, nanti merepotkan."
Jimin tertawa geli melihat Hoseok terhenyak lalu memegangi dadanya dengan ekspresi syok.
"Aigoo aigoo, siapa yang mengajarimu jadi kurang ajar begitu Kim Tae?", Hoseok geleng-geleng kepala. "Memang kau mau ke mana, Joon?"
"Ah, ada urusan dengan anggota teater. Kalian pulanglah, jangan lupa untuk selalu hati-hati", ucap Namjoon kemudian melambaikan tangannya sebelum meninggalkan kelas.
Hoseok mencibir, "Urusan dengan anggota teater atau urusan dengan Jiae Sunbae, huh?"
"Apa kau baru saja menggerutu, Hobi-ya?", tanya Jimin.
"Ya, si kuda ini kan memang selalu menggerutu jika Namjoon lebih mementingkan gadis pujaannya ketimbang dirinya, Jim. Harap dimaklumi saja, nanti kau juga terbiasa."
Hoseok menepuk dada Taehyung lalu mencubit nipplenya gemas.
"Akh! Appo! Sakit brengsek!", ringis Taehyung sembari mengusap dadanya. Sedang Jimin hanya terbahak melihatnya.
"Itulah akibatnya jika kau bersikap sembarangan pada Tuan Muda Jung Hoseok yang tampan ini! Jadi, Kim Alienㅡ"

Hoseok menarik dagu Taehyung, lalu menatapnya lekat-lekat.

"ㅡhati-hati dengan mulut besarmu itu, Chagiya."

Taehyung seketika bergidig ngeri lalu buru-buru meninggalkan kelas sambil menarik lengan Jimin yang masih terus tertawa geli.

.

Namjoon berlari kecil menuju ruang teater dengan wajah semringah. Di tangannya sudah ada satu jilid naskah drama yang diselesaikannya dalam waktu semalam. Ya, demi seorang Yoo Jiae yang menjadi idamannya sejak dua tahun belakangan ini, Namjoon rela begadang demi menulis sesuatu yang pada dasarnya bukan menjadi kewajibannya. Karena posisi Namjoon di klub teater adalah penata musik, bukan penulis naskah. Alih-alih membantu Jiae, Namjoon mengabaikan tugas utamanya tersebut.

Langkah Namjoon akhirnya terhenti di depan pintu bertulisakan 'Bighit Theatre Club' itu. Bibirnya menyunggingkan senyum tipis sebelum akhirnya membuka pintu tanpa mengetuknya lebih dulu.
Dan seketika senyumnya memudar, saat matanya melihat 'pemandangan indah' di balik pintu itu.

"Noona.. "

Panggilan lirih Namjoon itu berhasil membuat dua orang di ruangan itu buru-buru saling melepas diri. Memutus benang saliva yang sempat tertaut beberapa detik setelah Namjoon masuk ke dalam sana.

"Na-Namjoon. K-kenapa kau ke sini?", tanya gadis itu, Yoo Jiae dengan wajah panik yang kentara. Tak jauh berbeda dengan pemuda tinggi yang sedang bersamanya itu.

Namjoon hanya mendengus lalu meletakkan draft naskah drama itu di atas meja. Keluar ruangan itu tanpa berkata apapun lagi. Meski raganya membawa sejuta sesal yang menghujaninya tiba-tiba.

ㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡ

To be continued..






Singkat aja deh ya. Hehe

4 in LOVE ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang